Apakah Anda merasa tabungan Anda semakin menipis setiap tahunnya? Jika iya, Anda tidak sendirian.Â
Data terbaru yang dirilis oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menunjukkan bahwa saldo tabungan masyarakat Indonesia mengalami penurunan dalam lima tahun terakhir.Â
Fenomena ini, yang dikenal dengan istilah "makan tabungan" atau Mantab, menjadi perhatian banyak pihak karena mencerminkan kondisi ekonomi yang semakin menantang, terutama di kalangan menengah ke bawah.
Apa Itu "Makan Tabungan" alias Mantab?
"Makan tabungan" adalah istilah yang mulai populer di Indonesia untuk menggambarkan kondisi di mana saldo tabungan masyarakat semakin berkurang dari waktu ke waktu.Â
Biasanya, tabungan digunakan sebagai penyangga finansial dalam menghadapi kondisi darurat atau untuk memenuhi kebutuhan yang tidak terduga.Â
Namun, dalam beberapa tahun terakhir, semakin banyak orang yang harus mengurangi simpanan mereka untuk menutupi kebutuhan sehari-hari.
Fenomena ini terlihat dari data LPS yang mencatat penurunan jumlah rekening dengan saldo di bawah Rp100 juta.Â
Lebih dari itu, rekening dengan saldo kecil ini justru mengalami pertumbuhan tertinggi sepanjang tahun, artinya lebih banyak orang yang memiliki tabungan dalam jumlah kecil atau bahkan mengalami penurunan saldo signifikan dari sebelumnya.
Hal ini memunculkan pertanyaan, mengapa fenomena ini terjadi? Apa yang mendorong masyarakat untuk semakin sering menarik tabungan mereka?
Faktor-faktor yang Memengaruhi Penurunan Tabungan
Penurunan saldo tabungan di kalangan masyarakat Indonesia bukanlah fenomena yang terjadi secara tiba-tiba. Ada berbagai faktor yang berkontribusi, dan di antaranya yang paling menonjol adalah:
1. Penurunan Daya Beli Masyarakat
Salah satu faktor utama yang menyebabkan saldo tabungan menurun adalah penurunan daya beli masyarakat, terutama di kalangan menengah ke bawah.Â
Banyak keluarga menghadapi kondisi ekonomi yang semakin sulit, sehingga tabungan yang mereka miliki digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Penurunan saldo tabungan ini paling banyak terjadi pada kelompok masyarakat dengan pendapatan menengah ke bawah.Â
Segmen ini paling rentan terhadap perubahan kondisi ekonomi dan sering kali harus mengorbankan tabungan mereka untuk bertahan hidup.
2. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
Fenomena "makan tabungan" ini juga sangat erat kaitannya dengan peningkatan angka Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), yang semakin memburuk selama masa pandemi COVID-19.Â
Banyak perusahaan yang mengalami penurunan pendapatan sehingga harus mengurangi jumlah karyawannya.Â
Bagi banyak pekerja yang terkena PHK, tabungan menjadi sumber daya utama yang bisa digunakan untuk bertahan hidup hingga mereka menemukan pekerjaan baru.Â
Sayangnya, untuk banyak orang, masa ini memakan waktu lebih lama dari yang diharapkan.
PHK massal ini menyebabkan ketidakstabilan finansial yang sangat besar di kalangan masyarakat, memaksa mereka untuk menggunakan tabungan yang sebelumnya mereka simpan untuk kebutuhan mendesak atau masa pensiun.
3. Inflasi dan Kenaikan Harga Barang
Selain PHK, inflasi dan kenaikan harga barang kebutuhan pokok juga menjadi salah satu penyebab utama berkurangnya tabungan masyarakat.Â
Inflasi menggerogoti daya beli masyarakat karena harga-harga barang dan jasa naik, sementara pendapatan tetap atau bahkan menurun.Â
Akibatnya, masyarakat terpaksa menggunakan tabungan mereka untuk menutupi selisih antara pendapatan dan pengeluaran.
Sejak pandemi dan ketidakstabilan ekonomi global, inflasi di Indonesia cenderung meningkat.Â
Barang-barang kebutuhan dasar seperti makanan, bahan bakar, dan biaya transportasi mengalami kenaikan harga yang signifikan, menambah tekanan pada anggaran rumah tangga.
4. Kebutuhan Darurat yang Tidak Terduga
Banyak keluarga juga terpaksa menarik tabungan mereka untuk menghadapi kebutuhan darurat yang tidak terduga, seperti biaya kesehatan, perbaikan rumah, atau kendaraan.Â
Kurangnya asuransi atau perlindungan keuangan lainnya memaksa banyak orang untuk mengandalkan tabungan pribadi mereka ketika keadaan darurat muncul.
Misalnya, selama pandemi, banyak keluarga yang harus menanggung biaya pengobatan atau isolasi mandiri, sementara asuransi atau bantuan kesehatan dari pemerintah tidak mencukupi.
Dampak Jangka Panjang Fenomena Mantab
Penurunan saldo tabungan secara luas tentu membawa dampak signifikan, baik bagi individu maupun perekonomian secara keseluruhan. Beberapa dampak yang muncul antara lain:
1. Kehilangan Jaringan Keamanan Finansial
Tabungan biasanya berfungsi sebagai jaringan keamanan finansial bagi banyak orang.Â
Ketika tabungan berkurang, individu dan keluarga menjadi lebih rentan terhadap guncangan ekonomi atau kejadian tak terduga.Â
Kehilangan pekerjaan atau kenaikan harga barang bisa menjadi masalah yang jauh lebih besar ketika seseorang tidak memiliki cukup dana cadangan untuk menanganinya.
Dalam jangka panjang, hilangnya tabungan ini juga bisa mengurangi kesempatan bagi seseorang untuk melakukan investasi, baik untuk pendidikan anak, usaha baru, maupun rencana pensiun.Â
Akibatnya, masyarakat menjadi semakin sulit untuk meningkatkan taraf hidup mereka.
2. Dampak pada Sistem Perbankan
Fenomena ini juga berdampak pada sistem perbankan. Dengan saldo tabungan yang terus berkurang, bank mungkin menghadapi masalah likuiditas, terutama jika masyarakat semakin sering menarik simpanan mereka.Â
Hal ini bisa menyebabkan peningkatan ketergantungan bank pada sumber pendanaan lain, seperti kredit atau pinjaman antarbank, yang pada akhirnya bisa berdampak pada stabilitas keuangan perbankan itu sendiri.
Bank juga cenderung menjadi lebih berhati-hati dalam memberikan pinjaman, terutama kepada segmen masyarakat yang dianggap berisiko tinggi atau yang memiliki saldo tabungan yang kecil.Â
Akibatnya, akses kredit bagi masyarakat menengah ke bawah bisa semakin terbatas.
3. Penurunan Konsumsi dan Pertumbuhan Ekonomi
Penurunan tabungan juga bisa berdampak pada penurunan konsumsi masyarakat.Â
Ketika seseorang terpaksa menggunakan tabungan mereka untuk memenuhi kebutuhan dasar, mereka cenderung menunda atau membatasi pembelian barang dan jasa non-esensial.Â
Ini berdampak negatif pada pertumbuhan ekonomi, terutama di sektor konsumsi.
Kurangnya konsumsi masyarakat berarti lebih sedikit permintaan barang dan jasa, yang pada akhirnya bisa memperlambat pemulihan ekonomi dari krisis atau resesi.Â
Pengurangan konsumsi ini juga bisa memicu lebih banyak PHK, menciptakan lingkaran setan yang memperburuk kondisi ekonomi.
Harapan untuk Pemulihan Ekonomi dan Kesehatan Tabungan
Meskipun kondisi saat ini tampak suram, ada harapan bahwa situasi ekonomi bisa membaik dalam beberapa tahun ke depan. Sejumlah faktor yang bisa mendorong pemulihan antara lain:
1. Pergantian Kepemimpinan dan Stabilitas Politik
Seperti yang kita ketahui, situasi politik di Indonesia sangat mempengaruhi stabilitas ekonomi.Â
Pergantian kepemimpinan negara melalui pemilu atau Pilkada sering kali menjadi titik balik dalam perekonomian, terutama jika kebijakan yang diambil oleh pemimpin baru dapat mengatasi masalah-masalah utama yang memengaruhi masyarakat, seperti pengangguran, inflasi, dan ketidakstabilan harga.
Stabilitas politik yang lebih baik bisa meningkatkan kepercayaan pasar dan investasi asing, yang pada akhirnya akan menciptakan lapangan kerja baru dan meningkatkan daya beli masyarakat.
2. Penurunan BI Rate
Langkah-langkah yang diambil oleh Bank Indonesia, seperti penurunan suku bunga acuan (BI Rate), juga diharapkan bisa merangsang pertumbuhan ekonomi.Â
Penurunan BI Rate akan mendorong bank untuk memberikan kredit dengan bunga yang lebih rendah, sehingga masyarakat bisa lebih mudah mendapatkan pembiayaan untuk konsumsi maupun usaha.Â
Dengan suku bunga yang lebih rendah, diharapkan konsumsi dan investasi bisa meningkat, yang pada akhirnya akan meningkatkan saldo tabungan masyarakat.
3. Pemulihan Pasca Pandemi
Krisis yang diakibatkan oleh pandemi COVID-19 secara perlahan mulai pulih, dan dengan pemulihan ini, diharapkan sektor-sektor yang terkena dampak paling parah, seperti pariwisata, manufaktur, dan UMKM, bisa kembali tumbuh.Â
Ketika ekonomi mulai bergerak ke arah pemulihan, diharapkan akan ada peningkatan pendapatan masyarakat, yang pada gilirannya memungkinkan mereka untuk mulai menabung lagi.
Penutup: Bagaimana dengan Tabungan Anda?
Fenomena makan tabungan atau Mantab adalah realitas yang dihadapi oleh banyak masyarakat Indonesia saat ini.Â
Penurunan saldo tabungan menjadi cerminan tekanan finansial yang dialami masyarakat, terutama mereka yang berada di segmen menengah ke bawah.Â
Namun, meskipun situasi ini terlihat menantang, ada harapan untuk pemulihan di masa depan, terutama jika ekonomi bisa kembali stabil dan daya beli masyarakat meningkat.
Jadi, bagaimana dengan Anda? Apakah saldo tabungan Anda masih aman, atau justru semakin berkurang akibat tekanan ekonomi yang Anda hadapi? Tetap optimis dan rencanakan keuangan Anda dengan bijak untuk menghadapi tantangan ke depan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H