Berbelanja juga dapat menjadi cara untuk mengalihkan perhatian dari perasaan negatif.Â
Lampu neon yang terang dan pajangan berwarna-warni di pusat perbelanjaan, misalnya, mampu membantu seseorang melupakan sejenak realitas yang sedang dihadapi.Â
Aktivitas ini juga berlaku saat seseorang berbelanja secara daring, karena browsing produk dapat memberikan distraksi yang serupa.
Distraksi ini penting, terutama bagi mereka yang merasa terbebani oleh tekanan hidup sehari-hari.Â
Dengan fokus pada pengalaman belanja, seseorang dapat memberikan waktu bagi otaknya untuk beristirahat dari stres dan kecemasan.
4. Memberikan Rasa Prestasi
Ketika seseorang membeli sesuatu yang telah lama diinginkan atau bahkan menemukan barang dengan harga diskon, ada rasa prestasi yang dirasakan.Â
Rasa ini dapat memberikan motivasi dan kebahagiaan tambahan, terutama jika barang yang dibeli memiliki nilai personal atau utilitas yang tinggi.Â
Misalnya, membeli pakaian baru untuk wawancara kerja dapat memberikan dorongan percaya diri sekaligus meningkatkan suasana hati.
Risiko Retail Therapy
Walaupun memiliki sejumlah manfaat, retail therapy juga memiliki risiko jika tidak dilakukan dengan bijak. Berikut adalah beberapa risiko yang perlu diperhatikan:
1. Perilaku Konsumtif
Salah satu kritik utama terhadap retail therapy adalah potensinya untuk mendorong perilaku konsumtif.Â
Jika seseorang tidak mampu mengendalikan pengeluarannya, mereka bisa saja menghabiskan uang untuk barang-barang yang sebenarnya tidak diperlukan. Hal ini dapat menyebabkan masalah keuangan di kemudian hari.