Mohon tunggu...
M. Jaya Nasti
M. Jaya Nasti Mohon Tunggu... mantan profesional -

Hanya seorang kakek yang hobi menulis agar tidak cepat pikun

Selanjutnya

Tutup

Politik

Merdeka dari Cengkeraman Sistem Ekonomi Pasar Bebas, Bisakah?

9 November 2015   11:08 Diperbarui: 10 November 2015   10:37 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akibatnya Indonesia harus mengundang investor asing setiap kali membuka tambang migas dan aneka mineral yang kita miliki. Dengan cara demikian, mereka menguasai sumberdaya alam kita. Merekalah yang mendapatkan sebesar-besar keuntungan. Hal itu terjadi karena Pemerintah tidak memiliki cadangan dana untuk melakukan investasi dengan kekuatan sendiri. Pemerintah juga tidak memiliki dana untuk membayar kompensasi pengambil alihan setelah kontrak kerjasama berakhir.

Kondisi itu akan berlangsung terus sampai dunia kiamat jika kita tidak melakukan upaya membebaskan diri. Apalagi sebagian besar sumberdaya alam kita sudah jatuh dalam pengelolaan dan penguasaan pihak asing. Data yang tersedia menunjukkan bahwa 70% tambang migas dan non migas di Indonesia dikelola oleh perusahaan asing.  Begitu pula halnya dengan usaha perkebunan kelapa sawit yang luas, perbankan, asuransi, dan sebagainya. Bahkan pasar modal Indonesia hampir seluruhnya dikuasai investor asing.  

Demikian pula halnya dengan produk-produk yang semula dimiliki bangsa Indonesia, sekarang sudah menjadi milik asing. Misalnya air kemasan merk Aqua yang menguasai lebih dari 80% pangsa pasar di Indonesia dimiliki oleh perusahaan asing dari Perancis. Pada hal airnya bersumber  dari sejumlah mata air Indonesia sendiri. Begitu pula halnya dengan rokok kretek dan non kretek. Rokok-rokok keluaran Sampurna seperti Jimsamsu dimiliki oleh perusahaan asing. Keuntungannya tentu saja mengalir ke Negara asal perusahaan asing tersebut.

Oleh sebab itu, kita semua harus mempunyai kesadaran bersama tentang kondisi keterjajajahan Indonesia di bidang Ekonomi. Untuk membebaskan diri dari cengkeraman system ekonomi pasar bebas, maka Indonesia seharusnya mulai mempersiapkan diri.

Pertama, sesuai dengan semangat Trisakti, maka Pemerintah harus berani menolak perpanjangan kontrak kerjasama  dengan pihak asing mana kala masa kontraknya habis. Mereka telah diberi kesempatan untuk mengelola sumberdaya alam Indonesia selama puluhan tahun. Sudah seharusnya mereka ikhlas menyerahkan kembali kepada Indonesia setelah masa kontrak kerjasama berakhir.

Kedua, Pemerintah dari sekarang mempersiapkan dana untuk (1) investasi pengelolaan sumberdaya alam, agar tidak semuanya diserahkan kepada pihak asing, (2) kompensasi pengambil alihan perusahaan asing yang berakhir kontrak kerjasamanya dengan Indonesia.

Sebagai contoh, Indonesia telah membayar sekitar Rp 6,5 Triliun untuk keperluan kompensasi pengambil alihan PT. Inalum di Siantar.  Bahkan untuk meneruskan pengelolaan Blok Mahakam, diperlukan dana kompensasi dan operasional sekitar Rp 25 Triliun.

Dana  itu tentu saja bersumber dari APBN atas nama penyertaaan modal bagi BUMN. Oleh sebab itu, DPR harusnya diyakinkan bahwa Indonesia memerlukan cadangan dana yang cukup besar untuk invetasi dan  kompensasi pengambil alihan. Kasus UU APBN 2016 menunjukan DPR masih melihat penyertaan modal pada BUMN dengan penuh kecurigaan dan kacamata politis.  

Bahkan dalam waktu dekat, selain Blok Mahakam (2017), pada 2021, PT. Freeport akan habis masa kontraknya. Jadi Indonesia masih punya waktu 6 tahun untuk mempersiapkan dana bagi pengambil alihan pengelolaan tambang emas dan tembaga itu.

Ketiga, menyempurnakan ketentuan kerjasama pengelolaan sumberdaya alam dengan pihak asing yang lebih menguntungkan. Misalnya ketentuan dalam kerjasama ekplorasi dan eksploitasi migas. Pola bagi hasilnya sudah bagus, yaitu 85% untuk Indonesia dan 15% untuk perusahaan asing pengelola blok migas. Yang perlu ditinjau kembali adalah ketetuan tentang apa yang disebut cost recovery yang memungkinkan terjadinya kongkalingkong, sehingga yang dibagi hanyalah sisa-sisa produksi migas yang sangat kecil.

Keempat, Pemerintah mempersiapkan BUMN-BUMN untuk mengambil alih perusahaan asing tersebut. Ada ratusan kerjasama dengan pihak asing yang satu per satu pasti berakhir masa kontraknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun