Lebih memprihatinkan lagi: politisi Indonesia masih terjebak pada konsep berpikir yang ketinggalan jaman mengenai peta konflik di Timur Tengah. Mereka masih terjebak pada konsep berpikir negara maju atau negara besar adalah negara penjajah, atau negara yang dulu penjajah adalah tetap penjajah. Padahal lihat India yang orang-orang mudanya berada di posisi puncak perusahaan besar berteknologi tinggi di di Silicon Valley, Amerika. Politisi Indonesia masih belum bisa melihat "penjajahan" yang sudah dilakukan perusahaan besar seperti Google, Facebook, dan berbagai medsos lainnya.
Memandang negara besar atau maju sebagai penjajah sama sekali sudah tidak relevan lagi. Bagaimanapun pemerintah Belanda bersikap hati-hati pada pengungsi Timur Tengah yang memasuki negeri Belanda, namun masyarakat Belanda menerima dengan tangan terbuka, dengan tanpa kecurigaan, bahkan masyarakat Belanda giat mengupayakan agar para pengungsi ini bisa memulai hidupnya dengan baik di negeri Belanda. Itu tidak terjadi hanya di Belanda yang masih sering disebut sebagai negara penjajah oleh masyarakat Indonesia, tetapi juga terjadi di berbagai negara Eropa lainnya.
Politisi Indonesia bisa dipastikan tidak mengenal sains baru, seperti neuroscience yang bisa mengenali dengan mudah pemimpin mana di dunia ini yang menyandang disorder seperti sociopath, narcissism, atau bahkan psychopath. Ciri disorder itu bisa dikenali dengan mudah, karena kita sekarang mengenal kata: jejak digital. Apa saja ciri disorder itu? Bisa dilihat pada beberapa artikel yang sudah saya tulis (klik di sini).
M. Jojo Rahardjo
Sejak 2015 menulis ratusan tulisan & ratusan video seputar perkembangan neuroscience dan kaitannya dengan berbagai aspek kehidupan
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI