Mohon tunggu...
Mimie
Mimie Mohon Tunggu... Dosen - .

.

Selanjutnya

Tutup

Indonesia Sehat Pilihan

Remaja sebagai Calon Orangtua Keren, Harus Tahu Persoalan Stunting

3 April 2022   14:11 Diperbarui: 3 April 2022   14:37 322
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Stunting bukanlah kata asing lagi saat ini. Sering terpampang nyata pada poster di dinding kantor kelurahan, puskesmas, posyandu, BKKBN bahkan di Kantor Urusan Agama. Stunting merupakan gangguan pertumbuhan yang dialami anak. Penyebabnya bisa bermacam-macam, seperti gizi buruk, infeksi berulang, stimulasi psikososial yang tidak memadai. 

Dengan kata lain, anak yang mengalami gangguan pertumbuhan maka tinggi badannya berada di bawah rata-rata anak seusianya. 

Lebih valid lagi jika tinggi badan ini dikonfirmasi dengan standar pertumbuhan anak WHO yang telah diadaptasikan ke Permenkes RI no 2 tahun 2020 tentang Standar Antropometri Anak. Bukan permen ya guys,, permen itu sejenis makanan mengandung tinggi energy yang berbahan dasar gula, air, dan sirup fruktosa, Permenkes bukan makanan, tapi produk hukum yang dikeluarkan oleh Menteri Kesehatan.

Penentuan tingkat keparahan stunting di suatu wilayah dilakukan dengan menghitung prevalensi stunting (%). Nah, di  tahun 2021, prevalensi stunting di Indonesia berdasarkan publikasi pemerintah adalah 24,4%, hampir seperempat, artinya jika ada 4 anak lagi main bersama, maka 1 diantaranya adalah stunting atau berperawakan pendek.  

Bersyukurlah jika 3 teman lainnya adalah anak berbakti kepada orang tua, anti bullying, pancasilais, dan telah tersentuh oleh revolusi mental, tidak menjadikan perawakan pendek temannya sebagai bahan untuk menjatuhkan mentalnya. 

Prevalensi stunting sebesar 24,4% berarti tingkat keparahan stunting di masyarakat Indonesia berada pada kriteria tinggi (20- <30%), masih jauh dari target pemerintah dalam RPJMN 2020-2024 bahwa angka stunting akan diupayakan menjadi 14% pada tahun 2024. Angka 14% itu masih berada pada kriteria sedang (10-<20%). 

Mengapa stunting penting untuk dicegah?

Fakta yang ditunjukkan oleh berbagai hasil riset menyebutkan bahwa status stunting pada anak secara signifikan berhubungan dengan koordinasi mata dan telinga, serta bahasa dan komunikasi. 

Anak-anak dengan tanda-tanda kekurangan gizi termasuk gangguan pertumbuhan, memiliki tingkat keterlambatan perkembangan yang tinggi. 

Jadi tumbuh dan berkembang saling terkait. Gagal tumbuh, bisa mengakibatkan gagal berkembang. Sama seperti Anda dan dia, saat berada dalam hubungan yang berkembang, maka akan merasa bahagia dan bertumbuh serta bertahan seumur hidup. 

Data dari Survey Pemantauan Longitudinal Rusia untuk tahun 2015, melaporkan bahwa tinggi badan merupakan prediktor pendapatan yang signifikan. Setiap centimeter tambahan tinggi badan, dikaitkan dengan perolehan pendapatan 0,8-2,5%.

Belum lagi dalam kaitannya dengan penyakit kronis. Sebuah hasil studi di Portugal menemukan bahwa perawakan pendek dikaitkan dengan risiko berat badan berlebih atau obesitas. 

Obesitas dapat menyebabkan penyakit arteri coroner, stoke (terutama iskemik, penyakit pasru obstruktif kronik, kanker paru-paru, diabetes mellitus tipe 2 dan 1, penyakit perlemakan hati non alkoholik, penyakit hati kronis, serta gagal ginjal akut dan kronis. 

Wiiiihhh,, mengerikan juga ternyata yaa. Stunting yang terjadi pada usia dini memiliki implikasi terhadap pencapaian tinggi badan, komposisi tubuh, dan tekanan darah, sehingga ini mungkin mempengaruhi peningkatan risiko metabolisme di hari kemudian. Maaf, di kemudian hari. 

Lalu, apa sajakah penyebab stunting pada balita? Membahas penyebab stunting itu ruwet..ruwet..ruwet, seruwet menjelaskan mengapa harga minyak goreng sudah seperti BBM, ada harga subsidi, harga normal, dan harga premium untuk jenis minyak goreng tertentu. 

