Kampanye Literasi dan Pendidikan Politik Rakyat
Oleh Muhammad Julijanto
Literasi politik masyarakat terus perlu ditingkatkan, agar demokrasi kita makin beradab dan bermartabat, selain itu juga peran pendidikan politik menjadi strategis, sekaligus juga menguji berbagai gagasan dan narasi politik para kandidat, dari calon anggota legislative DPR, DPD, DPRD Provinsi dan Kabupaten Kota, serta calon presiden dan wakil presiden.
Kampanye beradab simpatik dan masyarakat merasa tenang dan bersahaja merupakan momentum yang ditunggu masyarakat, serta menghilangkan kesan bahwa kampanye sebagai ajang bagi peserta pemilu sebagai ujuk kekuatan (show of force) harus dihindari terutama dalam rangka menciptakan pemilu yang sejuk dengan penuh kesadaran warga negara yang sudah punya hak pilihnya menggunakan hak kewarganegaraannya secara sadar tanpa ada tekanan dari pihak manapun. Serta menggunakan hak politiknya secara rasional dengan pemahaman akan visi, misi dan program peserta pemilu.
Kampanye adalah upaya sosialisasi diri supaya dikenal melalui pemaparan visi, misi dan program-program kerja yang akan dilakukan setelah partai politik atau gabungan partai politik yang bersangkutan mempunyai anggota legislative yang duduk di dewan perwakilan dengan membawa aspirasi masyarakat secara keseluruhan.
Kampanye beradab sebagai sarana pendidikan, sarana literasi politik. Salah satu bentuk kampanye beradab adalah mengajarkan kepada konstituen tentang kewajiban dan hak kewarganegaraan serta partisipasinya dalam setiap tahapan pemilu.
Kampanye di kampus wujud pendidikan politik yang berhasil. Secara normatif kampanye di kampus merupakan larangan undang-undang sebagai tempat yang harus netral dari kegiatan politik praktis hal tersebut secara tegas dulu dinyatakan UU Nomor 32 Tahun 2004 pasal 78 huruf i kampanye dilarang "menggunakan tempat ibadah dan tempat pendidikan".Â
Saat ini Pemilu 2024 berdasarkan implementasi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 65/PUU-XXI/2023 tentang kampanye di tempat pendidikan. Kampanye di tempat pendidikan dibolehkan asal mendapat izin dari lembaga pendidikan.Â
Hasyim Asy'ari menjelaskan "Tempat pendidikan dan fasilitas pemerintah masih dapat digunakan dengan persyaratan atau pengecualian, yakni dengan adanya izin oleh penanggung jawab tempat pendidikan dan fasilitas pemerintah tersebut" (kpu.go.id. 2023).
Lebih lanjut "Pada dasarnya kampanye di tempat ibadah, tempat pendidikan, dan fasilitas pemerintah adalah dilarang, kecuali atas izin penanggung jawab tempat pendidikan, fasilitas pemerintah, tanpa menggunakan atribut kampanye. Maka adalah mutlak dilarang sama sekali adalah tempat ibadah," kata Hasyim.
Berbagai bentuk kampanye; berdasarkan ketentuan Undang-Undang Pemilu kampanye dalam rangka mendapatkan simpati masyarakat melalui berbagai cara, antara lain; pertama, rapat umum, rapat terbatas, dialog interaktif, melalui media elektronik radio maupun televisi, pemasangan alat peraga  kampanye, pemasangan iklan melalui berita media massa dan lain-lain.
Kampanye dialogis di kampus merupakan bagian dari kampanye yang cukup strategis dalam memberikan pendidikan politik kepada kalangan akademisi dan masyarakat luas, serta keberanian dan nyali tersendiri bagi kalangan partai politik.Â
Kampanye di Kampus
Jika berkampanye di kampus, pertama dunia akademik, adalah dunia konsep, gagasan, narasi idealisme, dengan demikian parpol yang berkampanye di kampus akan berhadapan dengan para kritikus yamg akan menilai kemampuan konseptual parpol dan para kandidat.
Kedua, sisi intelektual dan semangat pemberdayaan masyarakat politik. Akan terjadi pembelajaran politik yang memberikan literasi yang baik kepada Masyarakat.
Ketiga, kampus mempunyai otoritas intelektual, otonomi kampus. Di era otonomi, kampus tidak lagi terlalu diatur oleh pemerintah, terutama menyangkut izin pelaksanaan acara bermuatan politik di kampus.Â
Kampanye di lingkungan perguruan tinggi tidak dapat bisa disamakan dengan rapat umum yang dilakukan di lapangan terbuka, sebab masyarakat kampus memiliki  kemampuan intelektual untuk mengkritisi parpol yang berkampanye di kampus. Artinya ada nilai lebih bagi sebuah partai politik yang berani melakukan kampanye di perguruan tinggi, implikasinya kampanye di kampus memerlukan strategi khusus. Sebab kampus mempunyai kebebasan mimbar akademik.
Keempat, model kampanye secara dialogis sebetulnya bukan konsep baru. Menjelang Pemilu 1955 pun, kalangan partai politik dan kampus sudah menerapkannya. Kampanye dialogis di kampus sebagai bagian dari penyadaran berdemokrasi dan berpolitik (Abdul Malik Fajar, Kompas, 9 Oktober 2003, hlm. 8)
Suasana dialogis dari kampus diharapkan menular ke kalangan masyarakat umum sehingga kesadaran politik publik bisa makin baik. Dengan demikian pemilihan umum benar-benar diharapkan berjalan menuju terciptanya tatanan kehidupan bernegara yang baik.
Menunggu narasi politik para negarawan menguji kapasitas intelektual yang lahir dari rahim lembaga pendidikan kita, sekaligus menunggu ketangguhan konsep dan gagasan besar memajukan bangsa, mencerdasakan kehidupan bangsa, merealisasikan isi konstitusi secara cerdas dan beradab.
Muhammad Julijanto, Dosen Hukum Ekonomi Syariah, Fakultas Syariah UIN Raden Mas Said Surakarta. Sekretaris Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kabupaten Wonogiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H