Harry Azhar Aziz (HAA), Ketua KPK berusaha menyenggol Ahok dengan keras dalam perkara pembelian tanah RS Sumber Waras. Tapi ternyata namanya juga masuk dalam Panama Papers. Jadi pastilah ia juga punya perbuatan tidak baik. Selaku pejabat Negara yang mendapatkan penghasilan dari gaji dan tunjangan yang bisa dihitung, HAA tentu akan blepotan untuk menjelaskan asal-usul kekayaannya yang sangat besar. Soalnya untuk bisa mendirikan perusahaan off shore di luar negeri tentulah hanya bisa dilakoni oleh orang-orang yang kaya sekali. Mungkin karena merasa tidak aman, HAA menyelundupkan sebagian kekayaannya ke luar negeri.
Apalagi ia terbukti berkali-berkali berbohong. Pertama ia mengatakan tidak benar dia punya perusahaan off shore itu, tetapi kemudian mengakuinya. Kedua ia mengatakan perusaaan itu didirikan atas permintaan anaknya yang kawin dengan orang Chili. Tetapi perusahaan itu ternyata didirikan 4 tahun sebelum anaknya menikah dengan si orang Chili itu. Ketiga, pernyataan HAA bahwa perusahaannya itu tidak aktif mengindikasikan adanya motif tersembunyi "perbuatan jahat" berupa pengemplangan pajak.
Akibat melakukan kebohongan publik itu kredibilitas HAA hancur. Ia telah diminta oleh sejumlah anggota DPR untuk mundur. Bahkan ada petisi yang juga menuntut HAA mundur dari jabatannya selaku Ketua BPK. Tapi ia tidak punya rasa malu. Ia akan bertahan terus menjadi Ketua BPK, lembaga tinggi Negara bidang audit.
***
Yang menyedihkan dari para pembenci Ahok yang banyak itu, hampir semuanya pemeluk agama mayoritas (Islam) dan berasal dari etnis mayoritas pula (pribumi). Mereka seharusnya malu, karena malu menurut ajaran Islam adalah indikator dari keimanan, “al-haya’u minal iman”. Maka seharusnya ada yang berani menantang Ahok, ayo kita buka-bukaan. Aku juga kaya tanpa harus korupsi. Tapi sejauh ini belum ada yang berani.
HAA harusnya berani menantang Ahok untuk membuktikan dirinya bersih dari korupsi. Sewaktu masih mahasiswa ia pernah menjadi Ketum Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam. Tetapi setelah menjadi pejabat Negara, ternyata ia semakin serakah dan semakin lupa diri. Pada hal seharusnya ia semakin tua semakin beriman.
Sekian dan Salam
M. Jaya Nasti
Sumber antara lain :