Ingat joke yang menyebut hidup Elon dibaktikan untuk 3 hal saja: 25% untuk Tesla, 25% untuk SpaceX, dan 50% untuk nge-tweet apa saja, bahkan yang gak penting sekalipun, termasuk juga nge-tweet gorengan bagi bisnisnya.
Barangkali saat ia diwawancarai soal medsos, Elon baru saja mendengar informasi tentang adanya gerakan meninggalkan medsos oleh sekelompok orang yang dulu adalah pioneer medsos, seperti dari Google, FB, Twitter, dan lain-lain.Â
Tentu Elon (sebagai narcissist) tak mau kalah dengan kepopuleran dari gerakan ini, sehingga ia pun membual menjadi bagian dari gerakan ini dengan menyarankan untuk meninggalkan medsos (meski ternyata ia tidak meninggalkan medsos, malah hendak membeli Twitter).
Penutup
Artikel saya sebelumnya mengenai medsos yang berjudul: "Media Sosial, Sebuah Dilema Baru dalam Peradaban?" membahas apa kata para ahli soal bahaya medsos. Selain itu artikel itu juga membahas apa yang perlu kita lakukan dengan medsos, terutama saat menghadapi tahun politik 2024. Tahu-tahu, sekarang Twitter hendak dikuasai oleh Elon yang ciri narcissistnya terlihat jelas sekali dan Elon baru saja ditemui oleh Luhut BP beberapa waktu lalu.
Ada banyak catatan buruk Elon yang tersebar di berbagai media, namun itu akan dianggap bias, misalnya karena dianggap sebagai suatu fenomena kecemburuan sosial.
Mengukur Elon cukup dengan mengukurnya apakah Elon adalah jawaban dari berbagai persoalan dunia? Cara mengukur Elon ini juga cara yang bagus untuk mengukur tokoh-tokoh Indonesia, terutama jika dikaitkan dengan tahun politik 2024.
M. Jojo Rahardjo
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI