Enak saja si Joni, minta-minta uang buat dapetin "itu". Bukannya aku tak mau, tapi.... Kang Bocil berkeluh kesah pada dirinya sendiri, sambil mengangkat-meletakkan cangkir kopi pahit tanpa meminum isinya sediktpun. Dia tak habis pikir, bagaimana "itu" bisa menjadi primadona banyak anak muda, termasuk si Joni-jontor yang sebenarnya badannya kuat, sekuat para tetangga yang dulunya adalah petani yang hebat, yang menghasilkan padi, jagung, kacang-kacangan, dan lainnya di sawah yang subur, dengan pengairan yang hebat, tertata, dan tentu saja menghasilkan panen yang hebat.
"Tapi Kang, saya musti mendapatkan "itu", bagaimanapun, biarpun,"
"Dari mana uangnya?"
"Pokoknya kang..."
"Brapa?"
"Emm..."
Bayangkan! Uang segitu, segunung, sebukit! Bisa dibuat modal usaha Jon! Tunjuk kang Bocil pada bayangan Joni-jontor. Matanya merah, hatinya berdarah, sepertinya si adik tidak mau tahu, dan terus saja mendengung,
"Apa? Harus pake "itu"?"
"I am affraid, yes.."
"Brapa?"
"Emm..."