Dalam dekade terakhir, bahasa gaul atau slank telah menjadi sarana ekspresi yang kaya akan nuansa dan makna di tengah masyarakat urban.Â
Salah satu fenomena menarik yang muncul adalah istilah "Pick Me Girl" dan "Pick Me Boy," yang mencerminkan dinamika kompleks dalam cara individu merespon perbedaan dan mencari pengakuan di dalam budaya urban yang terus berkembang.
Fenomena "Pick Me" bukanlah sesuatu yang baru di masyarakat. Dahulu, istilah serupa dikenal sebagai "i am not like other girls" untuk kaum perempuan.Â
Namun, dalam perkembangan zaman, istilah ini telah mengalami transformasi dan muncul dalam bentuk yang lebih modern dan kontekstual.
Pick Me Girl: Mencari Pengakuan dengan Cara Alpha
"Ping Me Girl" atau "Pick Me Girl" menggambarkan seorang perempuan yang merasa lebih unggul dan berusaha mencapai pengakuan, terutama dari pria.Â
Urban Dictionary menjelaskan bahwa perempuan dalam kategori ini seringkali mengadopsi perilaku alpha untuk mendapatkan pengakuan dari lawan jenis.Â
Mereka tidak segan-segan merendahkan perempuan lain demi memperkuat validasi diri.
Contoh sikap Pick Me Girl mencakup penilaian terhadap penampilan dan pilihan hidup perempuan lain.Â
Merendahkan mereka yang rajin merawat diri dengan komentar sepele seperti "Wah, kamu banyak sekali pake skincare, aku enggak, tapi lihat hasilnya."Â
Sikap kompetitif ini menciptakan lingkungan di mana perempuan bersaing untuk mendapatkan perhatian dan pengakuan dari pria.
Namun, perlu dicatat bahwa perilaku ini tidak selalu muncul dari rasa percaya diri yang tinggi.Â
Terkadang, Pick Me Girl mengalami ketidakamanan yang mereka kompensasi dengan merendahkan perempuan lain. Ini menciptakan siklus yang tidak sehat dalam hubungan antar-perempuan.
Pick Me Boy: Manipulatif dengan Rendah Diri
Di sisi lain, "Take Me Boy" atau "Pick Me Boy" adalah istilah yang mengacu pada laki-laki yang menggunakan cara manipulatif dengan merendahkan diri sendiri.Â
Mereka menciptakan kesan bahwa mereka kurang mampu atau tidak menarik untuk menarik perhatian dan simpati dari lawan jenis, terutama dalam konteks pendekatan atau PDKT (Pendekatan Dengan Kehendak Tulus).
Contoh sikap Pick Me Boy mencakup penggunaan self-deprecating humor atau pernyataan yang menciptakan kesan bahwa mereka hanya memiliki mobil butut atau menganggap diri mereka sebagai "cowok jelek" yang berjuang untuk memenuhi kebutuhan keluarga.Â
Tujuan dari perilaku ini adalah mendapatkan perhatian dan simpati dari lawan jenis.
Sikap ini menciptakan situasi yang kompleks karena lawan jenis seringkali sulit membedakan antara kejujuran dan manipulasi.Â
Sementara beberapa mungkin mencoba menciptakan ikatan emosional dengan merendahkan diri mereka, yang lain mungkin melakukannya untuk memanipulasi perasaan orang lain.
Dampak Sosial dan Psikologis
Fenomena "Pick Me" mungkin terlihat sebagai sesuatu yang sepele, namun, sikap dan perilaku tersebut dapat memiliki dampak yang signifikan baik secara sosial maupun psikologis.Â
Masyarakat yang terus menerus terpapar pada perilaku merendahkan diri ini dapat mengalami penurunan kepercayaan diri dan meningkatnya tingkat kompetisi yang tidak sehat.
Interaksi dengan individu yang memiliki sikap "Pick Me" bisa membuat orang merasa tidak nyaman dan mungkin menjauh.Â
Sementara itu, individu yang mengadopsi sikap ini dapat mengalami tekanan psikologis karena mereka terus-menerus berusaha mempertahankan citra yang telah mereka ciptakan.
Perkembangan Fenomena "Pick Me" di Media Sosial
Media sosial memainkan peran penting dalam mempercepat dan memperluas penyebaran fenomena "Pick Me."Â
Postingan-peringatan, meme, dan diskusi online memberikan platform bagi individu untuk berbagi pengalaman dan pandangan mereka terkait fenomena ini.
Namun, media sosial juga dapat memperkuat dan memperburuk perilaku "Pick Me" karena memberikan panggung yang lebih besar bagi mereka yang mencari validasi.Â
Postingan yang merendahkan diri atau merendahkan orang lain dapat dengan mudah menjadi viral, menciptakan lingkaran setan dari perbandingan dan kompetisi.
Peran Pendidikan dan Kesadaran Diri
Dalam menghadapi fenomena "Pick Me," pendidikan dan kesadaran diri memainkan peran kunci dalam menciptakan perubahan positif.Â
Program pendidikan yang mempromosikan keberagaman, toleransi, dan penghargaan terhadap diri sendiri dan orang lain dapat membantu mengurangi prevalensi perilaku "Pick Me."
Sosialisasi dari tingkat pendidikan dasar hingga tinggi dapat membantu membentuk pola pikir yang lebih positif dan mengajarkan keterampilan interpersonal yang sehat.Â
Ini melibatkan pengembangan empati, keberanian untuk merayakan perbedaan, dan penanaman rasa harga diri yang sehat.
Menjaga Kesehatan Mental di Era "Pick Me"
Menghadapi tekanan sosial dan ekspektasi yang diterapkan oleh fenomena "Pick Me" dapat menimbulkan tantangan signifikan bagi kesehatan mental. Oleh karena itu, penting untuk membangun dan menjaga kesehatan mental individu.
Self-Love dan Self-Care: Penting untuk mengajarkan bahwa nilai seseorang tidak tergantung pada validasi dari orang lain. Mempraktikkan self-love dan self-care dapat membantu individu merasa lebih nyaman dengan diri mereka sendiri dan mengatasi tekanan eksternal.
Pemahaman Diri: Penting bagi individu untuk memahami diri mereka sendiri, termasuk kelebihan dan kelemahan mereka. Ini membantu dalam membentuk identitas yang kuat dan ketahanan terhadap tekanan sosial.
Mengembangkan Keterampilan Sosial: Pendidikan yang memperkuat keterampilan sosial dapat membantu individu berkomunikasi dengan baik, membangun hubungan yang sehat, dan mengatasi tekanan dari fenomena "Pick Me."
Konseling dan Dukungan Psikologis: Untuk individu yang merasa terbebani oleh tekanan sosial, mencari bantuan konselor atau dukungan psikologis dapat memberikan wadah untuk berbicara dan mengembangkan strategi untuk mengatasi stres.
Kesimpulan: Menuju Masyarakat yang Lebih Inklusif
Dalam melihat fenomena "Pick Me," penting untuk mengakui kompleksitas dinamika sosial dan psikologis yang terlibat.Â
Sikap "Pick Me" menciptakan lingkungan yang tidak sehat, di mana individu saling bersaing dan merendahkan diri sendiri atau orang lain demi pengakuan.
Peran masyarakat, pendidikan, dan individu dalam merubah paradigma ini sangat penting.Â
Dengan mempromosikan budaya yang menerima keberagaman dan menghargai setiap individu tanpa perlu bersaing atau merendahkan, kita dapat menuju pada masyarakat yang lebih inklusif dan mendukung.
Sementara fenomena "Pick Me" mungkin terus berkembang seiring perubahan dinamika sosial, upaya bersama untuk meningkatkan kesadaran dan mengajarkan nilai-nilai positif dapat membantu mengurangi dampak negatifnya.Â
Dengan mengubah sikap dan perilaku dari kompetitif menjadi kolaboratif, kita dapat menciptakan lingkungan yang lebih sehat dan memberdayakan setiap individu untuk menjadi versi terbaik dari diri mereka sendiri.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H