Para tokoh parpol, dalam berpidato tidak lupa meneriakkan kata Merdeka!. Pada hal Indonesia sudah 70 tahun merdeka, untuk apa lagi kata merdeka diteriakkan?.
Indonesia memang sudah 70 tahun merdeka secara politik. Apalagi Negara kita menganut prinsp bebas dan aktif dalam politik luar negeri. Tetapi Indonesia secara perlahan tapi pasti,  terjerumus dalam penjajahan di bidang ekonomi oleh negara-negara kapitalis kuat. Indonesia akhirnya tunduk pada paham neoliberalisme karena kuatnya tekanan politik multirateral melalui berbagai kartel pengelolaan perdagangan bebas seperti WTO, IMF dan Bank Dunia.Â
Paham Neoliberalisme berhasil menekan seluruh Negara di dunia untuk masuk dalam system ekonomi pasar bebas. Akan tetapi sistem ekonomi pasar bebas telah menjadikan Negara-negara yang lemah menjadi semakin lemah. Hal itu disebabkan adanya ketergantungan Negara lemah kepada Negara kuat dalam bidang keuangan, pasar, teknologi dan SDM. Masalahnya, Negara-negara lemah tersebut sama sekali tidak siap untuk memasuki pasar dan perdagangan bebas.
Maka secara regional ASEAN, sejak 2015 ini sudah memasuki era pasar bebas secara penuh. Lalu pada 2020, seluruh Negara di dunia harus membuka batas-batas kenegaraannya, terutama menghapus bea masuk yang menjadi hambatan bagi berlakunya perdagangan bebas itu.
Suatu pelajaran dari kondisi pelemahan ekonomi yang dialami Indonesia beberapa tahun terakhir, dan memuncak pada 6 bulan ini, bahwa kita seharusnya sadar  Indonesia berada dalam cengkeraman sistem ekonomi pasar bebas yang serakah.
Salah satu efek negatif dari sistem pasar bebas itu adalah adanya mata uang kuat dan mata uang lemah. Negara-negara besar yang mata uangnya kuat telah menciptakan perekonomian Indonesia melemah.  China membuat kebijakan moneter yang menguntungkan bagi pemasaran hasil produksi industrinya. Dampaknya, kurs rupiah melemah. Gubernur The Fed (Bank Central Amerika Serikat)  berunding di Washington dan memutuskan tidak jadi menaikkan suku bunganya. Dampaknya, mata uang kita bertambah anjlog nilainya.
Pada sisi lain, sistem ekonomi bebas menjadikan Negara-negara miskin yang memiliki sumber daya alam yang kaya seperti Indonesia menjadi sasaran pengurasan. Negara-negara kaya datang ke Indonesia dengan teknologi, kapital dan SDM untuk menguasai kekayaan sumberdaya alam kita. Mereka sebenarnya masuk secara sah dan legal sesuai UU Penanaman Modal Asing yang kita buat.
Akan tetapi mereka dengan licik membodohi pejabat Indonesia yang imannya kurang kuat. Akibatnya mereka mendapatkan bagian yang jauh lebih besar. Sedangkan Indonesia sebagai pemilik sumberdaya alam itu hanya kebagian ampas-ampasnya saja.
Misalnya Freeport dari Amerika mendapatkan konsensi tambang emas dan tembaga di Papua dengan kewajiban membayar royalty hanya 1% dari hasil tambang emas dan tembaga yang mereka keruk. Pada hal di negara-negara lain mereka harus membayar royalty sampai 7%.
Misalnya juga lapangan gas Tangguh di Papua yang dikelola Inggeris dan China. Mereka berhasil mengkadali pemerintahan Megawati dalam perundingan, sehingga mendapatkan gas dengan harga sangat murah untuk jangka waktu 30 tahun. Baru belakangan disadari bahwa Indonesia ketipu. Maka dilakukan renegosiasi yang hasilnya tidak jelas sampai sekarang.
Mereka, melalui pemerintahnya ikut mengatur kita dengan kedok memberikan nasehat teknis (technical assistance), agar ketergan-tungan kepada asing terus berlanjut. Mereka memberikan nesehat, agar dalam APBN tidak perlu dialokasikan dana untuk keperluan investasi pengelolaan sumberdaya alam. Nasehat itu diikuti oleh Pemerintah Indonesia.
Akibatnya Indonesia harus mengundang investor asing setiap kali membuka tambang migas dan aneka mineral yang kita miliki. Dengan cara demikian, mereka menguasai sumberdaya alam kita. Merekalah yang mendapatkan sebesar-besar keuntungan. Hal itu terjadi karena Pemerintah tidak memiliki cadangan dana untuk melakukan investasi dengan kekuatan sendiri. Pemerintah juga tidak memiliki dana untuk membayar kompensasi pengambil alihan setelah kontrak kerjasama berakhir.
Kondisi itu akan berlangsung terus sampai dunia kiamat jika kita tidak melakukan upaya membebaskan diri. Apalagi sebagian besar sumberdaya alam kita sudah jatuh dalam pengelolaan dan penguasaan pihak asing. Data yang tersedia menunjukkan bahwa 70% tambang migas dan non migas di Indonesia dikelola oleh perusahaan asing. Begitu pula halnya dengan usaha perkebunan kelapa sawit yang luas, perbankan, asuransi, dan sebagainya. Bahkan pasar modal Indonesia hampir seluruhnya dikuasai investor asing. Â
Demikian pula halnya dengan produk-produk yang semula dimiliki bangsa Indonesia, sekarang sudah menjadi milik asing. Misalnya air kemasan merk Aqua yang menguasai lebih dari 80% pangsa pasar di Indonesia dimiliki oleh perusahaan asing dari Perancis. Pada hal airnya bersumber  dari sejumlah mata air Indonesia sendiri. Begitu pula halnya dengan rokok kretek dan non kretek. Rokok-rokok keluaran Sampurna seperti Jimsamsu dimiliki oleh perusahaan asing. Keuntungannya tentu saja mengalir ke Negara asal perusahaan asing tersebut.
Oleh sebab itu, kita semua harus mempunyai kesadaran bersama tentang kondisi keterjajajahan Indonesia di bidang Ekonomi. Untuk membebaskan diri dari cengkeraman system ekonomi pasar bebas, maka Indonesia seharusnya mulai mempersiapkan diri.
Pertama, sesuai dengan semangat Trisakti, maka Pemerintah harus berani menolak perpanjangan kontrak kerjasama dengan pihak asing mana kala masa kontraknya habis. Mereka telah diberi kesempatan untuk mengelola sumberdaya alam Indonesia selama puluhan tahun. Sudah seharusnya mereka ikhlas menyerahkan kembali kepada Indonesia setelah masa kontrak kerjasama berakhir.
Kedua, Pemerintah dari sekarang mempersiapkan dana untuk (1) investasi pengelolaan sumberdaya alam, agar tidak semuanya diserahkan kepada pihak asing, (2) kompensasi pengambil alihan perusahaan asing yang berakhir kontrak kerjasamanya dengan Indonesia.
Sebagai contoh, Indonesia telah membayar sekitar Rp 6,5 Triliun untuk keperluan kompensasi pengambil alihan PT. Inalum di Siantar. Bahkan untuk meneruskan pengelolaan Blok Mahakam, diperlukan dana kompensasi dan operasional sekitar Rp 25 Triliun.
Dana  itu tentu saja bersumber dari APBN atas nama penyertaaan modal bagi BUMN. Oleh sebab itu, DPR harusnya diyakinkan bahwa Indonesia memerlukan cadangan dana yang cukup besar untuk invetasi dan  kompensasi pengambil alihan. Kasus UU APBN 2016 menunjukan DPR masih melihat penyertaan modal pada BUMN dengan penuh kecurigaan dan kacamata politis. Â
Bahkan dalam waktu dekat, selain Blok Mahakam (2017), pada 2021, PT. Freeport akan habis masa kontraknya. Jadi Indonesia masih punya waktu 6 tahun untuk mempersiapkan dana bagi pengambil alihan pengelolaan tambang emas dan tembaga itu.
Ketiga, menyempurnakan ketentuan kerjasama pengelolaan sumberdaya alam dengan pihak asing yang lebih menguntungkan. Misalnya ketentuan dalam kerjasama ekplorasi dan eksploitasi migas. Pola bagi hasilnya sudah bagus, yaitu 85% untuk Indonesia dan 15% untuk perusahaan asing pengelola blok migas. Yang perlu ditinjau kembali adalah ketetuan tentang apa yang disebut cost recovery yang memungkinkan terjadinya kongkalingkong, sehingga yang dibagi hanyalah sisa-sisa produksi migas yang sangat kecil.
Keempat, Pemerintah mempersiapkan BUMN-BUMN untuk mengambil alih perusahaan asing tersebut. Ada ratusan kerjasama dengan pihak asing yang satu per satu pasti berakhir masa kontraknya.
Keempat, Pemerintah menyiapkan SDM trampil dan ahli untuk mengelola perusahaan asing yang habis masa kontrak kerjasamanya.
Misalnya untuk mengoperasikan Blok Mahakam, kita memerlukan SDM yang mampu mengerjakan tambang minyak dan gas di laut dalam. Â Pada tahun 2021, kita harus memiliki SDM untuk menjalankan PT. Freeport dengan kegiatan pengerukan pasir emas dan tembaga serta pengolahannya menjadi batangan emas dan tembaga.
Jika hal itu terlaksana, maka Indonesia akan memasuki pasar bebas dengan semangat berdiri di atas kaki sendiri di bidang ekonomi. Semua investor asing dipersilahkan datang. Tetapi mereka harus bersedia mengikuti ketentuan dan peraturan sesuai UU yang berlaku dengan benar. Tiga puluh tahun kemudian, kita akan ambil alih dan kelola sendiri dengan kekuatan yang kita miliki.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H