Mohon tunggu...
sukarti dimejo
sukarti dimejo Mohon Tunggu... Buruh - buruh harian lepas

berusaha menikmati hidup dengan menulis, terima kasih :)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

H-5 (Jangan Bertanya)

10 Februari 2023   02:50 Diperbarui: 10 Februari 2023   03:07 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Jadi kapan Mon?"

"Apanya?"

"Ahhh.. itunya...."

"Hah? Serius? Gue musti begitu?"

Ck ck ck  lima ekor cicak hampir jatuh dari pojok dinding melihat raut muka Monda yang mendadak pucat, lalu berangsur memerah, pucat lagi, lalu memerah lagi persis seperti kilatan lampu flash, hanya saja bukan gambar hasilnya, namun kilasan peristiwa-peristiwa.

"Aku bosan, capek masak baru saja diterima sudah jadi berat begini?"

"Emang"

"Maksud lu?"

"Emang berat, so jangan dibikin serius Mon"

"Hah?"

Jadi aku memang benar, ini nggak bener, musti dibuat unserious alias santai saja, toh.... Monda bergumam macam mbah dukun yang tengah merapal mantra. Dari balik gelas es teh, Andi hanya terkekeh-kekeh menyaksikan sahabat barunya mulai sedikit gila, menyoal banyaknya hal berat yang diterimanya sejak keterima kira-kira duapuluhtiga hari yang lalu.

Tringg... bunyi gelas es teh beradu

"Ehh.." Monda tersadar dari komat-kamitnya. Dua tangannya menggapai-gapai kanan atas, kiri atas, samping, depan seperti gaya siswa yang menghapus papan tulis.

"Kenapa Mon?"

"Enggak, ini tadi ada nyamuk nakal Ndi," balas Monda sekenanya, padahal sebenarnya ia sedang berusaha mengusir gambaran-gambaran peristiwa yang menghasut pemikirannya, tentang hal diterima tetapi kok berat?

Berat? Iya berat, nggak pas sama level gue dong, masak musti disiplin kayak kuda, gue kan tipe seniman, pemikir yang bebas, tidak seharusnya dikekang macam kuda penarik beban, aduhh, Monda berbicara dengan hati kecilnya sambil melotot ke Andi yang sedang mereguk es tehnya, sruputtt ahhhh....

"Ehem H -- 5 lho Mon"

"Maksud lu Ndi?" Monda bingung

"Iya H -- 5, sejak itu tuh, masih kuat?"

"Ah oh itu, ya ya gimana ya Ndi. Ini berat, nggak pas sama level gue, masak gue musti disiplin kayak kuda, gue kan tipe seniman, pemikir yang bebas, tidak seharusnya dikekang macam kuda, lagian nggak level,"

"Oh begitu Mon..."

"Kok gitu Ndi?"

"Ehem H -- 5 lho Mon, mana surat resign lu? Kata lu, nggak level, seniman, kemarin juga kata lu gajinya kecil, nggak level. So, ini H -- 5 mo gajian pertama, nggak resign? Masih mau kerja disini? Katanya nggak level..."

Tringg... bunyi gelas es teh beradu, raut muka Monda mendadak pucat, lalu berangsur memerah, pucat lagi, lalu memerah lagi persis seperti kilatan lampu flash, hanya saja bukan gambar hasilnya, namun kilasan peristiwa-peristiwa. Bagaimana ia berkenalan dengan Andi, lalu jadi teman curhat akan gajinya yang kecil tapi kerjaan berat, padahal ia lulusan sarjana strata satu desain grafis. Lalu Andi memprovokasinya dengan kalimat-kalimat pemberontakan yang begitu saja ia terima seperti api menemukan minyaknya, tapi...

"Ehem H -- 5 lho Mon, mana surat resign lu? Kata lu, nggak level, seniman, kemarin juga kata lu gajinya kecil, nggak level. So, ini H -- 5 mo gajian pertama, nggak resign? Masih mau kerja disini? Katanya nggak level..."

"Kok gitu Ndi?"

"Ndi..."

"...."

"Opset !"

10 februari 2023

H - 5 (Jangan bertanya)


 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun