Mohon tunggu...
Muhammad Julijanto
Muhammad Julijanto Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Program Studi Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Syariah UIN Raden Mas Said Surakarta

Tuangkan apa yang ada di dalam pikiranmu, Karena itu adalah mutiara yang indah untuk dinikmati yang lain bila dituangkan, Tetapi bila dipendam hanya untuk diri sendiri

Selanjutnya

Tutup

Tradisi Pilihan

Ikhlas Syarat Utama Raih Ridho Ilahi

31 Maret 2023   02:42 Diperbarui: 31 Maret 2023   02:47 1184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Berbagi Bahagia YBIC. Dokpri


Oleh Muhammad Julijanto

Puji syukur atas segala nikmat yang terlimpah kepada kita sekalian. Alhamdulillah udara masih masuk ke dalam paru-paru kita, makan masih bisa kita konsumsi, dan kesehatan masih bersama kita. Semoga bisa kita optimalkan untuk meraih kehidupan yang lebih baik dan lebih bermanfaat di masa yang akan datang.

Bagaimana ilmu ikhlas, bagaimana implementasi ikhlas dalam perbuatan, syarat apa yang dapat dipenuhi untuk meraih ridha Allah Swt?

Ikhlas menurut bahasa adalah sesuatu yang murni yang tidak tercampur dengan hal-hal yang bisa mencampurinya. Dikatakan bahwa "madu itu murni" jika sama sekali tidak tercampur dengan campuran dari luar, dan dikatakan "harta ini adalah murni untukmu" maksudnya adalah tidak ada seorangpun yang bersyarikat bersamamu dalam memiliki harta ini.

Syaikh Abdul Malik menjelaskan, Para ulama bervariasi dalam mendefinisikan ikhlas namun hakikat dari definisi-definisi mereka adalah sama. Diantara mereka ada yang mendefenisikan bahwa ikhlas adalah "menjadikan tujuan hanyalah untuk Allah tatkala beribadah", yaitu jika engkau sedang beribadah maka hatimu dan wajahmu engkau arahkan kepada Allah bukan kepada manusia. Ada yang mengatakan juga bahwa ikhlas adalah "membersihkan amalan dari komentar manusia", yaitu jika engkau sedang melakukan suatu amalan tertentu maka engkau membersihkan dirimu dari memperhatikan manusia untuk mengetahui apakah perkataan (komentar) mereka tentang perbuatanmu itu. Cukuplah Allah saja yang memperhatikan amalan kebajikanmu itu bahwasanya engkau ikhlas dalam amalanmu itu untukNya. Dan inilah yang seharusnya yang diperhatikan oleh setiap muslim, hendaknya ia tidak menjadikan perhatiannya kepada perkataan manusia sehingga aktivitasnya tergantung dengan komentar manusia, namun hendaknya ia menjadikan perhatiannya kepada Robb manusia, karena yang jadi patokan adalah keridhoan Allah kepadamu (meskipun manusia tidak meridhoimu).

Ada juga mengatakan bahwa ikhlas adalah "samanya amalan-amalan seorang hamba antara yang nampak dengan yang ada di batin", adapun riya' yaitu dzohir (amalan yang nampak) dari seorang hamba lebih baik daripada batinnya dan ikhlas yang benar (dan ini derajat yang lebih tinggi dari ikhlas yang pertama) yaitu batin seseoang lebih baik daripada dzohirnya, yaitu engkau menampakkan sikap baik dihadapan manusia adalah karena kebaikan hatimu, maka sebagaimana engkau menghiasi amalan dzohirmu dihadapan manusia maka hendaknya engkaupun menghiasi hatimu dihadapan Robbmu.

Ada juga yang mengatakan bahwa ikhlas adalah, "melupakan pandangan manusia dengan selalu memandang kepada Allah", yaitu engkau lupa bahwasanya orang-orang memperhatikanmu karena engkau selalu memandang kepada Allah, yaitu seakan-akan engkau melihat Allah yaitu sebagaimana sabda Nabi shalallahu 'alaihi wasalam tentang ihsan "Engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatNya dan jika engkau tidak melihatNya maka sesungguhnya Ia melihatmu". Barangsiapa yang berhias dihadapan manusia dengan apa yang tidak ia miliki (dzohirnya tidak sesuai dengan batinnya) maka ia jatuh dari pandangan Allah, dan barangsiapa yang jatuh dari pandangan Allah maka apalagi yang bermanfaat baginya? Oleh karena itu hendaknya setiap orang takut jangan sampai ia jatuh dari pandangan Allah karena jika engkau jatuh dari pandangan Allah maka Allah tidak akan perduli denganmu dimanakah engkau akan binasa, jika Allah meninggalkan engkau dan menjadikan engkau bersandar kepada dirimu sendiri atau kepada makhluk maka berarti engkau telah bersandar kepada sesuatu yang lemah, dan terlepas darimu pertolongan Allah, dan tentunya balasan Allah pada hari akhirat lebih keras dan lebih pedih. (Dari ceramah beliau yang berjudul ikhlas).

Dalam hadis Qudsi dikemukakan sebagai berikut:

Kelak pada hari qiamat akan didatangkan beberapa buku yang telah disegel, lalu dihadapkan karena Allah Swt. (Pada waktu itu) Allah berfirman: "Buanglah ini semuanya". Maikat berkata: "Demi kekuasaan Engkau, kami tidak melihat di dalamnya melainkan yang baik-baik saja". Selanjutnya  Allah berfirman: "Sesungguhnya isinya ini dilakukan bukan karena-Ku, dan Aku sesungguhnya tidak akan menerima kecuali apa-apa yang dilaksanakan karena mencari keridhaan-Ku (HSR Bazzar dan Thabarani, dengan dua sanad, atau di antara para perawinya termasuk perawi al Jami'ush Shahih).

Allah Maha Mengetahui apa-apa yang tersirat di balik amal perbuatan yang dilakukan oleh seseorang. Allah Swt mengetahui bahwa orang yang bersangkutan melakukan amal baik itu bukan karena Allah, akan tetapi karena riya', karena ingin dipuji dan disanjung, karena ingin mendapat bintang kehormatan dan lain sebagainya. Allah tidak akan menerima amal perbuatan yang dilakukan bukan karena Allah, tidak menerima segala sesuatu yang dilaksanakan dengan ikhlas karena-Nya.

Riya' adalah melakukan sesuatu karena ingin dipuji oleh orang lain.

Katakanlah wahai Muhammad! Hanya kepada Allah sajalah aku beribadah dengan tulus ikhlas (Az Zumar [39]: 14).

Kecuali mereka yang taubat dan berlaku baik dan berpegang teguh pada Agama Allah, dan melaksanakan Agama mereka dengan ikhlas karena Allah. Mereka itulah bersama-sama kaum mukmin (An Nisaa [4]: 146).

Dan luruskanlah muka kalian (menghadap Allah) di setiap shalat (pusatkanlah hati dan pikiran kalian dengan tulus ikhlas kepada Allah) dan berdoalah dengan tulus ikhlas, melaksanakan Agama karena Allah (Al A'raf [7]: 29).

Dan mereka hanya diperintahkan suapaya beribadah kaepada Allah dengan tulus ikhlas, melaksanakan agama dengan jujur, menegakkan shalat, dan menunaikan zakat, begitulah Agama yang betul (al Bayyinah [98]: 5).

Para ulama secara aklamasi menegaskan bahwa amalan yang dilakukan karena riya' semata, akan mendapat hukuman. Malah riya itu merupakan penyebab kemurkaan dan siksaan. Adapun amal yang dilkukan dengan ikhlas karena Allah semata akan menjadi penyebab untuk mendapat pahala. Amal itu diukur menurut kadar kekuatan pendorongnya (Allah Maha Mengetahui akan hal ini): 

 Jika pendorong amalnya itu bersama dengan pendorong nafsunya sehingga kedua-duanya sama kuat, maka kedua-duanya harus digugurkan dan jadikanlah amalannya tidak berpahala dan tidak juga berdosa.

Jika dorongan riya' lebih kuat dan menang, jadilah amal-alamnya tidak bermanfaat, malah memberi madharat dan siksaan. Siksaan dalam kondisi seperti ini lebih enteng dari siksaan amalan yang semata-mata riya'.

Jika niat bertaqarab (mendekatkan diri kepada Allah) lebih berat atau lebih condong dibandingkan dengan dorongan-dorongan lain, maka ia akan mendapat pahala sekedar kelebihan kekuatan dorongan keikhlasannya tadi.

 Setiap Amal Tergantung Niatnya

 Diterima atau tidaknya dan sah atau tidaknya suatu amal tergantung pada niatnya. Demikian juga setiap orang berhak mendapatkan balasan sesuai dengan niatnya dalam beramal. Dan yang dimaksud dengan amal disini adalah semua yang berasal dari seorang hamba baik berupa perkataan, perbuatan maupun keyakinan hati.

 Watak keikhlasan dan keutamaan bagaikan buah matang halus, maka untuk menjaganya keselamatan buah, agar buah itu tetap baik, halus dan harum, maka harus diusahakan pemeliharaan yang serius agar terbebas dari hama dan penyakit yang akan membuatnya menjadi layu dan busuk.

 Begitu pula halnya dengan amal perbuatan kita. Kita pun harus menjaganya agar tetap bersih dari kotoran juga menjaganya agar tidak musnah disebabkan oleh keteledoran kita untuk menjaganya. Sebab amalan itu juga bisa musnah dan hangus disebabkan beberapa penyakit, seperti riya' (pamer).

 Jika kita melakukan amalan kebajikan kemudian kita iringi dengan riya', maka amal kebajikan itu akan menjadi musnah di sisi Allah, kita tidak akan memetik hasilnya di akhirat nanti disebabkan oleh keteledoran kita untuk membersihkannya dengan membuang jauh-jauh sifat riya', juga senantiasa memupuknya agar subur dan terpelihara, pupuk itu tidak lain adalah ikhlas.

 Hanya dengan keikhlasan itulah amal kebaikan akan diterima oleh Allah Swt dan dibalas dengan pahala, maka akan memetik hasilnya di akhirat nanti.

 Riya' merupakan syirik kepada Allah, karena kita mengerjakan kebaikan itu tidak diniatkan ikhlas karena Allah, tetapi ia melakukan kebaikan dan amal shaleh untuk suatu tujuan lain, yaitu ingin dipuji oleh manusia.

 Rasulullah Saw bersabda:

 Barangsiapa memurkakan (membuat marah) Allah untuk meraih keridhaan manusia maka Allah murka kepadanya dan menjadikan orang yang semula meridhoinya menjadi murka kepadanya. Namun barangsiapa meridhokan Allah (meskipun) dalam kemurkaan manusia maka Allah akan meridhoinya dan meridhokan kepadanya orang yang pernah memurkainya, sehingga Allah memperindahnya, memperindah ucapannya dan perbuatannya dalam pandanganNya. (HR. Ath-Thabrani)

 Allah Swt berfirman dalam surat Al Kahfi [15]: 110

 Barangsiapa yang berharap menemui Rab-nya (di akherat untuk menerima pahala, balasan dan kurnia daripada-Nya), hendaklah ia mengerjakan pekerjaan yang baik dan janganlah mempersekutukan dalam beribadah kepada Rab-nya dengan siapa pun.

 Kesimpulan

Untuk meraih amal yang bisa diterima Allah Swt, seseorang dalam melakukan segala perbuatannya yang pertama harus menyandarkan diri hanya ditujukan kepada Allah Swt, bukan dengan tujuan untuk mendapatkan pujian dan sanjungan dari manusia yang lain, tetapi ikhlas semata-mata karena Allah Swt, segala perbuatan diawali dengan bismillahirrahamnirrahiim, agar mempunyai nilai sebagai ibadah. Ikhlas sebagai syarat utama diterima amal manusia, ikhlas artinya melakukan sesuatu bukan karena pamrih manusia, tetapi semata mengharap ridha Allah Swt. Perbuatan yang dilakukan dengan ikhlas membuat orang semakin tenang dalam hidupnya.

 Semoga kita termasuk orang-orang yang ikhlas dalam melakukan amal ibadah, sehingga Allah akan memberikan balasan yang terbaik.

 Daftar Pustaka

 M Ali Usman, AA Dahlan, MD Dahlan, Hadits Qudsi Pola Pembinaan Akhlak Muslim, Bandung: Diponegoro, 2008, cetakan xxii.

 Labib MZ, A. Ghonim, Kumpulan Khutbah Jum'at Setahun, Surabaya: Gali Ilmu, 2002.

 Syaikh Shalih Alu Syaikh Hafizhohulloh, Ringkasan Syarah Arba'in An-Nawawi,  http://muslim.or.id.

Muhammad Faiz Almath, 1100 Hadits Terpilih (Sinar Ajaran Muhammad), Jakarta: Gema Insani Press.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Tradisi Selengkapnya
Lihat Tradisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun