Data BPS 2024 menunjukkan bahwa sekitar 9,36% penduduk Indonesia atau sekitar 26 juta jiwa masih berada di bawah garis kemiskinan.Â
Namun, angka ini tidak menceritakan keseluruhan masalah. Banyak keluarga yang hidup sedikit di atas garis kemiskinan, tetapi tetap rentan secara ekonomi.Â
Mereka tidak memiliki tabungan, penghasilan hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari, dan sering kali harus berutang untuk bertahan hidup.
Kondisi ini menciptakan tekanan luar biasa dalam rumah tangga. Konflik kecil soal uang bisa berubah menjadi perdebatan besar yang berkepanjangan.Â
Anak-anak yang tumbuh dalam lingkungan ini juga ikut merasakan dampaknya.Â
Mereka kehilangan motivasi dan melihat orang tua mereka sendiri menyerah pada keadaan, menciptakan lingkaran setan kemiskinan yang sulit diputus.
Perspektif Psikologi: Financial Stress Syndrome
Fenomena perceraian akibat masalah ekonomi erat kaitannya dengan Financial Stress Syndrome, yaitu kondisi mental yang terganggu akibat tekanan ekonomi berkepanjangan.Â
Stres ini membuat pasangan tidak hanya lelah secara fisik, tetapi juga mental.
Ketika tekanan ekonomi datang, otak manusia masuk ke mode survival, yang memicu dua respons utama: fight (melawan) atau flight (menghindar).Â
Contohnya, seorang suami yang stres karena tidak bisa mencukupi kebutuhan keluarga mungkin lebih memilih menghindari konflik dengan menarik diri.Â
Sebaliknya, istri yang frustrasi dengan kondisi ini bisa menjadi lebih emosional dan gampang tersulut emosi.