Mohon tunggu...
M. Jojo Rahardjo
M. Jojo Rahardjo Mohon Tunggu... Penulis - Penulis ratusan artikel dan video seputar perkembangan neuroscience dan kaitannya dengan berbagai aspek kehidupan.

Sejak 2015 menulis ratusan artikel dan video seputar perkembangan neuroscience dan kaitannya dengan berbagai aspek kehidupan. M. Jojo Rahardjo dan berbagai konten yang dibuatnya bisa ditemui di beberapa akun medsos lain.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Teror Mumbai dan Sri Lanka Bisa Dicegah?

29 April 2019   18:56 Diperbarui: 29 April 2019   21:57 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar: faktualnews.co 

Beberapa hari setelah Pilpres, teror kembali pecah. Kali ini di Sri Lanka. Beberapa gereja Katolik diserang dengan bom. Ratusan orang tewas dan jumlah korban luka lebih banyak lagi.

Yang mengherankan, buru-buru ada segelintir orang yg menegaskan, bahwa teror di gereja Katolik Sri Lanka bukan serangan bermotif agama. Padahal jelas sekali para teroris adalah orang yang beragama.

Angka kekerasan atas nama agama di Indonesia meningkat pesat sejak tahun 2004. Lingkaran Survei Indonesia (LSI Denny JA) menemukan angka yang mengkhawatirkan.

Sejak tahun 2005, lalu 2010, 2015 hingga 2018, warga pro Pancasila terus menurun dari 85,2 persen menuju 75.3 persen. Selama 13 tahun terakhir, dukungan warga kepada Pancasila menurun sekitar 10 persen. Di sisi lain, di era yang sama, pendukung NKRI bersyariah naik 9 persen. Publik yang pro NKRI bersyariah tumbuh dari 4,6% (2005) menjadi 13,2% (2018), 13 tahun kemudian.

Sebenarnya baru setahun lalu, di bulan Mei 2018, Indonesia dikejutkan oleh serangan bom di sejumlah gereja. Nampaknya masyarakat kita mudah lupa, padahal peristiwa itu cukup mengerikan. Satu keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anaknya melakukan serangan bom bunuh diri dilakukan bulan Mei 2018 lalu di Surabaya. Mereka terdiri dari Ayah: Dita Upriyanto (48), istri: Puji Kuswati (43) dan 4 anak mereka: Yusuf Fadil (18), Firman Halim (16), Fadilah Sari (12), dan Pamela Rizkita (9).

Kapolri  Jenderal Polisi Tito Karnavian dalam  konferensi persnya  menyatakan, keluarga ini baru saja kembali dari Suriah dan merupakan simpatisan Negara Islam Irak dan Syam  (ISIS) dan anggota jaringan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) dan Jamaah Ansharut Tauhid (JAT ).

Dita Upriyanto (ayah) bertugas mengemudi mobil Avanza untuk menabrak GPPS Jemaat Sawahan. Sebelum melakukan serangan ini, Dita menurunkan istrinya Puji Kuswati dan dua anak perempuannya, FS (12) dan PR (9), di GKI Diponegoro. Ketiga orang ini telah dipasangi dengan tiga buah bom yang dililitkan di pinggang.

Dalam keterangan polisi, jenazah istri dan kedua anaknya rusak di bagian perut. Sedangkan pelaku di Gereja Katolik Santa Maria Tak Bercela merupakan anak laki-laki Dita, yakni Yusuf Fadil (18) dan FH (16). Mereka mengendarai sepeda motor dan memangku bom yang akan diledakkan.

Sebelumnya, di tahun 2017 lalu Ahok gubernur Jakarta berhasil dikalahkan saat pilkada Jakarta dengan memanfaatkan isu agama dan juga memanfaatkan kelompok Islam garis keras. Bahkan isu NKRI Bersyariah dan Khilafah menjadi lebih mengemuka saat menjatuhkan Ahok ini.

Beberapa pengamat politik menyebut pilkada Jakarta adalah langkah awal dari berbagai kelompok pengusung Khilafah atau pengusung NKRI Bersyariah. Tentu ini mengerikan jika kita mengingat apa yang kemudian terjadi di Libya, Suriah dan Irak setelah kelompok seperti ini melakukan "pemberontakan" di sana.

Gambar: beredar di media sosial. 
Gambar: beredar di media sosial. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun