Mohon tunggu...
Cerpen

Ketika Pisah Harus Terjadi

29 September 2016   12:16 Diperbarui: 29 September 2016   12:22 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seorang wanita muda duduk tersudut disebuah bangku kayu dicat putih, airmatanya tidak berhenti mengalir meratapi nasib belahan hati yang kini terbaring koma, hatinya terus mengumandangkan doa dan berharap keajaiban akan datang untuk membangunkan sang belahan hati yang sudah terbaring 15 bulan yang lalu, saat mobil truk menghamtamkan dirinya yang membuatnya harus terpental jauh dan berakhir disini.

"Maaf keluarga bapak Bram" tanya seorang dokter saat keluar ruangan ICU

"saya ibunya, dokter!"seorang wanita paruh baya setengah berlari menuju sang dokter, diikuti oleh beberapa dari keluarga si pasien, begitupun dengan aku, 

"saya ingin bicara dengan ibu, bisa ikut keruangan saya?" kami mengikuti langkah dokter yang membimbing kami menuju ke ruangannya, tapi hanya aku yang menemani ibunya Bram.  setelah mempersilahkan kami duduk, dokter menatap kami lekat-lekat secara bergantian dan menarik nafas dalam-dalam, seolah-olah ada hal yang kurang menyenangkan ingin dia sampaikan kepada kami.

"saat ini, kondisi anak ibu masih kritis dan tidak kunjung membaik, besar harapan hidup anak ibu 10% untuk saat ini, saya rasa sebaiknya ibu menghentikan pengobatan dan mengikhlaskan kepergian anak ibu Bram", 

"jangan hentikan pengobatannya dokter, walaupun kemungkinan hidupnya hanya 1%" kataku dengan mantap, entah kekuatan apa yang membuatku harus berkata demikian, disampingku ibunya Bram hanya bisa menangis terisak sambil memegang tanganku penuh harapan.

               Pagi ini saya berjalan lunglai menelusuri jalan stapak dibawah naungan gedung-gedung perkantoran dan pertokoan, hatiku masih gusar mengingat kata-kata yang diucapkan oleh dokter kemarin, aku berjalan sambil memegang cincin yang terpahat indah dijari manis kiriku, yach aku dan Bram sudah bertunangan, andaikan kecelakan itu tidak terjadi, aku dan Bram pasti sudah merencanakan pesta yang indah. Tiba-tiba suara bising membuyarkan lamunku, seorang nenek tua berpakaian lusuh dan bau dengan perawakan yang cukup menyeramkan digelandang seorang pria berperut tambun keluar dari sebuah toko, 

"hey nenek tua, jangan pernah lagi datang ke toko kami, kamu membuat pelanggan kami pada kabur" hardik pria tadi, kemudian melempar barang kepunyaan nenek tersebut, uang koin pun berserakan dilantai stapak toko tersebut, tidak ada kata-kata yang keluhan yang keluar dari mulut nenek tersebut, hanya kucing hitam bersamanya yang mengaung seolah merasa tidak pastas diperlakukan seperti itu oleh manusia yang merasa lebih mulia daripada manusia lainnya, aku kemudian menghampiri dan memungut koin-koin yang berserakan di lantai stapak depan toko, dua orang pria tadi hanya melihat kami didepan kaca tokonya seolah-olah siap mencegal nenek tua itu.

" apa yang nenek inginkan?" tanyaku sambil mengusap bahu renta nenek tadi, 

" kucingku saya menginginkan sepotong roti isi tuna" kata nenek tersebut sambil memperlihatkan beberapa koin yang dirasa cukup untuk membeli sepotong roti isi tuna, aku tersenyum sambil mengatupkan kembali tangannya yang berisi beberapa koin perak, kemudian beranjaklah aku menuju kedalam toko memesan beberapa potong roti isi tuna, si pelayan tersebut tersenyum saat menerima pembayaran dariku,

"anda baik sekali nona, semoga Tuhan memberikan kebahagiaan padamu"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun