Vietnam telah menjadi pusat produksi yang populer bagi berbagai perusahaan teknologi global, termasuk Apple, karena keberadaan ekosistem yang terintegrasi.Â
Di negara tersebut, Apple memiliki akses ke lebih dari 70 pemasok yang dapat menyediakan berbagai komponen yang diperlukan untuk produksi.Â
Ekosistem pemasok lokal yang kuat memungkinkan perusahaan untuk mendapatkan bahan baku dengan lebih cepat dan murah dibandingkan jika mereka harus mengimpor dari negara lain.
Sebagai perbandingan, di Indonesia hanya ada dua pemasok lokal yang memenuhi standar Apple, sehingga proses produksi menjadi jauh lebih rumit dan mahal.Â
Ketika perusahaan harus mengimpor komponen atau bahan baku dari luar negeri, ini tidak hanya meningkatkan biaya, tetapi juga menambah waktu yang diperlukan untuk produksi.Â
Bagi Apple, hal ini berpotensi menghambat efisiensi dan meningkatkan risiko dalam rantai pasokan. Oleh karena itu, memilih Vietnam sebagai basis produksi adalah keputusan yang lebih masuk akal secara ekonomi.
Tantangan Membangun Ekosistem di Indonesia
Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi pusat produksi teknologi di Asia Tenggara, namun saat ini ekosistem yang mendukung industri tersebut masih terbatas.Â
Membangun ekosistem yang matang membutuhkan waktu dan kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, serta pelaku industri lokal. Beberapa tantangan utama dalam pengembangan ekosistem ini adalah:
1. Jumlah Pemasok Lokal yang Terbatas
Indonesia memiliki keterbatasan dalam jumlah pemasok lokal yang mampu memproduksi komponen yang memenuhi standar internasional.Â
Hal ini menjadi kendala besar bagi perusahaan multinasional yang membutuhkan berbagai komponen dalam jumlah besar dan berkualitas tinggi.Â
Untuk memenuhi kebutuhan produksi, perusahaan harus mencari pemasok yang bisa menyediakan komponen yang sesuai, namun sayangnya, jumlah pemasok tersebut masih sangat terbatas di Indonesia.