Mohon tunggu...
Muhammad Iman Taufik
Muhammad Iman Taufik Mohon Tunggu... Pelajar dan Wiraswasta -

Mahasiswa Pasca Sarjana UIN Suka Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Pedagang Bubur Kacang Hijau di Yogya dalam Pendekatan Sosial-Ekonomi

15 April 2016   23:16 Diperbarui: 16 April 2016   10:10 923
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam operasionalnya, rata-rata para pedagang warung burjo telah mandiri dalam artian mereka masing-masing telah memilki outlet pribadi. Namun kadang kala masih kita dapati warung burjo yang bergabung dalam hal modal, jadi ada 2 pemilik dalam satu outlet. 

Para pedagang burjo yang telah sukses berbisnis dan telah lama menetap di kota Yogya, biasanya mereka telah memiliki outlet lebih dari satu, ada yang memiliki outlet 5, 10, bahkan ada yang lebih dari 10 outlet.

Adapun dalam hal modal, pedagang burjo biasanya menyesuaikan dengan harga kontrak/sewa kios. karena bagi mereka yang paling mahal dalam usaha burjo adalah biaya sewa kios. Sebagai gambaran jika sewa kios sebesar 15.000.000/tahun, maka modal yang harus disiapkan adalah 30.000.000, karena rata-rata modal pedagang itu dua kali lipat dari sewa kios.

Kemudian dalam hal tenaga kerja, warung burjo menyerap tenaga kerja yang berasal dari Kuningan. Para pengusaha burjo mengangkat anak-anak yang sudah usia produktif dan yang putus sekolah, kemudian di didik dan selanjutnya di pekerjakan. Dengan kata lain, dengan adanya warung burjo dapat membantu program pemerintah untuk mengurangi angka pengangguran terutama di wilayah Kuningan. 

Sebagai perumpamaan  dengan adanya sekitar 2000 outlet burjo di Yogya, dan jika 1 outlet rata-rata memiliki pekerja minimal 2 orang, maka dengan adanya warung burjo di Yogyakarta dapat mengurangi pengangguran sekitar 4.000 orang di kota asalnya. Sebuah angka yang tidak sedikit dan menjadi sebuah prestasi yang patut dibanggakan dalam hal mengurangi jumlah pengangguran yang ada.

Para pedagang burjo asal Kuningan yang berada di Yogya tidak semata-mata hanya mencari profit, akan tetapi mereka juga memilki rasa solidaritas dan sosial yang tinggi baik terhadap sesama pedagang burjo, dan juga kepada masyarakat Yogya. 

Dengan demikian, dengan adanya faktor rasa kesamaan asal daerah yaitu dari Jawa Barat, khususnya dari Kuningan. kemudian mereka membentuk suatu perkumpulan/organisasi dengan nama Paguyuban Pengusaha Warga Kuningan (PPWK).

Paguyuban Pengusaha Warga Kuningan (PPWK) ini merupakan paguyuban yang beranggotakan oleh warga kuningan yang berjualan burjo di Yogya. Keterikatan satu sama lain, kebutuhan untuk menyatukan pendapat, kepedulian terhadap sesama merupakan beberapa alasan berdirinya paguyuban ini. 

Tujuan utama paguyuban ini selain untuk sarana komunikasi untuk menyatukan warga kuningan juga sebagai bentuk tanggung jawab sosial sesama warga Kuningan yang tergabung dalam paguyuban.

Awal terbentuknya Paguyuban Pengusaha Warga Kuningan (PPWK) ketika terjadi bencana gunung Merapi. Beberapa warga mengoordinir bantuan untuk korban bencana merapi, untuk melakukan penggalangan dana, dan dari penggalangan dana tersebut akhirnya terkumpul dana sekitar 15.000.000 rupiah untuk membantu para korban bencana. 

Berawal dari situlah warga Kuningan mulai berkumpul, dan terbentuklah suatu wacana untuk membentuk organisasi. Kemudian organisasi ini di bentuk dengan berlandaskan kegiatan sosial, non-politik, dan non-bisnis, sehingga tidak ada kepentingan apapun, semata-mata hanya untuk kegiatan sosial. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun