Mohon tunggu...
Muzamil Misbah
Muzamil Misbah Mohon Tunggu... Freelancer - Orang biasa yang gemar baca buku, makan dan jalan-jalan

Suka menulis tentang ekonomi dan puisi, financial literacy enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Dari Jakarta hingga Berlin: Mengapa Harga Rumah Terus Melonjak dan Apa Solusinya?

27 Juli 2024   06:00 Diperbarui: 27 Juli 2024   06:13 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kekurangan rumah merupakan isu global yang kian mendesak di berbagai belahan dunia. 

Masalah ini semakin kompleks dengan lonjakan harga yang membuat akses ke properti menjadi semakin sulit, terutama di kota-kota besar. 

Berbagai faktor mempengaruhi fenomena ini, dan dampaknya dirasakan secara luas di berbagai negara, baik yang sudah maju maupun yang sedang berkembang.

Urbanisasi dan Kenaikan Harga Rumah

Salah satu penyebab utama dari kekurangan rumah adalah urbanisasi. Banyak orang memilih untuk pindah ke kota besar guna mencari peluang kerja dan kehidupan yang lebih baik. 

Hal ini terlihat jelas di negara-negara industri seperti Amerika Serikat dan Jerman. Di Amerika Serikat, lebih dari 83% populasinya tinggal di kota-kota besar, sementara di Jerman, angkanya mencapai 78%. 

Di negara-negara berkembang seperti India, angka urbanisasi berada di bawah 37%, dan di Indonesia, sekitar 56,7% penduduknya tinggal di perkotaan.

Peningkatan jumlah penduduk di kota-kota besar ini menyebabkan permintaan terhadap rumah melonjak. Namun, pasokan rumah yang terbatas tidak dapat memenuhi kebutuhan tersebut. 

Akibatnya, harga rumah, baik untuk pembelian maupun sewa, mengalami kenaikan yang signifikan. 

Kenaikan harga ini seringkali tidak sebanding dengan pertumbuhan pendapatan rumah tangga, sehingga semakin banyak orang yang kesulitan untuk membeli atau bahkan menyewa rumah.

Perbandingan Global: Amerika Serikat, Jerman, dan India

Di Amerika Serikat, masalah perumahan menjadi salah satu isu utama yang dihadapi banyak penduduk, terutama bagi kaum muda yang berusaha memiliki rumah pertama mereka. 

Kenaikan harga rumah yang pesat telah menjadikan kepemilikan rumah sebagai mimpi yang sulit dijangkau bagi banyak orang. 

Faktor seperti stagnasi upah, meningkatnya biaya hidup, dan persyaratan uang muka yang tinggi, seperti 20% dari harga rumah, semakin memperparah situasi.

Di Jerman, situasinya agak berbeda. Lebih dari setengah populasi Jerman memilih untuk menyewa tempat tinggal, berkat perlindungan hukum yang kuat bagi penyewa. 

Perlindungan ini mencakup batasan terhadap kenaikan sewa dan hak-hak lain yang membuat menyewa menjadi pilihan yang lebih menarik dibandingkan membeli rumah. 

Namun, biaya sewa juga semakin mahal, terutama di kota-kota besar seperti Berlin dan Munich, di mana kekurangan ruang untuk pembangunan baru dan birokrasi yang rumit menghambat pembangunan perumahan.

Sementara itu, di India, meskipun harga rumah juga mengalami peningkatan, preferensi untuk kepemilikan rumah tetap kuat. 

Banyak orang India lebih memilih untuk membeli rumah daripada menyewa, karena budaya dan tradisi yang mementingkan kepemilikan properti sebagai simbol stabilitas dan prestise. 

Namun, tingginya harga rumah dan kesulitan dalam mendapatkan pembiayaan tetap menjadi tantangan utama.

Kondisi Perumahan di Indonesia

Di Indonesia, terutama di kota-kota besar seperti Jakarta, fenomena kekurangan rumah dan kenaikan harga juga menjadi masalah yang signifikan. 

Pada tahun 2023, harga rumah meningkat 1,74% dibandingkan tahun 2022. 

Meskipun angka ini mungkin terdengar kecil, dalam konteks harga rumah yang sangat tinggi, kenaikan ini dapat memiliki dampak besar.

Contohnya, pada kuartal III tahun 2023, rata-rata harga rumah tapak di Jabodetabek mencapai 2,5 miliar rupiah per unit. 

Dengan persentase uang muka sekitar 15%, calon pembeli harus menyiapkan sekitar 375 juta rupiah hanya untuk uang muka. 

Angka ini menunjukkan betapa beratnya beban yang harus ditanggung oleh pembeli rumah di Indonesia, terutama bagi mereka yang baru memulai karier atau belum memiliki tabungan yang cukup.

Kondisi ini menyoroti masalah kesenjangan yang ada dalam akses perumahan. 

Di DKI Jakarta, misalnya, lebih dari 50% penduduk tinggal di rumah kontrak. Sementara di daerah pedesaan, hampir 85% keluarga memiliki rumah sendiri. 

Ini menunjukkan bahwa ketimpangan dalam akses perumahan sangat mencolok antara daerah perkotaan dan pedesaan.

Menyewa vs. Membeli: Alternatif dan Tantangan

Pertanyaan penting yang sering muncul adalah apakah lebih baik menyewa daripada membeli rumah. Di Jerman, menyewa adalah pilihan yang sangat populer. 

Hal ini disebabkan oleh perlindungan hukum yang kuat bagi penyewa, termasuk batasan terhadap kenaikan sewa dan hak-hak lain yang mendukung penyewa. 

Selain itu, meskipun biaya sewa juga meningkat, banyak orang Jerman merasa lebih aman dan fleksibel dengan menyewa.

Namun, biaya sewa yang terus meningkat juga menjadi masalah, terutama di kota-kota besar yang menghadapi kekurangan ruang untuk pembangunan baru. 

Birokrasi dan regulasi yang ketat sering kali menjadi penghambat bagi pengembang untuk membangun perumahan baru. 

karena itu, meskipun menyewa mungkin merupakan solusi jangka pendek, masalah jangka panjang tetap ada.

Di Amerika Serikat, banyak orang yang lebih memilih untuk membeli rumah meskipun harganya tinggi. Kepemilikan rumah dianggap sebagai investasi jangka panjang dan simbol stabilitas. 

Namun, untuk banyak kaum muda dan keluarga berpenghasilan rendah, hal ini masih merupakan tantangan besar. 

Uang muka yang tinggi dan cicilan hipotek yang besar menjadi beban finansial yang berat.

Di India, penyewaan rumah tidak sepopuler kepemilikan rumah. Banyak orang lebih memilih untuk membeli rumah karena alasan budaya dan tradisi. 

Namun, harga rumah yang tinggi dan persyaratan pembiayaan yang ketat tetap menjadi kendala besar bagi banyak orang. 

Meskipun begitu, ada upaya dari pemerintah untuk memperkenalkan skema perumahan yang lebih terjangkau dan program pembiayaan yang lebih baik.

Solusi dan Upaya Mengatasi Krisis Perumahan

Untuk mengatasi krisis perumahan, berbagai solusi perlu dipertimbangkan dan diterapkan. 

Di Amerika Serikat dan Jerman, salah satu solusi adalah pembangunan lebih banyak gedung apartemen dan perumahan baru. Namun, hal ini sering kali terhambat oleh birokrasi, regulasi yang ketat, dan keterbatasan ruang. 

Di Jerman, upaya ini juga dibatasi oleh aturan-aturan yang melindungi penyewa, yang kadang-kadang dapat mempersulit pengembang untuk meningkatkan pasokan perumahan.

Di Indonesia, solusi serupa mungkin diperlukan untuk mengatasi masalah perumahan. 

Pemerintah dapat mendorong pembangunan perumahan baru melalui insentif bagi pengembang dan peraturan yang memudahkan proses pembangunan. 

Selain itu, kebijakan yang mendukung akses perumahan yang terjangkau, seperti subsidi perumahan dan skema pembiayaan yang lebih baik, dapat membantu mengurangi ketimpangan antara harga rumah dan pendapatan.

Upaya lain yang dapat dilakukan termasuk memperbaiki sistem pembiayaan perumahan, memberikan insentif bagi pengembang untuk membangun rumah dengan harga terjangkau, dan meningkatkan transparansi dalam pasar perumahan. 

Penting juga untuk meningkatkan perencanaan kota agar dapat menghadapi pertumbuhan populasi dan kebutuhan perumahan yang terus meningkat.

Kesimpulan

Kekurangan rumah adalah masalah kompleks yang mempengaruhi banyak negara di seluruh dunia dengan cara yang berbeda. 

Urbanisasi yang cepat, kenaikan harga rumah, dan kesulitan dalam membeli atau menyewa rumah merupakan tantangan besar yang harus diatasi. 

Dengan pendekatan yang tepat, seperti pembangunan perumahan baru, kebijakan perumahan yang mendukung, dan sistem pembiayaan yang lebih baik, diharapkan krisis perumahan ini dapat dikelola lebih baik di masa depan.

Memahami perbedaan situasi di berbagai negara dan menerapkan solusi yang sesuai dengan konteks lokal dapat membantu mengatasi masalah ini secara efektif. 

Pada akhirnya, tujuan utamanya adalah untuk memastikan bahwa semua orang, terlepas dari status ekonomi mereka, memiliki akses yang adil dan terjangkau terhadap tempat tinggal yang layak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun