Penetrasi internet yang tinggi di Indonesia, yang merupakan salah satu yang tercepat di dunia, memberikan akses luas bagi generasi muda untuk terpapar gaya hidup konsumtif.Â
Media sosial memicu perasaan Fear of Missing Out (FOMO), di mana individu merasa takut ketinggalan tren atau gaya hidup tertentu yang ditampilkan oleh orang lain.Â
Hal ini akhirnya mendorong mereka untuk terus mengikuti gaya hidup tersebut, meskipun sebenarnya mereka tidak mampu secara finansial.
FOMO ini sering kali muncul ketika seseorang melihat teman atau influencer di media sosial memamerkan barang-barang mewah, liburan ke luar negeri, atau gaya hidup glamor lainnya.Â
Meskipun terlihat menyenangkan di permukaan, namun di balik itu, banyak dari mereka yang harus mengorbankan stabilitas keuangan mereka demi memenuhi ekspektasi sosial yang tidak realistis.Â
Ketika individu terus-menerus membandingkan hidup mereka dengan kehidupan yang ditampilkan di media sosial, mereka merasa tertekan untuk mengikuti tren tersebut, yang pada akhirnya memicu perilaku doom spending.
YOLO dan Kurangnya Literasi Keuangan
Selain FOMO, banyak generasi muda yang juga mengadopsi pola pikir 'You Only Live Once' (YOLO), di mana mereka merasa bahwa hidup ini harus dinikmati sepenuhnya tanpa perlu terlalu memikirkan masa depan.Â
Prinsip ini memang memberikan kebebasan untuk menikmati hidup saat ini, namun di sisi lain, tanpa perencanaan keuangan yang baik, hal ini justru bisa berdampak buruk pada masa depan mereka.
Kurangnya literasi keuangan di kalangan generasi muda turut memperparah situasi ini.Â
Banyak dari mereka yang tidak memahami pentingnya pengelolaan keuangan yang baik, seperti menabung, berinvestasi, atau mengatur pengeluaran sesuai dengan kemampuan.Â
Alih-alih, mereka lebih memilih untuk membelanjakan uang untuk barang-barang yang sebenarnya tidak terlalu dibutuhkan, hanya demi kepuasan sesaat. Padahal, dalam jangka panjang, perilaku ini bisa membawa mereka ke dalam masalah keuangan yang serius.