Jika dikelompokkan, maka determinan stunting balita terdiri dari variabel anak, orang tua, rumah tangga, dan variabel masyarakat. Variabel anak terkait stunting yaitu bayi berat lahir rendah (BBLR), bertambahnya usia, mendapatkan MP ASI sesuai usia, frekuensi konsumsi makanan ringan yang tinggi, menderita diare akut. 

Variabel orang tua antara lain tinggi badan ibu kurang dari 145 cm, Indeks Massa Tubuh (IMT) rendah, berpendidikan rendah, mengalami kekerasan fisik, jarak kelahiran yang sempit, durasi menyusui yang lebih pendek. Selain itu, pendidikan kepala rumah tangga juga mempengaruhi kejadian stunting pada anak. 

Variabel rumah tangga antara lain rumah tangga miskin/ status ekonomi rendah, tidak memiliki akses ke air bersih, sanitasi, fasilitas toilet bersama, rumah tangga yang mengalami kerawanan pangan parah, jumlah anak di bawah lima tahun dalam rumah yang banyak. Terakhir variabel masyarakat, terdiri dari tinggal di pedesaan, tidak memiliki akses ke program layanan gizi di Puskesmas, kunjungan antenatal yang tidak memadai. 

Dari sekian determinan stunting, mengapa remaja perlu mengupdate pengetahuannya mengenai stunting?

Stunting itu siklus. Seperti hubungan yang putus-nyambung, siklus toksik seperti ini harus diputus. Stunting merupakan akumulasi ketidakcukupan zat gizi yang berlangsung lama, dimulai sejak 270 hari masa kehamilan, 730 hari setelah kehamilan sampai anak usia 2 tahun atau bahasa topnya adalah 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). 

1000 HPK ini merupakan masa kritis, periode emas  yang jika tidak dimanfaatkan sebaik-baiknya dapat menyebabkan kerusakan permanen pada kehidupan seorang anak. Remaja merupakan asset dalam upaya pencegahan stunting. 

Edukasi remaja merupakan terobosan sebab merupakan upaya peningkatan pengetahuan gizi sebelum memulai keluarga yang nantinya akan berkontribusi pada kesadaran akan kesehatan ibu dan anak di masa penting kehidupannya, termasuk memutus siklus rantai persoalan stunting. 

Defisiensi gizi pada remaja putri memiliki risiko lebih besar karena akan berdampak pada kesehatan ibu dan anak selama masa kehamilan dan melahirkan. Berbekal pengetahuan yang paripurna mengenai stunting, remaja dapat menjadi agent of change dengan berkontribusi langsung kepada masyarakat. 

Pada beberapa kasus, remaja harus menikah, hamil, dan menjadi ibu, sedangkan pengetahuan sangat terbatas dan belum aware pentingnya gizi dan stimulasi yang tepat.

Apa saja hal-hal yang perlu dilakukan remaja untuk mencegah stunting?

Pertama adalah memastikan kebutuhan zat gizi harian terpenuhi. Melakukan diet adalah sah-sah saja, asalkan dilakukan dengan benar. Diet itu bukannya tidak makan, tapi mengatur pola makan dengan tetap mengonsumsi makanan sehat dengan gizi seimbang. Bisa diintip metode “Isi Piringku”, yaitu mengisi setengah isi piring dengan buah dan sayur, seperempatnya diisi sumber protein, sisanya diisi dengan sumber karbohidrat kompleks. Jangan lupa air putihnya biar gak tersedak. 8 gelas sehari ciiin..

Kedua, mengonsumsi tablet tambah darah (TTD) untuk mencegah anemia (kurang darah), sebab remaja putri yang sehat setiap bulan mengalami menstruasi. Anemia ditandai dengan gejala mudah lelah, letih, lesu, lemah, lunglai, lebih sering pusing dan mata berkunang-kunang.  Beberapa jenis TTD berefek mual, namun bisa disiasati dengan menghindari minum TTD saat perut kosong, atau diminum saat akan tidur malam hari. Makanan beragam, bergizi, dan berimbang tetap diperlukan.

Ketiga adalah membiasakan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat sebagai salah satu cara efektif menangkal berbagai macam penyakit. Tidak merokok, mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir, mandi meskipun barusan putus cinta.

Tiga cara ini saja sebenarnya belum cukup, namun jika terlalu banyak yang ditulis dalam satu artikel, pasti malesin untuk membacanya. So, ini saja dulu. Pengetahuan remaja mengetai stunting harus selalu diupgarde, agar generasi mendatang tidak lagi terbebani dengan beban hidup yang satu ini. Ambil satu peran dalam memutus siklus stunting dengan menjadikan dirimu siap lahir  dan batin jika kelak memutuskan untuk menjadi seorang ibu. Mulailah dengan peduli akan kesehatan diri sendiri dan orang-orang tersayang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Indonesia Sehat Selengkapnya
Lihat Indonesia Sehat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun