Antusias masyarakat atas munculnya ChatGPT tentu saja menyenangkan OpenAI, pembuatnya. OpenAI mendapat banyak sekali masukan sebagaimana yang diinginkannya. Jutaan users di seluruh dunia telah berpartisipasi dengan research preview ini (meluncurkan ChatGPT).
Tarif yang ditetapkan untuk menggunakan ChatGPT Plus, $20 per bulan itu terasa aneh, karena semua platform medsos menyediakan layanan gratis, namun penyedianya mendapatkan penghasilan yang luar biasa besar dari para pemasang iklan. Mengapa OpenAI tidak menerapkan itu juga? Yaitu memperoleh penghasilan yang besar dari pemasang iklan?
Sekali lagi masyarakat harus menyadari, bahwa layanan ChatBot lain yang mirip dengan ChatGPT ini bakal bermunculan segera. Artinya akan ada banyak pilihan, sehingga kita bisa memilih yang terbaik.
Juga sekaligus kita harus menyadari bahwa ChatGPT ini salah satu produk AI yang masih embrio banget. Perkembangan computing power yang ada masih belum sanggup menciptakan AI yang AGI (Artificial General Intelligence).
Jika mengikuti Turing Test (Alan Turing, 1950), maka GPT yang ada sekarang bisa disebut sebagai AI, karena banyak yang mengira sedang bercakap dengan manusia jika tidak diberitahu bahwa GPT adalah sebuah machine.
Namun GPT hanya menebak kata berikutnya setelah satu kata diumpankan. GPT tidak memiliki kemampuan untuk reasoning, juga tidak mengerti susunan kata yang diberikannya (baca di sini referensinya).
Sebagaimana sudah saya tulis di artikel sebelumnya (klik di sini), ChatGPT adalah produk teknologi yang lumayan menarik, karena melengkapi search engine yang sudah ada, Google. Sebagai penulis kadang saya membutuhkan inspirasi yang instan. Inspirasi yang instan itu bisa diberikan oleh ChatGPT. Hanya inspirasi ya, karena selanjutnya artikel saya tetap bergantung pada hasil riset dengan menggunakan Google.
M. Jojo Rahardjo
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H