Mohon tunggu...
Muzamil Misbah
Muzamil Misbah Mohon Tunggu... Freelancer - Orang biasa yang gemar baca buku, makan dan jalan-jalan

Sarjana Ekonomi Universitas Negeri Malang, suka menulis tentang ekonomi dan puisi, pegiat literasi keuangan

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Kecanduan Makanan Manis, Fakta atau Mitos?

5 Agustus 2024   06:00 Diperbarui: 5 Agustus 2024   08:34 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi makanan manis. sumber: freepik

Siapa yang tidak tergoda dengan makanan dan minuman manis? Mulai dari kue, cokelat, hingga minuman berkarbonasi, semuanya seolah memiliki daya tarik tersendiri. 

Meski kita sudah tahu bahwa mengonsumsi gula berlebih berdampak buruk bagi kesehatan, seringkali godaan untuk menikmati makanan manis sulit ditahan. 

Mengapa demikian? Apakah otak kita memang sudah terprogram untuk terus menginginkan makanan manis? Untuk memahami hal ini lebih dalam, kita perlu melihat bagaimana gula mempengaruhi otak dan tubuh kita.

Sejarah Makanan Manis dan Kecanduan

Sejak zaman dahulu, makanan manis dianggap sebagai sumber energi yang sangat baik. 

Dalam masa-masa awal peradaban manusia, makanan manis seperti buah-buahan matang menyediakan kalori yang dibutuhkan untuk bertahan hidup. 

Gula, yang merupakan salah satu komponen utama dalam makanan manis, bisa menjadi bahan bakar yang efisien untuk tubuh kita. 

Namun, dalam konteks modern, ketersediaan gula yang melimpah telah menyebabkan konsumsi berlebih, yang pada gilirannya menimbulkan berbagai masalah kesehatan.

Menurut Emily Richard, ahli saraf dari Western University, manusia memiliki sistem otak yang bisa membuat ketagihan dengan makanan manis. 

Hal ini disebabkan oleh hubungan erat antara gula dan hormon dopamin di otak kita. 

Ketika kita mengonsumsi makanan manis, otak kita merespons dengan memproduksi hormon dopamin dalam jumlah besar. 

Dopamin adalah zat kimia di otak yang dilepaskan oleh neuron atau sistem saraf, dan fungsi utamanya adalah memberikan sinyal atau rangsangan positif serta perasaan bahagia. 

Inilah sebabnya mengapa kita merasa bahagia setelah mengonsumsi makanan manis.

Peran Dopamin dan Sistem Reward Otak

Dopamin memiliki peran kunci dalam sistem reward otak kita. Sistem reward ini adalah mekanisme biologis yang mendorong kita untuk melakukan hal-hal yang bermanfaat bagi kelangsungan hidup kita. 

Ketika kita melakukan sesuatu yang memberikan keuntungan, seperti makan makanan bergizi atau berolahraga, otak kita melepaskan dopamin, yang membuat kita merasa baik dan mendorong kita untuk mengulangi perilaku tersebut.

Namun, masalah muncul ketika sistem reward ini disalahgunakan oleh makanan yang tinggi gula. 

Minum atau makan makanan manis menyebabkan otak kita melepaskan dopamin dalam jumlah besar, lebih banyak daripada yang dilepaskan oleh aktivitas sehari-hari yang normal. 

Hal ini menyebabkan perasaan bahagia yang kuat dan keinginan untuk mengulangi pengalaman tersebut. Inilah yang menyebabkan kita merasa ingin terus mengonsumsi makanan manis.

Kecanduan Makanan: Mitos atau Fakta?

Istilah "kecanduan makanan" masih menjadi perdebatan di kalangan ilmuwan. 

Beberapa ahli berpendapat bahwa kecanduan makanan, terutama makanan yang tinggi gula, mirip dengan kecanduan obat-obatan tertentu. 

Kecanduan pada jenis obat-obatan tertentu memang terbukti bisa terjadi, baik gula maupun zat psikotropika dari obat-obatan tertentu bisa meningkatkan hormon dopamin secara signifikan. 

Namun, apakah kita bisa benar-benar kecanduan makanan yang kita makan demi kelangsungan hidup?

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa gula bisa lebih adiktif dibandingkan kokain. 

Percobaan pada hewan menunjukkan bahwa tikus lebih memilih air yang mengandung gula daripada kokain, bahkan ketika mereka harus bekerja lebih keras untuk mendapatkannya. 

Studi-studi ini menunjukkan bahwa gula memiliki potensi adiktif yang kuat, yang dapat menyebabkan perilaku makan kompulsif.

Namun, ada juga penelitian yang menunjukkan bahwa istilah "kecanduan makanan" mungkin tidak sepenuhnya akurat. 

Meskipun gula dan makanan manis dapat memicu pelepasan dopamin di otak, respons ini tidak sekuat respons terhadap obat-obatan adiktif seperti kokain atau heroin. 

Selain itu, makanan manis tidak menyebabkan gejala penarikan yang parah seperti yang terjadi pada kecanduan obat.

Dampak Kesehatan dari Konsumsi Gula Berlebih

Konsumsi gula berlebih memiliki berbagai dampak negatif bagi kesehatan. Salah satu dampak yang paling jelas adalah peningkatan risiko obesitas.

Gula tambahan dalam makanan dan minuman kita menambah kalori tanpa memberikan nutrisi yang berarti. 

Ini dapat menyebabkan peningkatan berat badan yang tidak sehat dan penumpukan lemak tubuh, terutama lemak visceral yang berbahaya di sekitar organ vital.

Selain obesitas, konsumsi gula berlebih juga terkait dengan peningkatan risiko penyakit jantung. 

Gula tambahan dapat meningkatkan tekanan darah, peradangan, dan kadar lemak darah, yang semuanya merupakan faktor risiko penyakit jantung. 

Penelitian juga menunjukkan bahwa konsumsi gula berlebih dapat meningkatkan risiko diabetes tipe 2, dengan meningkatkan resistensi insulin dan menyebabkan lonjakan kadar gula darah.

Gula juga memiliki dampak negatif pada kesehatan gigi. 

Bakteri di mulut kita memakan gula dan menghasilkan asam yang dapat merusak enamel gigi, menyebabkan gigi berlubang dan penyakit gusi. Selain itu, konsumsi gula berlebih juga dapat mempengaruhi kesehatan mental kita. 

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa konsumsi gula berlebih dapat meningkatkan risiko depresi dan kecemasan, meskipun mekanisme pastinya masih belum sepenuhnya dipahami.

Mengatasi Konsumsi Gula Berlebih

Meskipun gula memiliki daya tarik yang kuat, ada beberapa strategi yang bisa kita gunakan untuk mengurangi konsumsi gula berlebih dan menjaga kesehatan kita. 

Salah satu langkah pertama adalah meningkatkan kesadaran kita tentang jumlah gula yang kita konsumsi. 

Membaca label nutrisi pada makanan dan minuman bisa membantu kita mengidentifikasi produk-produk yang tinggi gula dan membuat pilihan yang lebih sehat.

Mengganti makanan dan minuman manis dengan alternatif yang lebih sehat juga bisa membantu. 

Misalnya, mengganti minuman berkarbonasi dengan air mineral atau teh tanpa gula, dan mengganti makanan penutup manis dengan buah-buahan segar. 

Mengurangi gula dalam resep masakan dan memilih makanan yang lebih alami dan tidak diproses juga bisa membantu kita mengurangi asupan gula.

Membuat perubahan kecil dalam pola makan sehari-hari juga bisa berdampak besar. 

Mengurangi ukuran porsi makanan manis, menghindari makanan ringan yang tinggi gula, dan memilih camilan yang lebih sehat seperti kacang-kacangan atau yoghurt tanpa tambahan gula bisa membantu kita mengurangi konsumsi gula berlebih.

Pentingnya Pendidikan dan Dukungan Sosial

Selain strategi individu, pendidikan dan dukungan sosial juga penting dalam mengurangi konsumsi gula berlebih. 

Program pendidikan yang mengajarkan tentang bahaya konsumsi gula berlebih dan cara-cara untuk mengurangi asupan gula bisa membantu masyarakat membuat pilihan yang lebih sehat. 

Dukungan dari keluarga, teman, dan komunitas juga bisa menjadi faktor penting dalam membantu kita mencapai tujuan kesehatan kita.

Rekomendasi Asupan Gula

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan asupan gula sebesar 5% dari total kalori harian, yaitu sekitar 25 gram atau setara dengan 6 sendok teh per hari. 

Sementara itu, Kementerian Kesehatan Indonesia menganjurkan konsumsi gula tidak lebih dari 50 gram per hari atau setara dengan 4 sendok makan. 

Mengikuti rekomendasi ini bisa membantu kita menjaga keseimbangan asupan gula dan kesehatan tubuh kita.

Kesimpulan

Makanan manis memang menggoda dan memiliki dampak positif sementara pada perasaan kita karena peningkatan hormon dopamin. 

Namun, konsumsi gula berlebih dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan, termasuk obesitas, penyakit jantung, diabetes, dan masalah gigi. 

Oleh karena itu, penting untuk mengontrol asupan gula dan mencari alternatif yang lebih sehat untuk menjaga kesejahteraan tubuh kita.

Dengan pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana otak kita bereaksi terhadap gula, kita dapat mengambil langkah-langkah untuk mengurangi ketergantungan pada makanan manis dan menjalani gaya hidup yang lebih sehat. 

Pendidikan, kesadaran, dan dukungan sosial semuanya memainkan peran penting dalam membantu kita mencapai tujuan kesehatan kita. 

Jadi, meskipun godaan makanan manis akan selalu ada, kita memiliki alat dan pengetahuan untuk mengatasinya dan menjaga kesehatan kita tetap optimal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun