Mohon tunggu...
Muzamil Misbah
Muzamil Misbah Mohon Tunggu... Freelancer - Orang biasa yang gemar baca buku, makan dan jalan-jalan

Sarjana Ekonomi Universitas Negeri Malang, suka menulis tentang ekonomi dan puisi, pegiat literasi keuangan

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Impulsif Buying, Meredam Stres atau Membawa Bahaya Finansial?

7 Mei 2024   12:00 Diperbarui: 27 Mei 2024   12:32 458
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi impulsif buying. (Sumber: Freepik)

Belanja telah menjadi bagian tak terpisahkan dari gaya hidup modern kita. 

Tidak hanya sekadar memenuhi kebutuhan primer, belanja kini seringkali dijadikan sebagai bentuk relaksasi atau bahkan terapi ketika seseorang merasa stres. 

Namun, di balik kesenangan yang dirasakan saat berbelanja, terselip potensi bahaya finansial yang mungkin tidak kita sadari. 

Pemahaman tentang Impulsif Buying

Impulsif buying atau pembelian impulsif, merujuk pada tindakan membeli barang atau jasa tanpa perencanaan yang matang dan tanpa mempertimbangkan konsekuensi yang mungkin timbul. 

Fenomena ini tidaklah asing; kita mungkin pernah merasakannya atau bahkan menjadi korban dari perilaku impulsif ini. Contoh sederhana dapat ditemui dalam kehidupan sehari-hari. 

Ketika sedang asik menjelajahi media sosial, tiba-tiba muncul iklan atau promo menarik, tanpa pikir panjang, kita langsung memutuskan untuk membeli barang tersebut. 

Atau ketika berjalan-jalan di pusat perbelanjaan, kita tergoda dengan diskon besar-besaran dan tanpa berpikir dua kali, barang pun berpindah tangan menjadi milik kita.

Penyebab Terjebak dalam Impulsif Buying

Ada beberapa faktor yang menjadi pemicu munculnya perilaku impulsif buying ini. Salah satunya adalah Fear of Missing Out (FOMO). 

Ketakutan untuk ketinggalan atau tidak menjadi bagian dari suatu tren atau kesempatan memicu keinginan untuk segera ikut serta. 

Begitu banyaknya tawaran dan promo di sekitar kita membuat kita merasa harus segera mengambil kesempatan tersebut, sebelum terlambat.

Tidak hanya itu, dorongan untuk mendapatkan pengakuan atau pujian dari orang lain juga dapat menjadi pemicu impulsif buying. 

Ketika teman-teman atau lingkungan sekitar terlihat memiliki barang-barang atau gaya hidup tertentu, kita merasa tertarik untuk turut serta dalam lingkungan tersebut dengan membeli barang yang sama. 

Hal ini kadang-kadang membuat kita mengabaikan pertimbangan rasional dan mengikuti arus yang ada.

Selain FOMO dan dorongan untuk mendapatkan pujian, kurangnya perencanaan keuangan yang konkret juga dapat menjadi penyebab seseorang terjebak dalam perilaku impulsif buying. 

Tanpa adanya anggaran atau rencana pengeluaran yang jelas, kita cenderung melakukan pembelian tanpa memikirkan dampaknya pada keuangan kita secara keseluruhan.

Ciri-ciri dan Dampak Impulsif Buying

Bagaimana kita mengetahui apakah kita terjebak dalam perilaku impulsif buying? Ada beberapa ciri yang bisa menjadi petunjuk bahwa kita sedang terjebak dalam pola pembelian ini. 

Pertama, kita mungkin merasa menyesal atau berpikir ulang setelah melakukan pembelian. Rasa penyesalan ini muncul ketika kita menyadari bahwa barang yang kita beli sebenarnya tidak begitu penting atau dibutuhkan.

Selanjutnya, pengeluaran kita mungkin lebih besar dari yang direncanakan. Ketika kita membuat anggaran belanja bulanan namun ternyata menghabiskan lebih dari yang telah kita tentukan, hal ini bisa menjadi indikasi bahwa kita terjebak dalam perilaku impulsif buying.

Selain itu, kita mungkin merasa happy sesaat setelah melakukan pembelian, namun perasaan tersebut cepat pudar dan digantikan dengan rasa penyesalan atau ketidaknyamanan. 

Ini menandakan bahwa kebahagiaan yang dirasakan setelah berbelanja hanyalah sementara dan tidak memberikan kepuasan jangka panjang.

Dampak dari impulsif buying terhadap kesehatan finansial kita bisa sangat merugikan. Terlalu sering melakukan pembelian tanpa pertimbangan yang matang dapat menyebabkan terjerumusnya kita dalam utang yang tidak terkendali. 

Utang konsumtif yang diakumulasi akibat pembelian impulsif dapat menjadi beban finansial yang berat dan sulit untuk dibayar.

Selain itu, impulsif buying juga dapat mengakibatkan kerugian finansial karena barang-barang yang dibeli seringkali tidak terpakai atau tidak dibutuhkan. 

Barang yang hanya menjadi pajangan atau terlupakan di sudut rumah hanya akan menjadi sumber penyesalan di kemudian hari.

Cara Mengatasi Impulsif Buying

Mengatasi perilaku impulsif buying bukanlah hal yang mudah, namun bukan berarti tidak mungkin. Ada beberapa langkah yang bisa kita ambil untuk mengendalikan keinginan belanja yang impulsif.

Pertama-tama, penting untuk membuat perencanaan keuangan yang konkret. Buatlah anggaran belanja bulanan yang mencakup semua kebutuhan dan keinginan kita, dan patuhi rencana tersebut dengan disiplin. 

Pisahkan uang untuk kebutuhan pokok, tabungan, serta dana darurat agar kita memiliki panduan yang jelas tentang seberapa banyak yang bisa kita belanjakan setiap bulannya.

Selanjutnya, milikilah visi finansial jangka panjang yang jelas. Tentukan tujuan keuangan yang ingin kita capai dalam jangka waktu tertentu, seperti memiliki rumah sendiri, pensiun dengan nyaman, atau liburan impian. 

Dengan memiliki visi yang jelas, kita akan lebih termotivasi untuk mengendalikan pengeluaran kita dan fokus pada hal-hal yang benar-benar penting dalam mencapai tujuan tersebut.

Selain itu, selalu pertanyakan diri sendiri sebelum melakukan pembelian. Tanyakan apakah barang atau jasa yang ingin kita beli benar-benar dibutuhkan, atau hanya sekadar keinginan sesaat. 

Berikan diri waktu untuk memikirkan kembali keputusan tersebut, dan jangan terburu-buru dalam mengambil keputusan.

Terakhir, gunakan trik menunda sebagai strategi untuk mengendalikan keinginan belanja yang impulsif. Jika merasa tergoda untuk membeli sesuatu, beri diri waktu untuk berpikir kembali dan tunda pembelian tersebut. 

Setelah beberapa waktu, kemungkinan besar keinginan untuk membeli barang tersebut akan memudar, dan kita akan lebih mampu membuat keputusan dengan lebih rasional.

Kesimpulan

Impulsif buying dapat memberikan kepuasan sementara namun membawa risiko yang besar terhadap kesehatan finansial kita. 

Dengan memahami penyebab dan ciri-ciri dari perilaku impulsif buying, serta mengambil langkah-langkah konkret untuk mengatasinya, kita dapat menghindari jebakan belanja impulsif dan menjaga kesehatan finansial kita dengan lebih baik. 

Ingatlah bahwa belanja seharusnya menjadi kegiatan yang terencana dan bijaksana, bukan sebagai solusi untuk meredakan stres atau mencari pengakuan dari orang lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun