Di saat keuangan negara sedang menghadapi tekanan, pembayaran pensiun yang besar dan terus bertambah jumlahnya untuk para mantan anggota DPR semakin membebani anggaran.Â
Saat ini, negara tengah menghadapi berbagai tantangan ekonomi, termasuk defisit anggaran, utang yang meningkat, dan kebutuhan untuk membiayai program-program kesejahteraan sosial.Â
Namun, sebagian anggaran yang besar masih dialokasikan untuk pembayaran pensiun anggota DPR dan keluarganya, yang jumlahnya semakin bertambah.
Kebijakan ini tentu saja menimbulkan pertanyaan tentang prioritas negara dalam pengelolaan anggaran.Â
Apakah adil jika anggaran yang seharusnya digunakan untuk membiayai pendidikan, kesehatan, dan program-program pengentasan kemiskinan justru dialokasikan untuk membiayai pensiun seumur hidup para mantan wakil rakyat yang hanya bekerja dalam jangka waktu singkat?
Desakan untuk Merevisi Kebijakan Pensiun DPR
Melihat kondisi yang tidak adil dan beban keuangan yang semakin berat, banyak pihak yang mendesak agar kebijakan pensiun anggota DPR ini segera dievaluasi dan direvisi.Â
Revisi UU terkait pensiun anggota DPR menjadi langkah yang mendesak, terutama untuk meringankan beban negara dan menciptakan rasa keadilan sosial.
Salah satu opsi yang dapat dipertimbangkan adalah memberlakukan kebijakan pensiun yang lebih proporsional bagi anggota DPR.Â
Misalnya, pensiun hanya diberikan setelah mereka menjabat dalam beberapa periode atau masa kerja tertentu, bukan hanya berdasarkan satu periode jabatan lima tahun.Â
Selain itu, pensiun seumur hidup yang diwariskan kepada anak-anak dapat dihapuskan atau dibatasi untuk kondisi tertentu, seperti jika anak-anak tersebut cacat atau memerlukan bantuan khusus.
Keadilan untuk Semua Pihak
Tidak hanya ASN yang merasa kebijakan pensiun anggota DPR ini tidak adil, tetapi juga masyarakat umum.Â