Ada juga konsep cognitive load, yaitu batasan otak dalam memproses informasi.Â
Ketika pasangan terlalu sibuk memikirkan cara membayar tagihan, cicilan, atau biaya sekolah, mereka menjadi kelelahan mental.Â
Akibatnya, mereka tidak lagi memiliki energi untuk mendukung satu sama lain secara emosional. Hal ini berujung pada mudahnya terjadi konflik, kesalahpahaman, hingga akhirnya perceraian.
Selain itu, ada istilah displaced aggression, di mana seseorang melampiaskan frustrasinya pada orang terdekat, bukan pada sumber masalahnya.Â
Suami yang kesal karena tekanan pekerjaan bisa melampiaskan kemarahannya pada istri.Â
Sebaliknya, istri yang stres karena keuangan bisa meluapkan emosinya kepada suami. Semua ini memperburuk hubungan rumah tangga dan meningkatkan risiko perceraian.
Ekspektasi Gender dan Budaya Patriarki
Di masyarakat kita, masih banyak ekspektasi gender yang membebani pasangan.Â
Laki-laki diharapkan menjadi pencari nafkah utama, sementara perempuan dianggap harus mengurus rumah dan anak.Â
Namun, bagaimana jika realitas tidak sesuai ekspektasi? Misalnya, seorang suami yang bekerja keras setiap hari tetapi penghasilannya hanya cukup untuk kebutuhan dasar.Â
Ketika pasangan mulai merasa tidak puas dengan kondisi ini, konflik pun mulai muncul.Â
Dari sisi perempuan, mereka juga menghadapi tantangan.Â