Sementara dalam sistem demokrasi -masih menurut buku tersebut-, kedaulatan ada di tangan manusia, bukan di tangan Allah. Demokrasi telah membuat manusia, melalui wakil-wakilnya di lembaga legislatif bertindak sebagai Tuhan, yang merasa berwenang menetapkan hukum sesuai dengan keinginan mereka, seperti kredo demokrasi mengatakan "Suara rakyat adalah suara Tuhan (Vox Populei Vox Dei)".
Teologi Hizbut Tahrir Dalam Kitab Syakhsiyyah Islamiyyah
Qadar dan Ilmu Allah
قد وردَ الإيمانُ بالقدَرِ في حديثِ جبريلَ في بعضِ الرّوايات فقد جاء قال: وتُؤمنَ بالقدرِ خيرِه وشرّه، أخرجه مسلم من طريق عمر بن الخطاب. إلا أنّه خبرٌ آحادٍ عِلَاوةً على أنّ المُراد بالقدرِ هنا علمُ اللهِ، وليس القضَاءَ والقدرَ الذي هو موضِعُ خِلَافٍ في فَهمِه
Artinya: "Telah datang keimanan dengan qadar dalam hadits Jibril menurut Sebagian riwayat, di mana Nabi Saw bersabda: dan kamu percaya dengan qadar, baik dan buruknya. Hanya saja hadits ini tergolong hadits ahad (persumtif), di samping yang dimaksud dengan qadar di sini adalah ilmu Allah, bukan qada' dan qadar yang menjadi fokus perselisihan dalam memahaminya."
Ta'wil oleh Ulama Salaf
فكان التأويل أول مظاهر المتكلمين، فإذا أداهم البحث إلى أن الله منزه عن الجهة والمكان أولوا الآيات التي تشعر بأنه تعالى في السماء وأولوا الإستواء على العرش. وإذا أداهم البحث إلى أن نفي الجهة عن الله يستلزم أن أعين الناس لايمكن أن تراه، أولوا الأخبار الواردة في رؤية الناس لله، وهكذا كان التأويل عنصرا من عناصر المتكلمين وأكبر مميّز لهم عن السلف
Artinya: "Ta'wil (Terhadap ayat-ayat mutasyabihat) merupakan ciri pertama yang sangat tampak pada teolog. Jika suatu pembahasan mengarah pada bahwa Allah tidak terikat (bebas) dengan arah dan tempat, maka mereka menta'wil ayat-ayat tersebut seraya mengisyaratkan bahwa Allah Swt. berada di atas langit. Mereka juga menta'wil al-istiwa' al al-arsy dengan bersemayamnya Allah di atas kursi arsy. Jika suatu pembahasan mengarah kepada penafian (peniadaan) arah bagi Allah dan mata manusia tidak mungkin melihat-Nya, maka mereka (teolog) menta'wilkan pemberitahuan (al-ikhbar) dengan menyatakan bahwa manusia melihat Allah. Demikianlah ta'wil merupakan salah satu alat teolog dan menjadi ciri khas paling mencolok yang membedakan mereka dengan para pendahulunya (salaf)."
Kema'shuman Para Nabi
إلا أنّ هذه العصمةَ للأنبياءِ والرّسلِ إنّما تكون بعد أن يُصبحَ نبيًّا أو رسولًا بالوحي إليه. أمّا قبل النبوّةِ والرّسالةِ فإنّه يجوز عليهم مايجوز على سائرِ البشر، لأنّ العصمةَ هي للنّبوةِ والرّسالة
Artinya: "Hanya saja kema'shuman para Nabi dan Rasul adalah setelah mereka memiliki predikat kenabian dan kerasulan dengan turunnya wahyu kepada mereka. Sedangkan sebelum kenabian dan kerasulan boleh jadi mereka berbuat dosa seperti umumnya manusia. Karena keterpeliharaan dari dosa berkaitan dengan kenabian dan kerasulan saja."
Kasb (Perbuatan Manusia) Menurut Ahlussunnah wal Jama'ah dan Jabariyah
والحقيقةُ أنّ رأيَ أهلِ السُّنّةِ ورأي الجبريّةِ واحدٌ، فهم جبرِيّون. وقد أَحفَقوا كُلَّ الإحفاقِ في مسألةِ الكسْبِ، فلا هي جاريةٌ على طريقِ العقْلِ، إذ ليس عليها أيُّ بُرهانٍ عقلِيٍّ، ولا على طريْقِ النَّقلِ، إذ ليس عليها أيُّ دليلٍ من النُّصُوص الشّرعيَّةِ، وإنّما هي مُحاولةٌ مُخفِقةٌ للتّوفيقِ بين رأيِ المُعتزِلةِ ورأيِ الجبريَّةِ
Artinya: "Pada dasarnya pendapat Ahlussunnah dan pendapat Jabariyah itu sama. Jadi Ahlussunnah itu Jabariyah. Mereka telah gagal segagal-gagalnya dalam masalah kasb (perbuatan makhluk), sehingga masalah tersebut tidak mengikuti pendekatan rasio, karena tidak didasarkan oleh argument rasional sama sekali, dan tidak pula mengikuti pendekatan naqli karena tidak didasarkan atas dalil dari teks-teks syar'i sama sekali. Masalah kasb tersebut hanyalah usaha yang gagal untuk menggabungkan antara pendapat Mu'tazilah dan pendapat Jabariyah."
الإجبارُهو رأيُ الجبريّةِ وأهلِ السُّنّةِ مع اختلافٍ بينهما في التَّعابيرِ والإحتيالِ على الألفاظِ، واسْتقرَّ المسلمون على هذا الرأيِ ورأيِ المعتزلةِ، وحُوِّلُوا عن رأيِ القرآن، ورأيِ الحديثِ، وماكان يفهَمُه الصحابةُ منهُما
Artinya: "Ijbar (keterpaksaan) adalah pendapat Jabariyah dan Ahlussunnah, hanya antara keduanya ada perbedaan dalam retorika dan memanipulasi kata-kata. Kaum Muslimin konsisten dengan pendapat ijbar ini dan pendapat Mu'tazilah. Mereka telah dipalingkan dari pendapat al-Qur'an, hadits dan pemahaman sahabat dari al-Qur'an dan hadits."