Mohon tunggu...
M. Jojo Rahardjo
M. Jojo Rahardjo Mohon Tunggu... Penulis - Penulis ratusan artikel dan video seputar perkembangan neuroscience dan kaitannya dengan berbagai aspek kehidupan.

Sejak 2015 menulis ratusan artikel dan video seputar perkembangan neuroscience dan kaitannya dengan berbagai aspek kehidupan. M. Jojo Rahardjo dan berbagai konten yang dibuatnya bisa ditemui di beberapa akun medsos lain.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Puasa Ramadhan Versus Puasa Dopamine

7 April 2022   20:14 Diperbarui: 24 Juni 2024   17:57 796
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Semua kemudahan itu seperti sudah disebut di atas, membuat Anda mudah sekali mengalami kecanduan yang merugikan. Beberapa dekade terakhir sudah banyak riset yang menyatakan, bahwa kecanduan pada media sosial adalah kecanduan yang sama berbahaya dengan kecanduan lain, misalnya narkoba, karena sama-sama merusak otak. 

Sebagaimana sudah disebutkan di atas, kecanduan menghalangi munculnya keterhubungan baru antar neuros di otak. Lama-lama volume otak menyusut lebih cepat daripada usia biologis. Itu artinya fungsi otak semakin menurun.

JADI APA ITU PUASA DOPAMINE?

Puasa dopamine sebenarnya masih diperdebatkan, atau peer to peer reviewnya masih terus berlangsung hingga kini. Puasa dopamine disebut sebagai pengembangan lebih jauh dari CBT (Cognitive Behavioral Therapy) untuk mereka yang mengalami kecanduan. Namun puasa dopamine ini ditentang oleh para neuroscientists, karena tidak sejalan dengan apa yang sudah ditemukan para neuroscientists selama 3 dekade terakhir.

Puasa dopamine jauh lebih berat daripada puasa Ramadhan. Puasa dopamine meniadakan semua aktivitas yang bisa memicu keluarnya dopamine, kecuali minum air putih saja. Membaca, menonton film, mendengar musik, dan lain-lain dari dunia modern itu terlarang. Bahkan ngobrol juga dilarang, termasuk juga beradu pandang (eye contact).

Meski demikian ada beberapa aktivitas yang dianjurkan untuk dilakukan, seperti meditasi, berdoa, beribadah, melakukan kebajikan, menulis jurnal positif, melakukan olahraga ringan, dll.

Perancang puasa dopamine (Cameron Sepah) mungkin lupa, bahwa dalam beberapa kegiatan yang dianjurkan untuk dilakukan ada yang bisa memicu keluarnya dopamine, seperti melakukan kebajikan, menulis jurnal positif, meditasi, dll.

Jika puasa dopamine diklaim memberikan keberhasilan (misalnya karena ditunjukkan dari kondisi mental yang membaik atau perilaku yang membaik), namun itu bukan disebabkan oleh puasa dopamine, tetapi karena beberapa kegiatan positif yang dilakukan saat melakukan puasa dopamine yang memang dianjurkan oleh riset neuroscience, seperti meditasi, melakukan kebajikan, menulis jurnal positif, olahraga, membangun relationships, dll.

Jadi jika Anda mencari informasi tentang puasa dopamine di berbagai sumber sains, maka Anda akan menemukan banyak tulisan yang menyatakan puasa dopamine tidak diperlukan.

Selamat menjalankan ibadah puasa Ramadhan!

M. Jojo Rahardjo
Sejak 2015 menulis ratusan artikel dan video seputar perkembangan neuroscience dan kaitannya dengan berbagai aspek kehidupan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun