Mereka cenderung melakukan apa saja, termasuk cara-cara yang dianggap tidak etis, demi mendapatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup.
2. Kebutuhan Validasi Sosial
TikTok menawarkan peluang besar untuk mendapatkan validasi sosial melalui views, likes, dan gift. Dalam psikologi, kebutuhan akan pengakuan dari orang lain dikenal sebagai social validation.Â
Ketika seorang kreator mendapatkan gift atau perhatian dari penonton, ada kepuasan emosional yang mereka rasakan, yang membuat mereka merasa dihargai.
3. Fenomena Self-Objectification
Self-objectification terjadi ketika seseorang mulai melihat dirinya sebagai objek yang dinilai berdasarkan pandangan orang lain.Â
Mereka yang terus-menerus tampil di media sosial demi perhatian eksternal dapat kehilangan identitas diri yang stabil, karena harga diri mereka bergantung pada jumlah gift atau apresiasi yang diterima.
Kontroversi di Kalangan Penonton
Fenomena joget demi gift juga menimbulkan perdebatan di kalangan penonton. Ada yang mengkritik tren ini sebagai bentuk eksploitasi diri yang didukung oleh penonton melalui pemberian gift.Â
Namun, ada pula yang berpendapat bahwa pemberian gift adalah bentuk apresiasi yang sah.
1. Apresiasi atau Eksploitasi?
Pendukung pemberian gift menganggap ini sama seperti memberi tip kepada musisi jalanan atau penghibur lainnya.Â
Namun, kritik datang dari mereka yang berpendapat bahwa gift justru memperparah fenomena hiburan murahan, di mana kreator hanya mengejar perhatian tanpa mempertimbangkan nilai moral atau etika.
2. Dampak Konsumtif
Fenomena gift juga menunjukkan sisi konsumtif masyarakat di era digital. Tak sedikit penonton yang rela menghabiskan uang mereka untuk memberikan gift virtual, meskipun manfaat nyata dari gift tersebut hanya sebatas hiburan.
Dampak Sosial dan Etis
Fenomena joget demi gift membawa dampak yang lebih luas, tidak hanya bagi para kreator, tetapi juga bagi masyarakat secara keseluruhan.