Mohon tunggu...
Muzamil Misbah
Muzamil Misbah Mohon Tunggu... Freelancer - Orang biasa yang gemar baca buku, makan dan jalan-jalan

Suka menulis tentang ekonomi dan puisi, financial literacy enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

The Backward Law: Mengapa Pengejaran Kebahagiaan Justru Membuat Kita Sengsara

26 September 2024   06:00 Diperbarui: 26 September 2024   10:49 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering kali terdorong untuk mengejar kebahagiaan dan pengalaman positif. 

Namun, tahukah kamu bahwa usaha kita yang mati-matian untuk meraih hal-hal ini bisa membuat kita merasa semakin tertekan? 

Konsep the backward law mengajak kita untuk merenungkan paradoks ini. 

Melalui pemahaman yang lebih mendalam, kita bisa menemukan cara untuk mengubah perspektif kita terhadap pengalaman buruk dan baik dalam hidup.

Apa Itu The Backward Law?

The backward law adalah ide yang menunjukkan bahwa semakin keras kita berusaha untuk mencapai kebahagiaan atau kepuasan, semakin jauh kita dari tujuan tersebut. 

Alih-alih membuat kita bahagia, pengejaran ini justru bisa mengakibatkan pengalaman negatif. 

Kita sering menganggap bahwa kebahagiaan harus dicapai melalui usaha yang maksimal, tetapi kenyataannya, terlalu fokus pada hasil bisa menyebabkan ketidakpuasan.

Kebahagiaan dan Pengejaran yang Tak Berujung

Dalam kehidupan sehari-hari, kita semua tentu menginginkan kebahagiaan, cinta, dan kepuasan. 

Kita seringkali berpikir bahwa jika kita bekerja cukup keras dan berusaha sekuat tenaga untuk mencapai tujuan tersebut, kita akan mendapatkan hasil yang diinginkan. 

Namun, bukankah ironis ketika kita menyadari bahwa semakin keras kita berjuang untuk meraih kebahagiaan, semakin kita mengingatkan diri bahwa ada sesuatu yang kurang dalam hidup kita saat ini?

Berhentilah sejenak dan refleksikan. Ketika kita terjebak dalam pengejaran terus-menerus ini, kita kehilangan fokus pada apa yang sebenarnya kita miliki. 

Kebahagiaan yang kita cari mungkin justru terletak di dalam diri kita sendiri, bukan pada pencapaian luar yang terus kita idamkan.

Paradoks Pengalaman Buruk

Menariknya, pengalaman buruk sering kali membawa pelajaran berharga yang tidak bisa kita peroleh dari pengalaman positif. 

Ketika kita menghadapi kesulitan, kita belajar untuk mengatasi rasa sakit dan mencari makna di baliknya. 

Hal ini menciptakan sebuah paradoks: usaha kita untuk berjuang demi kebahagiaan sering kali membuat kita semakin menderita.

Misalnya, banyak orang yang merasa tertekan karena merasa tidak puas dengan hidup mereka, meskipun mereka telah mencapai banyak hal. 

Dalam keadaan seperti ini, penting untuk memahami bahwa terkadang, pengalaman negatif dapat mengajarkan kita tentang ketahanan, kesabaran, dan cara untuk lebih menghargai momen-momen kecil dalam hidup kita.

Contoh dari Latihan Angkatan Laut: Drown Proofing

Salah satu contoh yang menarik datang dari latihan drown proofing yang dilakukan oleh angkatan laut Amerika Serikat. 

Dalam latihan ini, para kadet diikat tangan dan kaki, kemudian dilemparkan ke dalam kolam dengan kedalaman hampir 3 meter. Mereka diberikan tugas untuk bertahan selama 5 menit.

Mayoritas kadet mengalami kegagalan, panik, dan berteriak meminta tolong. Beberapa bahkan pingsan dan memerlukan pertolongan. 

Namun, ada juga kadet yang berhasil. Apa rahasianya? Ternyata, mereka memahami dua pelajaran penting yang tampak bertolak belakang.

Pelajaran Pertama: Menerima Keadaan

Pelajaran pertama dalam latihan ini adalah bahwa semakin keras kita berusaha melawan agar kepalanya tetap di atas air, semakin besar kemungkinan kita akan tenggelam. 

Ketika dalam situasi tersebut, trik yang tepat adalah membiarkan diri tenggelam ke dasar kolam. Dari situ, dengan sedikit usaha, kita bisa naik ke permukaan dan mengambil napas.

Proses ini mengajarkan kita untuk menerima keadaan dan tidak melawan arus. 

Dalam hidup, kita juga sering kali terjebak dalam usaha melawan situasi yang tidak menguntungkan. Kadang-kadang, cara terbaik untuk menghadapi kesulitan adalah dengan menerima dan beradaptasi.

Pelajaran Kedua: Mengendalikan Emosi

Pelajaran kedua adalah bahwa semakin kita panik, semakin banyak oksigen yang kita bakar, yang dapat menyebabkan kita pingsan. 

Latihan ini bukan hanya soal ketahanan fisik, tetapi juga tentang kemampuan untuk mengontrol emosi dalam kondisi ekstrem. 

Para kadet yang berhasil adalah mereka yang mampu tetap tenang dan tidak terjebak dalam kepanikan.

Hal ini mirip dengan situasi kehidupan sehari-hari. Kita sering kali menghadapi situasi sulit yang membuat kita merasa tertekan. 

Ketika kita bisa tetap tenang dan mengelola emosi, kita dapat menghadapi masalah dengan lebih efektif.

Hubungan Antara Usaha dan Hasil: Diminishing Return Curve

Dalam hidup, kita sering berasumsi bahwa usaha yang kita curahkan akan berbanding lurus dengan hasil yang kita dapatkan. 

Namun, konsep Diminishing Return Curve mengajarkan kita bahwa hubungan ini tidak selalu seimbang.

Pada awalnya, usaha kita mungkin menghasilkan hasil yang sebanding. Namun, seiring berjalannya waktu, hasilnya cenderung menurun meskipun usaha tetap sama. 

Misalnya, saat mengerjakan proyek kreatif seperti menulis artikel atau menciptakan karya seni, kita mungkin merasa produktif di awal. 

Namun, setelah beberapa jam, kita bisa merasakan penurunan performa meskipun kita tetap berusaha keras.

Implikasi pada Kreativitas

Dalam konteks kreativitas, penting untuk menyadari bahwa semakin kita memaksakan diri untuk menghasilkan sesuatu, kadang hasilnya justru tidak memuaskan. 

Ini adalah salah satu alasan mengapa banyak seniman dan penulis mengatur waktu kerja mereka dengan baik, memberi diri mereka waktu istirahat untuk menjaga kreativitas tetap mengalir.

Mengelola Emosi: Kesadaran dan Melepaskan Kontrol

Fenomena lain yang berkaitan dengan the backward law adalah hubungan kita dengan emosi. 

Ketika kita merasa cemas dan berusaha untuk tidak cemas, justru kecemasan kita dapat meningkat. 

Sebaliknya, saat kita melepaskan kontrol dan membiarkan diri kita merasakan emosi, kita bisa menemukan ketenangan.

Kita perlu menyadari bahwa otak kita memiliki banyak sistem yang saling melapisi, seperti sistem emosional dan sistem rasional. 

Kedua sistem ini tidak selalu saling mengontrol, yang membuat kita bisa merasa bingung. Kita bisa tahu bahwa seharusnya tidak marah atau cemas, tetapi tetap merasakannya.

Kebebasan dalam Komitmen: Breath vs. Depth of Freedom

Aspek menarik lainnya dari the backward law adalah bagaimana kita memahami kebebasan. 

Banyak orang berpikir bahwa kebebasan berarti memiliki banyak pilihan. Namun, keinginan untuk memiliki kebebasan yang tidak terbatas justru bisa membatasi kita.

Ada dua tipe kebebasan: breadth of freedom dan depth of freedom. 

Breadth of freedom mengacu pada kebebasan untuk memilih banyak hal, seperti bepergian ke mana saja atau mencoba berbagai pengalaman. 

Namun, ketika kita ingin fokus pada satu hal, seperti hubungan yang serius, kita harus bersedia melepaskan opsi lainnya.

Kebebasan yang Dalam

Meskipun tampaknya kita kehilangan kebebasan, kita sebenarnya mendapatkan kebebasan yang lebih dalam. 

Misalnya, ketika kita menjalin hubungan yang dalam dengan seseorang, kita tidak lagi merasa cemas mencari pasangan baru. 

Kita bisa lebih fokus pada hubungan itu dan menemukan kebahagiaan dalam komitmen.

Kesimpulan: Menemukan Kebahagiaan dalam Proses

Memahami the backward law mengajak kita untuk merefleksikan cara kita menjalani hidup. 

Kebahagiaan tidak selalu datang dari pencapaian luar, tetapi sering kali terletak pada bagaimana kita menghadapi pengalaman hidup, baik yang positif maupun negatif.

Dengan menerima keadaan, mengelola emosi, dan memahami hubungan antara usaha dan hasil, kita bisa menemukan kedamaian dan kebahagiaan yang lebih dalam. 

Terkadang, melepaskan kontrol dan berkomitmen pada satu hal bisa membawa kita kepada pengalaman yang lebih memuaskan dan bermakna.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun