Mohon tunggu...
Muzamil Misbah
Muzamil Misbah Mohon Tunggu... Freelancer - Orang biasa yang gemar baca buku, makan dan jalan-jalan

Suka menulis tentang ekonomi dan puisi, financial literacy enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Obsesi iPhone di Indonesia, Ketika Gengsi Mengalahkan Logika Finansial

8 Januari 2025   06:00 Diperbarui: 7 Januari 2025   10:57 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Contohnya, di lingkungan pergaulan anak muda, mereka yang membawa ponsel Android murah sering kali diabaikan, sementara mereka yang menggunakan iPhone mendadak menjadi pusat perhatian. 

Hal ini menciptakan hierarki sosial baru berbasis konsumsi barang, yang ironisnya tidak didasarkan pada nilai atau pencapaian sebenarnya.

FOMO, Media Sosial, dan Budaya Gengsi

Gengsi memiliki kekuatan besar dalam membentuk perilaku, terutama di Indonesia. Fenomena ini didukung oleh FOMO (fear of missing out) atau rasa takut ketinggalan. 

Media sosial memperburuk keadaan dengan menjadi alat pamer yang efektif. Saat scrolling di Instagram, TikTok, atau Twitter, Anda akan sering melihat orang-orang memamerkan iPhone baru mereka---mulai dari video unboxing hingga hasil jepretan kamera.

Jika Anda berada dalam lingkungan yang semuanya menggunakan iPhone terbaru, Anda mungkin merasa "tidak nyambung" ketika mereka membicarakan fitur-fitur baru. 

Ketakutan ini menciptakan tekanan sosial untuk ikut memiliki iPhone agar tidak tertinggal dan tetap diakui. Ini adalah siklus konsumsi yang tidak sehat.

Budaya pamer di media sosial juga memperkuat tekanan ini. Orang sering memamerkan barang-barang mahal, seperti jam tangan, sepatu, atau iPhone. 

Di balik unggahan tersebut, ada pesan tersembunyi: mereka ingin menunjukkan bahwa mereka memiliki barang tersebut, dan orang lain tidak. Hal ini memicu rasa iri dan kebutuhan untuk "mengejar" agar tidak kalah.

Apple: Menjual Gaya Hidup, Bukan Teknologi

Apple dikenal sebagai perusahaan yang unggul dalam perang persepsi. Mereka tidak sekadar menjual produk, tetapi juga menjual pengalaman dan gaya hidup. 

Iklan iPhone jarang membahas spesifikasi teknis, seperti RAM atau kapasitas baterai. Sebaliknya, mereka fokus pada cerita emosional---bagaimana iPhone dapat membuat momen keluarga lebih bermakna atau membuat Anda merasa seperti sutradara profesional dengan fitur kamera mereka.

Strategi ini bekerja dengan sangat efektif, terutama di Indonesia, di mana banyak orang membeli barang berdasarkan emosi, bukan logika.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun