Ironisnya, media sosial juga menciptakan ilusi bahwa pernikahan harus besar dan glamor.Â
Kalimat seperti "pernikahan itu cuma sekali seumur hidup" sering menjadi pembenaran untuk pengeluaran besar yang sebenarnya tidak realistis.Â
Namun, di sisi lain, ada pasangan yang viral karena memilih pernikahan sederhana. Mereka justru mendapatkan dukungan positif dari masyarakat, karena fokus pada makna pernikahan, bukan pada pestanya.
Realita di Balik "Sekali Seumur Hidup"
Pernikahan sering dianggap sebagai momen sekali seumur hidup. Namun, apakah pesta mewah benar-benar menjamin kebahagiaan?Â
Statistik perceraian di Indonesia menunjukkan bahwa angka perceraian terus meningkat, bahkan di kalangan pasangan muda. Ini membuktikan bahwa pesta mewah tidak pernah menjadi jaminan hubungan yang harmonis.
Pola pikir "sekali seumur hidup" sering kali dijadikan alasan untuk mengambil keputusan finansial yang tidak realistis.Â
Orang lupa bahwa hidup tidak hanya soal satu hari itu, tetapi perjalanan panjang yang harus dijalani setelahnya.Â
Banyak pasangan baru yang harus menghadapi kenyataan pahit berupa utang yang harus dicicil bertahun-tahun.
Budaya Ngutang Demi Gengsi
Di beberapa tempat di Indonesia, ngutang untuk pesta pernikahan sudah menjadi hal yang biasa. Ada keluarga yang rela meminjam uang dari bank demi pesta besar, meskipun tahu bunga dan risikonya tinggi.Â
Masalahnya, siapa yang akhirnya harus menanggung beban utang ini? Pasangan baru, yang seharusnya memulai hidup bersama dengan stabilitas finansial, justru memulai dengan kondisi minus.
Budaya ini menciptakan lingkaran setan. Pasangan yang baru menikah sering kali tidak memiliki tabungan atau cadangan darurat, hanya utang yang terus mengejar.Â