Mohon tunggu...
M. Jojo Rahardjo
M. Jojo Rahardjo Mohon Tunggu... Penulis - Penulis ratusan artikel dan video seputar perkembangan neuroscience dan kaitannya dengan berbagai aspek kehidupan.

Sejak 2015 menulis ratusan artikel dan video seputar perkembangan neuroscience dan kaitannya dengan berbagai aspek kehidupan. M. Jojo Rahardjo dan berbagai konten yang dibuatnya bisa ditemui di beberapa akun medsos lain.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Riset Sains Seputar Stres & Cara Mengatasinya

10 Februari 2022   10:17 Diperbarui: 24 Juli 2023   22:07 396
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar: Komunitas Membangun Positivity

Lihat itu! WHO sudah mewanti-wanti sebenarnya, agar pemerintah di manapun agar memberi perhatian pada stres, karena jika kesehatan mental atau stres diperbaiki, maka pemerintah juga yang untung (tentu masyarakat juga).

Di bagian awal tulisan ini saya tadi juga sudah menyinggung apa yang sudah disampaikan oleh para saintis di seluruh dunia, bahwa pandemi memang sangat panjang sekali. Artinya physical distancing, pakai masker, ikut vaksinasi, atau mematuhi protokol kesehatan akan terus diberlakukan. Tentu dengan tingkat atau format yang berbeda-beda.

Namun sayangnya ada yang nampak dengan jelas dilupakan, yaitu mengedukasi masyarakat agar menjaga immune systemnya. Ada banyak cara tentunya, namun ada yang paling baru, yaitu yang ditemukan oleh sains sepanjang 3 dekade terakhir.

Komunitas Membangun Positivity sudah sering menyampaikan soal itu.

Cara Baru Menurunkan Tingkat Stres

Jadi apa cara sains yang mutakhir dalam menurunkan tingkat stres?

Saya kira saya perlu menyampaikan ilustrasi singkat berikut ini untuk menggambarkan bahwa stres itu buruk dan kita harus memiliki sains untuk menghadapinya.

Begini ilustrasinya. Tentu kita pernah merasakan sebuah situasi yang membuat kita putus asa atau kita melihat ada orang yang sedang putus asa pada satu atau beberapa hal, misalnya pada prestasinya di sekolah, prestasinya di tempat kerja, hubungannya dengan orang lain atau pasangannya. Kok, prestasinya jelek atau tidak bisa meningkat, padahal rasanya sudah berusaha dengan keras. Kok rasanya tak ada bantuan dari siapapun, dan lain-lain.

Rasanya Seperti Mau Mati, kata beberapa orang yang sedang putus asa itu.

Situasi putus asa ini juga terjadi pada orang yang sedang mencari kerja, atau orang yang penghasilannya pas-pasan dan sulit meningkatkannya. Atau juga putus asa melihat hubungannya dengan orang lain yang dirasakan lebih banyak ruginya. Contoh putus asa ini tentu ada banyak sekali yang semuanya menggambarkan situasi yang menekan dan sekaligus tidak bisa melihat adanya jalan keluar yang terang.

Penjelasan sederhananya begini: Saat kita kebanjiran hormon cortisol (yang disebabkan oleh stres), karena dipicu oleh berbagai hal, maka fungsi PFC pun menurun (karena interaksinya menurun dengan beberapa bagian otak yang lain). Padahal di PFC ini kecerdasan berada (executive function). Kemampuan menemukan solusi, kreativitas, inovasi, bahkan juga soal moral ada di sini. Karena kemampuan executive function itu menurun, maka kemampuan kita melihat jalan keluar menjadi menurun. Semua menjadi buntu, yang akhirnya hanya memunculkan rasa bingung, cemas, marah, atau putus asa, yang kadang diwakili dengan kata-kata "rasanya seperti mau mati" atau "semuanya brengsek". Tidak hanya itu mereka yang putus asa ini juga terlihat menjadi mudah untuk memiliki pandangan negatif pada orang lain, atau menjadi mudah tersinggung, agresif, atau mudah membenci tanpa alasan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun