Mohon tunggu...
Mita
Mita Mohon Tunggu... Administrasi - Kerja dari rumah.

Minat yang terlalu sering berubah-ubah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Penolak Hadis dari Dulu hingga Kini

28 September 2017   15:15 Diperbarui: 29 September 2017   10:22 2093
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
gambar dari https://muslim.or.id

Kritik terhadap hadist berkisar terutama seputar keaslian laporan hadits apakah hal itu betul dari nabi Muhammad . Selain itu ada juga masalah teologis dan filosofis, yaitu apakah hadits tersebut dapat memberikan keputusan mengenai masalah hukum dan agama? Apalagi karena Quran telah menyatakan dirinya 'lengkap', ' jelas', ' sangat detil ' dan 'sempurna'.

Kritik paling awal hadis yang tercatat ada dalam tulisan Kitab Jima al-Ilm-nya Imam Syafii (767 -- 819).  Kelompok yang disebut Ahl al-Kalam menolak hadis atas dasar teologis. Argumen dasarnya adalah bahwa Quran adalah penjelasan tentang segala hal (AQ16:89). Mereka berpendapat bahwa ketaatan kepada Nabi justru terkandung dalam mematuhi Alquran yang diturunkan Allah kepadanya. Karena al Quran adalah hikmah, maka kebijaksanaan adalah keputusan khusus dari Kitab Suci. Salah satu argumen Ahl al-Kalam adalah bahwa "kumpulan hadis dipenuhi dengan tradisi yang kontradiktif, menghujat, dan tidak masuk akal."

Kelompok Mu'tazilah bisa dikatakan sebagai penerus Ahlul Kalam juga melihat perawian sunnah Nabi sebagai tidak cukup handal. Hadis, menurut mereka hanya dugaan belaka, sementara Quran itu lengkap dan sempurna, dan tidak mewajibkan hadis atau buku lainnya untuk melengkapinya.

Orientalis Prancis Barthlemy d'Herbelot (wafat tahun 1695) menulis bahwa kebanyakan dari enam buku hadis (kitab hadis yang paling penting) diambil dari Talmud. Sebuah studi yang lebih menyeluruh adalah "Al-Bukhari and the Aggadah"(1943) oleh WR Taylor, membandingkan hadits-hadits ini dengan teks-tek dari Talmud dan midrashs, dan menyimpulkan bahwa hadis-hadits ini diambil dari Talmud dan Midrash. Aggadah adalah kumpulan teks rabbi yang menggabungkan cerita rakyat, anekdot sejarah, nasehat moral, dan nasehat praktis di berbagai bidang, mulai dari bisnis hingga pengobatan. Setelah itu, dia juga mengatakan bahwa ada banyak narasi dalam literatur hadis pada umumnya, khususnya dalam kitab al-Bukhari, yang diambil dari literatur haggadik. Menurut pendapat Taylor, sejumlah besar informasi lisan, narasi, cerita, dan informasi folklorik masuk dalam literatur hadits, selama penerjemahan Talmud dan Mishnah dan setelah pembentukan hadis melalui orang Yahudi yang tinggal di Jazirah Arab, juga melalui para Bapa gereja dan komunitas Kristen.

Ahlul Quran

Ahlul Quran dapat dikatakan penolak hadist, atau quranist bahas Inggrisnya.  Quranist awal dapat ditelusuri sejak abad ke 9.  Ibrahim Al-Nazzam (hidup antara 220/835 dan 230/845) dapat dikatakan sebagai quranist (ahlul Quran) pertama yang tercatat. Dia mengungkapkan bahwa hadist ahad dan mutawatir tidak dapat dipercaya untuk menghasilkan pengetahuan. Dia memperlihatkan hadis yang bertentangan dan memeriksa kandungan berbeda (matan) mereka untuk menunjukkan mengapa mereka harus ditolak. Mereka bergantung pada memori dan bias manusia yang bisa salah, yang keduanya tidak dapat dipercaya untuk menyebarkan hal yang benar.

Al-Nazzam juga mengatakan bahwa hadis disebarkan dan berkembang untuk mendukung polemik dari berbagai sekte teologis dan ahli hukum. Dia juga tidak mempercayai konsensus karena menurutnya generasi pertama umat Islam memiliki kepribadian dan intelek yang bercacat. Penolakan Nazzam terhadap konsensus sebagai sumber hukum yang sah menjadikannya lebih ekstrim dan berbeda dari mu'tazilah. Nazzam mendirikan sebuah mazhab yang disebut Nazzamiyya yang menolak otoritas hadits dan mengandalkan Quran saja. Muridnya yang terkenal adalah al-Jahiz juga kritis terhadap orang-orang yang mengikuti hadis.

Al-Syafi'i (pendiri mazhab Syafii) menolak argumen para ahli Alquran dan menetapkan otoritas hadits dalam bukunya kitab Jima'al-'Ilm. Ibn Qutaybah menolak sebuah Argumen Nazzam melawan hadis dalam bukunya Ta'wil mukhtalif al-hadits.

Di Asia Selatan selama abad ke-19, gerakan Ahli Quran terbentuk secara parsial sebagai reaksi terhadap Ahli Hadits yang mereka anggap terlalu menekankan hadis. Banyak penganut Ahli Quran sebelumnya adalah penganut Ahli Hadits namun mendapati diri mereka tidak mampu menerima hadis tertentu. Organisasi ini dibentuk oleh Abdullah Chakralawi di Asia Selatan yang menggambarkan Quran sebagai "hadis ahsan", yang berarti hadits paling sempurna dan akibatnya tidak memerlukan tambahan apapun. Gerakannya bergantung sepenuhnya pada bab dan ayat Al Quran.

Chakralawi berpendapat bahwa Alquran sendiri adalah sumber tradisi yang paling sempurna dan dapat diikuti secara eksklusif tanpa memerlukan sumber lain. Menurut Chakralawi, Muhammad hanya menerima satu bentuk wahyu dan itu adalah Alquran. Dia berpendapat bahwa Alquran adalah satu-satunya catatan tentang hikmat Ilahi, satu-satunya sumber ajaran Muhammad, dan bahwa hal itu melebihi kumpulan hadis yang muncul kemudian.

Di Mesir pada awal abad ke-20, gagasan Alquran mempengaruhi Muhammad Tawfiq Sidqi dan tumbuh dari Salafisme yaitu penolakan terhadap taqlid. Muhammad Tawfiq Sidqi (wafat 1920) di Mesir menulis sebuah artikel berjudul 'al-Islam huwa ul-Qur'an Wahdahu' ('Islam adalah Alquran Sendiri) yang terbit di jurnal Mesir al-Manar, yang berpendapat bahwa Alquran cukup sebagai pedoman. Sidqi berpendapat bahwa hadis terlalu belakangan ketika dicatat sampai memungkinkan masuknya banyak tradisi yang tidak masuk akal atau salah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun