Dari hasil analisis teks penerjemahan ayat Al-Qur'an diatas, dapat disimpulkan bahwa kualitas penerjemahan tersebut "sudah relevan". Penilaian ini didasarkan karena prosedur penerjemahan yang dipadukan penerjamah amat cocok, yakni dengan prosedir modulasi. Dengan tujuan meningkatkan kualitas penerjemahan dan memudahkan pembaca untuk memahami pesan yang terkandung dalam ayat Al-Qur'an tersebut.
2. Hadits
Hadits Niat
Sebagaimana hadits Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan dari jalur Umar bin Khattab RA:
عَنْ أَمِيرِ المُؤمِنينَ أَبي حَفْصٍ عُمَرَ بْنِ الخَطَّابِ رَضيَ اللهُ عنْهُ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ: إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى، فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلى اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا، أَوْ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا، فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ
Artinya : "Setiap amalan tergantung pada niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang mendapatkan apa yang ia inginkan. Siapa yang hijrah karena Allah dan Rasulnya, maka hijrahnya untuk Allah dan Rasulnya. Siapa yang hijrahnya karena mencari dunia atau karena wanita yang dinikahinya maka hijrahnya karena yang dia tuju itu. (HR Bukhari dan Muslim).
- Pertama, kalimat إِنَّمَا diartikan dalam hadist "setiap". Padahal sebagaimana yang kita ketahui bahwa arti yang seharusnya dari kalimat tersebut adalah "sesungguhnya". Mengingat kata tersebut merupakan salah satu dari huruf taukid atau disebut dengan huruf penegasan atau penekanan. Dalam ayat Qur'an diatas tidak dicantumkan terjemahannya, dengan tujuan untuk mendapatkan hasil terjemahan yang paling efektif. Hal tersebut menunjukkan bahwa penerjemah melewatkan penerjemahan kata tersebut. Maka peristiwa ini masuk ke dalam prosedur penerjemahan 'reduksi', yakni prosedur penerjemahan yang dilakukan dengan cara mengurangi atau menghilangkan bagian informasi yang ada di bahasa sumber pada bahasa sasaran.
- Kedua, kalimat الأَعْمَالُ merupakan bentuk jamak dari kata عَمَلٌ yang asal katanya adalah عَمَلَ – يَعْمَلُ . Sebagaimana yang kita ketahui artinya adalah amalan atau perbuatan. Maka dari pernyataan hadist diatas, kata الأَعْمَالُ yang diartikan "amalan" kurang tepat. Karena pada dasarnya bentuk jamak merupakan kata yang menunjukan arti banyak. Maka konteks yang tepat bisa diartikan sebagai "amalan-amalan". Selanjutnya dilihat dari susunan kalimat إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ mendefinisikan bahwa setiap amalan-amalan tergantung pada niat. Secara konstektual sudah tepat kualitas terjamahnya, jika kita ubah menjadi "setiap amalan-amalan tergantung pada niat". Hanya saja dalam penerjemahannya kurang akurat dikarenakan arti dari kalimatnya belum menggunakan arti yang sesuai dengan jamaknya. Namun demi mengurangi pemborosan kata serta memperhatikan kesesuaian dalam penerjemahan, maka penerjemah ayat tersebut pun menjelaskan kalimat tersebut dengan "amalan-amalan", yakni dengan meringkas kata "amalan". Peristiwa ini masuk ke dalam prosedur penerjemahan bernama 'Tranposisi'. Prosedur ini berkaitan dengan pengubahan dan penyesuaian struktur bahasa sumber dengan struktur bahasa sasaran.
- Ketiga, kemudian dilihat dari kata نَوَى yang merupakan fi'il muta'adiy dengan tashrifannya نوَى – يَنْوِى diartikan dalam jurnal "dia maksudkan". Kalau diterjemahkan secara harfiyah artinya adalah berniat, bermaksud, merencanakan, menentukan, atau merancang. Menurut saya penerjemahan yang lebih tepat dapat digunakan dengan konteks "ia niatkan" atau "apa yang ia inginkan (niatkan)" . Inilah fungsi niat, yaitu yang pertama untuk membedakan sedangkan fungsi yang kedua adalah untuk siapa ibadah yang kita lakukan. Namun lebih tepatnya lagi dapat diartikan "apa yang ia inginkan (niatkan)". Penerjemahan tersebut dapat lebih mudah dipahami daripada penerjemahan dalam jurnal asli yakni "dia niatkan". Peristiwa penerjemahan ini termasuk salah satu prosedur penerjemahan yang bernama 'parafrasa'. Parafrasa ini merupakan prosedur penerjemahan yang dilakukan dengan cara memberi penjelasan tentang makna dari suatu bagian teks. Dan penerjemah pun menambahkan detail informasi yang tidak terdapat dalam teks bahasa sumber.
- Keempat, selanjutnya kita lihat dalam kalimat فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ diartikan dalam jurnal "siapa yang hijrah". Kualitas terjamahan ini masih kurang tepat dari segi makna. Karna ada huruf yang belum diartikan yaitu . Sebagaimana yang kita ketahui, bahwasanya arti huruf beragam sesuai dengan kedudukan dalam suatu kalimat. Ada الفاء العاطفية (fa athofiyah) yang fungsinya untuk menghubungkan, الفاء السببية (fa sababiyah) yang fungsinya apa yang sebelumnya menjadi sebab apa yang setelahnya, الفاء الزاءدة (fa za'idah) yang fungsinya tambahan untuk menghiasi lafadz, dll. Namun pada dasarnya, setelah kita tela'ah dari konteks diatas mengarah kepada الفاء السببية (fa sababiyah) yang memiliki arti maka. Jadi arti yang tepat nya "maka siapa yang..." atau "maka barangsiapa yang..". Dalam hadits diatas tidak dicantumkan terjemahannya, dengan tujuan untuk mendapatkan hasil terjemahan yang paling efektif. Hal tersebut menunjukkan bahwa penerjemah melewatkan penerjemahan kata tersebut. Maka peristiwa ini masuk ke dalam prosedur penerjemahan 'reduksi', yakni prosedur penerjemahan yang dilakukan dengan cara mengurangi atau menghilangkan bagian informasi yang ada di bahasa sumber pada bahasa sasaran.
- Kelima, Tidak hanya sampai disitu, kita masih membahas di kalimat yang sama yaitu فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ . Dalam jurnal هِجْرَتُهُ artinya 'hijrah'. Namun menurut saya, kualitas penerjemahan ini belum sempurna. Karena, disana terdapat dhomir (kata ganti subjek) هُ yang taqdirnya هُوَ . Maka dapat diartikan dengan rinci menggunakan imbuhan -nya diakhir kata hijrah. Sehingga kata فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ dapat diterjemahkan lebih spesifik "maka siapa yang hijrahnya.." hijrah disini bukanlah perjalanan mengungsi, tapi perjalanan untuk menyelamatkan akidah Islam dibawah tekanan dan ancaman kaum kafir Quraisy.
Dari kelima hasil analisis penerjemahan hadits diatas, dapat disimpulkan bahwa kualitas penerjemahan hadist ini "sudah baik". Karena pada proses penerjemahan hadits ini, penerjemah melalui beberapa prosedur penerjemahan yakni prosedur parafrasa, traposisi, dan reduksi. Yang pastinya, hal-hal tersebut bertujuan untuk meningkatkan kualitas serta keselarasan teks terjemah dengan apa yang dimaksud dalam teks yang diterjemahkan sehingga dapat memudahkan pembaca untuk memahami maksud dari hadits diatas.
3. Qoul Sahabat/Ulama
Tentang nasihat keadaan dunia
Dalam suratnya kepada Salman, sayyidina Ali bin Abi Thalib menulis:
مَثَلُ الدُّنْيَا كَمَثَلِ الْحَيَّةِ ، لَيِّنٌ مَسُّهَا ، وَ السَّمُّ النَّاقِعُ فِي جَوْفِهَا