Ketidakstabilan ini membuat stres finansial semakin parah, terutama jika pasangan memiliki anak yang harus disekolahkan.Â
Biaya pendidikan di Indonesia sangat mahal, belum lagi biaya lain seperti seragam, buku, dan uang transportasi. Jika orang tua tidak memiliki pendapatan stabil, mereka sering kali harus berutang untuk memenuhi kebutuhan ini.
Di sisi lain, tekanan sosial juga memperburuk keadaan. Banyak pasangan yang rela berutang hanya untuk menikah dengan pesta mewah, karena takut malu di depan tetangga.Â
Setelah menikah, ekspektasi sosial terus menghantui mereka. Pasangan diharapkan memiliki rumah sendiri, kendaraan bagus, dan gaya hidup sukses.
 Jika mereka tidak mampu memenuhi ekspektasi ini, mereka merasa gagal, bukan hanya di mata masyarakat, tetapi juga di mata pasangannya sendiri.
Kesimpulan: Apa yang Bisa Dilakukan?
Perceraian akibat kemiskinan bukan hanya masalah individu, tetapi juga masalah sistemik.Â
Ada beberapa langkah yang bisa diambil untuk mengurangi dampak buruk ini:
Pendidikan finansial sejak dini -- Pasangan perlu memahami pentingnya pengelolaan keuangan sebelum menikah.
Menghapus stigma sosial terhadap peran gender -- Beban finansial seharusnya menjadi tanggung jawab bersama, bukan hanya laki-laki.
Dukungan pemerintah -- Program bantuan bagi keluarga miskin harus lebih tepat sasaran dan memberikan solusi jangka panjang.
Komunikasi yang baik dalam rumah tangga -- Keterbukaan soal kondisi finansial dapat mencegah konflik yang lebih besar.