Saat ini Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok sedang bertarung hidup atau mati melawan BPK dalam kasus pembelian tanah milik RS Sumber Waras. JIka Ahok yang kalah maka berakhirlah karirnya dan dia masuk bui. Meskipun ia tidak menikmati uang korupsi itu, Ahok akan dinyatakan melakukan korupsi karena melakukan pembelian tanah RS Sumber Waras yang harganya dinilai kemahalan. Ia mungkin terkena pasal memperkaya orang atau pihak lain yang menyebabkan timbulnya kerugian Negara.
Bukan Ahok namanya jika ia tidak melakukan perlawanan. Maka terjadilah pertarungan antara Ahok dan BPK sebagai lembaga tinggi audit Negara. Jika BPK kalah melawan Ahok, maka kredibilitas BPK juga akan hancur. Lembaga audit Negara itu reputasinya akan rusak, tidak lagi dipercayai publik. Inilah pertarungan “head to head” yang luar biasa dan baru pertama kali dalam sejarah Indonesia.
Selama ini sudah banyak yang menilai audit BPK tidak benar, subjektif dan melenceng. Istilah yang digunakan Ahok ngaco. Ada pemprov yang mendapatkan penilaian WTP, tetapi gubernurnya terlibat kasus korupsi dan ditangkap KPK. Misalnya Gubernur Sumut yang sekarang masih dalam proses persidangan di Tipikor.
Dari kasus Sumut itu siapa yang mau percaya bahwa penilaian WTP dari BPK itu benar-benar murni dan obyektif, bukannya karena dibayar? Sekarang setiap provinsi dan Kabupaten berlomba-lomba untuk mendapatkan penilaian WTP. Para gubernur, bupati dan walikota mungkin sudah tahu dengan siapa harus berurusan, meskipun korupsi dana APBDnya besar. Karena harus membayarnya, tentu semakin besar korupsi dana APBD-nya semakin tinggi pula bayarannya kepada para audit dan pimpinan BPK.
***
Sekarang ini para pihak pembenci Ahok dan para peminat kursi gubernur DKI 2017 telah menjadikanya sebagai musuh bersama. Mereka bersatu suara, yang penting Ahok harus dikalahkan. Yang penting Ahok harus dipasangi jaket oranye KPK tanda bahwa ia ditetapkan sebagai tersangka korupsi dan ditahan.
Akan tetapi Ahok punya rumus sendiri tentang pejabat yang berhak bicara tentang korupsi. Pejabat itu harus bersedia melaporkan kekayaannya kepada BPHN, dan bersedia untuk dilakukan ‘cross check’ dari mana kekayaan itu didapatkannya. Mereka harus transparan. Buka kulit tampak isi.
Bagi Ahok hal-hal itu bukanlah masalah karena posisi harta kekayaannya terbuka dan bisa dilacak oleh khalayak setiap waktu melalui akunnya di website. Karenanya ia berani menantang pejabat untuk buka-bukaan tentang kekayaannya.
Ternyata sampai sekarang tidak ada pejabat atau tokoh yang anti Ahok yang berani menantang Ahok dalam urusan kebersihan hartanya. Soalnya siapa sih pejabat atau tokoh penantang Ahok dalam Pilgub 2017, yang hartanya bersih dan tidak terkait korupsi?
Sandiaga Uno saja yang tampangnya jujur dan santun ternyata namanya ada dalam Panama Papers, yaitu daftar orang-orang yang mendirikan perusahaan off shore di Panama atau British Virgin sland yang bebas pajak. Niat pendirian perusahaan itu tentu terkait dengan pengemplangan pajak di negeri sendiri.
***
Harry Azhar Aziz (HAA), Ketua KPK berusaha menyenggol Ahok dengan keras dalam perkara pembelian tanah RS Sumber Waras. Tapi ternyata namanya juga masuk dalam Panama Papers. Jadi pastilah ia juga punya perbuatan tidak baik. Selaku pejabat Negara yang mendapatkan penghasilan dari gaji dan tunjangan yang bisa dihitung, HAA tentu akan blepotan untuk menjelaskan asal-usul kekayaannya yang sangat besar. Soalnya untuk bisa mendirikan perusahaan off shore di luar negeri tentulah hanya bisa dilakoni oleh orang-orang yang kaya sekali. Mungkin karena merasa tidak aman, HAA menyelundupkan sebagian kekayaannya ke luar negeri.
Apalagi ia terbukti berkali-berkali berbohong. Pertama ia mengatakan tidak benar dia punya perusahaan off shore itu, tetapi kemudian mengakuinya. Kedua ia mengatakan perusaaan itu didirikan atas permintaan anaknya yang kawin dengan orang Chili. Tetapi perusahaan itu ternyata didirikan 4 tahun sebelum anaknya menikah dengan si orang Chili itu. Ketiga, pernyataan HAA bahwa perusahaannya itu tidak aktif mengindikasikan adanya motif tersembunyi "perbuatan jahat" berupa pengemplangan pajak.
Akibat melakukan kebohongan publik itu kredibilitas HAA hancur. Ia telah diminta oleh sejumlah anggota DPR untuk mundur. Bahkan ada petisi yang juga menuntut HAA mundur dari jabatannya selaku Ketua BPK. Tapi ia tidak punya rasa malu. Ia akan bertahan terus menjadi Ketua BPK, lembaga tinggi Negara bidang audit.
***
Yang menyedihkan dari para pembenci Ahok yang banyak itu, hampir semuanya pemeluk agama mayoritas (Islam) dan berasal dari etnis mayoritas pula (pribumi). Mereka seharusnya malu, karena malu menurut ajaran Islam adalah indikator dari keimanan, “al-haya’u minal iman”. Maka seharusnya ada yang berani menantang Ahok, ayo kita buka-bukaan. Aku juga kaya tanpa harus korupsi. Tapi sejauh ini belum ada yang berani.
HAA harusnya berani menantang Ahok untuk membuktikan dirinya bersih dari korupsi. Sewaktu masih mahasiswa ia pernah menjadi Ketum Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam. Tetapi setelah menjadi pejabat Negara, ternyata ia semakin serakah dan semakin lupa diri. Pada hal seharusnya ia semakin tua semakin beriman.
Sekian dan Salam
M. Jaya Nasti
Sumber antara lain :
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H