Mohon tunggu...
M. Jojo Rahardjo
M. Jojo Rahardjo Mohon Tunggu... Penulis - Penulis ratusan artikel dan video seputar perkembangan neuroscience dan kaitannya dengan berbagai aspek kehidupan.

Sejak 2015 menulis ratusan artikel dan video seputar perkembangan neuroscience dan kaitannya dengan berbagai aspek kehidupan. M. Jojo Rahardjo dan berbagai konten yang dibuatnya bisa ditemui di beberapa akun medsos lain.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

World Happiness Report Tahun 2021 dan Pandemi

21 Maret 2021   21:51 Diperbarui: 25 Maret 2023   09:55 1036
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar: worldhappiness.report

Pandemi masih belum selesai, karena proses vaksinasi masih belum selesai dan mungkin akan panjang. Sementara itu seperti dilaporkan oleh WHO di bulan Oktober 2020 lalu gelombang gangguan kesehatan mental melanda dunia. Sebagian besar orang dewasa di seluruh dunia terganggu kesehatan mentalnya. Demikian juga anak-anak.

Itu sebuah situasi yang cukup serius, karena gangguan kesehatan mental mempengaruhi produktivitas, prestasi, atau kualitas kerja. Tidak itu saja kualitas relationships dengan pasangan, keluarga dan orang lain juga terganggu. Itu belum termasuk menurunnya immune system. Padahal immune system yang paling dibutuhkan semua orang di masa pandemi ini. Kecenderungan kita pada kebaikan juga ikut terganggu.

Di tengah situasi pandemi ini, World Happiness Report (WHR) kembali diterbitkan PBB beberapa hari lalu, 20 Maret 2021. Tanggal penerbitannya itu berbarengan dengan tanggal perayaan International Day of Happiness yang telah ditetapkan PBB sejak 2012 lalu. WHR yang terbit tiap tahun ini pertama kali diterbitkan di tahun 2012.

WHR berisi daftar negeri terbahagia di dunia yang dilengkapi dengan berbagai tulisan ilmiah dari beberapa pakar yang antara lain dari bidang neuroscience, positive psychology, kebijakan publik, ekonomi dan lain-lain. Mereka adalah antara lain:

  1. John F. Helliwell, Vancouver School of Economics, University of British Columbia
  2. Richard Layard, Wellbeing Programme, Centre for Economic Performance, London School of Economics and Political Science
  3. Jeffrey D. Sachs, Professor and Director of the Center for Sustainable Development at Columbia University
  4. Jan-Emmanuel De Neve, Director, Wellbeing Research Centre, University of Oxford
  5. Lara B. Aknin, Associate Professor, Simon Fraser University
  6. Shun Wang, Professor, KDI School of Public Policy and Management
  7. Haifang Huang, Associate Professor, Department of Economics, University of Alberta
  8. Max Norton, Vancouver School of Economics, University of British Columbia

SEJARAH WORLD HAPPINESS REPORT

WHR pertama kali diterbitkan pada 1 April 2012 sebagai agenda utama rapat tingkat tinggi PBB mengenai happiness dan well-being, yakni "Well-being and Happiness: Defining a New Economic Paradigm."

Sebelumnya di bulan Juli 2011, UN General Assembly mengadopsi resolusi 65/309, yaitu Happiness: Towards a Holistic Definition of Development dalam rangka membantu berbagai pemerintah di seantero dunia dalam penyusunan kebijakan publiknya yang berkaitan dengan happiness.

Para ahli yang menyusun laporan ini sebelumnya menyusun faktor apa yang harus digunakan untuk menentukan happiness index dari tiap negeri. 

Lalu The Gallup poll mewancarai sejumlah sample dari tiap negeri di dunia dengan beberapa pertanyaan. Semua pertanyaan itu mewakili 6 faktor (yang sudah disusun sebelumnya) untuk menentukan happiness dari warga sebuah negeri, yaitu: 1. GDP per capita, dan seterusnya seperti di bawah ini:

GDP per capita

GDP per capita menggambarkan income rata-rata warga sebuah negeri. Semakin tinggi, maka semakin tinggi pula tingkat happiness. Data tiap tahun dari WHR menunjukkan itu, meski ada juga negeri yang memiliki GDP kecil tapi memiliki tingkat happiness yang tinggi, seperti Costa Rica. Income yang besar bisa digunakan untuk memperbaiki beberapa aspek kehidupan warga yang berujung pada happiness. Tak seperti yang banyak dianggap oleh orang, ternyata money can buy happiness up to a certain degree.

Social support

Social support tergambar saat orang ditanya: apakah saat ia mengalami masa sulit, ia memiliki teman atau orang yang bisa diandalkan untuk membantunya? Jika pertanyaan semacam ini dijawab ya (jawabannya hanya ya atau tidak), maka ia disebut memiliki social support.

Healthy life expectancy

Nilai Healthy life expectancy diperoleh dari data WHO berdasarkan lebih dari 100 faktor kesehatan. Semakin sehat seseorang, maka semakin memiliki happiness. Atau kebalikannya: semakin memiliki happiness, maka akan semakin memiliki kesehatan yang baik.

Freedom to make life choices

Freedom to make life choices adalah gambaran kepuasan secara umum terhadap pilihan hidup seseorang yang dipilihnya secara bebas tanpa keterpaksaan. Semakin memiliki kebebasan, maka semakin memiliki happiness. Salah satu pertanyaan yang diajukan adalah: Are you satisfied or dissatisfied with your freedom to choose what you do with your life?

Generosity

Adanya Generosity menggambarkan adanya happiness. Itu muncul dalam berbagai riset sains. Generosity bukan digambarkan hanya dengan besar uang yang didonasikan atau disedekahkan kepada orang lain, tetapi lebih luas dan lebih kompleks. Generosity menggambarkan adanya altruism, yaitu kecenderungan untuk lebih mendahulukan kepentingan orang lain daripada kepentingan diri sendiri. Meski demikian Gallup Poll mengajukan pertanyaan seperti ini: "Have you donated money to a charity in the past month?" Dengan pertanyaan seperti itu, maka Indonesia bisa mendapatkan angka generosity yang tinggi.

Perception of corruption

Adanya perception of corruption bisa mempengaruhi happiness. Ini sebenarnya juga mengenai trust antar warga dan terutama kepada pemerintah. Jika faktor ini bernilai rendah, maka warga menjadi kurang patuh pada pemerintah sebagai salah satu akibatnya. Juga munculnya rasa cemas pada setiap kebijakan pemerintah yang diambil. Warga pun mudah termakan pada hoax atau hasutan dari para politisi kotor yang membuatnya semakin tak memiliki happiness.

==o==

APA ISI WHR DI TAHUN PANDEMI INI?


Laporan tahun ini tentu saja menyoroti apa pengaruh pandemi pada happiness secara khusus dan menyoroti kehidupan sehari-hari secara umum. Bagian lain yang disoroti adalah bagaimana respon pemerintah terhadap pandemi ini yang kemudian mempengaruhi happiness warga.

Ternyata posisi rangking dari banyak negeri tak banyak berubah (dari tahun ke tahun), seperti Indonesia yang rangkingnya hanya naik sedikit dari 84 ke 82. Negeri-negeri Skandinavia dan beberapa negeri Eropa, Israel, Australia, New Zealand, tetap berada di urutan atas daftar negeri paling memiliki happiness di dunia.

Peran social support dan the perception of corruption memegang peranan penting dalam menjaga happiness tetap tinggi. Bahkan angka kematian yang tinggi di masa pandemi ini berkaitan dengan social support dan the perception of corruption ini (Chapter 2).

Dalam chapter 3, kesuksesan Asia Timur, Australia, dan New Zealand dalam menangani pandemi digambarkan dengan detil. Kepatuhan warga pada langkah yang diambil pemerintah mempengaruhi rendahnya angka terinfeksi dan angka kematian. Kondisi itu mengurangi kerugian ekonomi yang terlihat dari angka GDP yang tidak jatuh terlalu dalam.

Menurut WHR 2021 ini, negeri-negeri di Asia Timur lebih bagus melangkah dalam pandemi ini, karena memiliki pengalaman atau pengetahuan dalam menghadapi wabah sebelumnya seperti SARS dan MERS. Negeri-negeri Barat karena tak berpengalaman, mengendorkan respon terhadap pandemi pada musim panas 2020. Akibatnya muncul second wave yang lebih parah daripada first wave.

Negeri-negeri di Asia Pasifik disebut lebih sukses menangani pandemi dengan mengimplementasikan Non-Pharmaceutical Interventions (NPIs) untuk menghentikan penyebaran virus dengan cara: border controls; face-mask use; physical distancing; and widespread testing, contact tracing, and quarantining (or home isolation) of infected individuals. Di Indonesia semua itu disebut dengan protokol kesehatan.

Sedangkan negeri-negeri Atlantik Utara menderita cukup parah, karena memiliki kultur yang berbeda. Warga di sana lebih mengagungkan personal liberty dan menuntut privacy yang berlebihan yang kemudian memunculkan ketidakpatuhan pada protokol kesehatan yang ditetapkan oleh pemerintah. Mereka juga disebut lebih mudah memakan hoax, conspiracy theory atau fake news.

Gangguan Kesehatan Mental

Laporan itu juga menyebut meningkatnya gangguan kesehatan mental sebesar 47%, terutama pada kelompok yang memang sudah memiliki potensi untuk terganggu, seperti masyarakat miskin, orang muda, dan perempuan.

Pada anak-anak, gangguan kesehatan mental, terutama yang membutuhkan penanganan ahli, harus menjadi perhatian, karena anak-anak yang kesehatan mentalnya terganggu akan mempengaruhinya untuk waktu yang lama hingga di masa dewasanya kelak.

Bagaimanapun laporan yang komprehensif ini memiliki kekurangan, yaitu laporan ini tiap tahun tidak pernah dilengkapi dengan panduan lengkap bagi berbagai pemerintah di dunia tentang bagaimana memiliki cara efektif dalam meningkatkan happiness di masyarakat. Itu sebabnya sejak tahun 2017, 2018 dan 2019, Global Happiness Council menerbitkan satu panduan: Global Happiness and Well-Being Policy Report.

Tahun 2018 lalu kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro ikut hadir dalam dalam peluncuran panduan ini di World Government Summit di Dubai. Sayangnya gaung dari topik ini tak muncul di tanah air. Mungkin Pemerintah sedang sangat fokus membangun ekonomi agar nantinya masyarakat lebih memiliki happiness. Padahal berbagai riset sains telah menunjukkan jika masyarakat memiliki happiness terlebih dahulu, maka otomatis pula meningkatkan produktivitas yang artinya ekonomi (GDP) pun meningkat.

Tentu money can buy happiness (seperti riset bilang), namun happiness bisa dibangun dengan menggunakan beberapa aspek kehidupan yang lain. Kita hanya perlu belajar untuk memahami aspek kehidupan apa saja itu. Bukankah kita hidup di jaman digital, di mana akses ke berbagai informasi sekarang terbuka lebar?

M. Jojo Rahardjo
Menulis lebih dari 300 artikel tulisan dan 100 lebih video untuk mempromosikan berbagai riset sains seputar memaksimalkan fungsi otak dan kaitannya dengan produktivitas dan kesehatan tubuh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun