Tidak hanya itu, dorongan untuk mendapatkan pengakuan atau pujian dari orang lain juga dapat menjadi pemicu impulsif buying.Â
Ketika teman-teman atau lingkungan sekitar terlihat memiliki barang-barang atau gaya hidup tertentu, kita merasa tertarik untuk turut serta dalam lingkungan tersebut dengan membeli barang yang sama.Â
Hal ini kadang-kadang membuat kita mengabaikan pertimbangan rasional dan mengikuti arus yang ada.
Selain FOMO dan dorongan untuk mendapatkan pujian, kurangnya perencanaan keuangan yang konkret juga dapat menjadi penyebab seseorang terjebak dalam perilaku impulsif buying.Â
Tanpa adanya anggaran atau rencana pengeluaran yang jelas, kita cenderung melakukan pembelian tanpa memikirkan dampaknya pada keuangan kita secara keseluruhan.
Ciri-ciri dan Dampak Impulsif Buying
Bagaimana kita mengetahui apakah kita terjebak dalam perilaku impulsif buying? Ada beberapa ciri yang bisa menjadi petunjuk bahwa kita sedang terjebak dalam pola pembelian ini.Â
Pertama, kita mungkin merasa menyesal atau berpikir ulang setelah melakukan pembelian. Rasa penyesalan ini muncul ketika kita menyadari bahwa barang yang kita beli sebenarnya tidak begitu penting atau dibutuhkan.
Selanjutnya, pengeluaran kita mungkin lebih besar dari yang direncanakan. Ketika kita membuat anggaran belanja bulanan namun ternyata menghabiskan lebih dari yang telah kita tentukan, hal ini bisa menjadi indikasi bahwa kita terjebak dalam perilaku impulsif buying.
Selain itu, kita mungkin merasa happy sesaat setelah melakukan pembelian, namun perasaan tersebut cepat pudar dan digantikan dengan rasa penyesalan atau ketidaknyamanan.Â
Ini menandakan bahwa kebahagiaan yang dirasakan setelah berbelanja hanyalah sementara dan tidak memberikan kepuasan jangka panjang.
Dampak dari impulsif buying terhadap kesehatan finansial kita bisa sangat merugikan. Terlalu sering melakukan pembelian tanpa pertimbangan yang matang dapat menyebabkan terjerumusnya kita dalam utang yang tidak terkendali.Â