Pada saat itu, limbah pewarna batik merah yang dibuang tanpa pertimbangan telah mencemari air sungai dan lingkungan sekitarnya.
Selain polusi air, fast fashion juga berdampak pada emisi gas rumah kaca. Industri fashion bertanggung jawab atas emisi gas rumah kaca sebesar 1,2 miliar ton, melebihi emisi dari sektor penerbangan internasional dan kapal maritim.Â
Perlu diingat bahwa dampak ini tidak hanya terjadi selama produksi pakaian, tetapi juga sepanjang siklus hidupnya, termasuk pemakaian dan pembuangan.
Untuk membuat satu kaos saja, diperlukan sekitar 2.720 liter air, setara dengan konsumsi air minum manusia selama tiga tahun.Â
Proses pembuatan kain katun yang banyak digunakan dalam produksi fashion juga mencemari lingkungan melalui penggunaan bahan kimia berbahaya.
Dampak Sosial
Fast fashion juga mempengaruhi masyarakat, terutama pekerja di sektor ini.Â
Meskipun peningkatan produksi membuka lebih banyak lapangan kerja, banyak pekerja sering kali dibayar dengan upah yang tidak layak, bahkan ketika mereka harus bekerja lembur.Â
Ini menciptakan ketidaksetaraan dan masalah sosial dalam masyarakat, dengan pekerja di belakang layar yang sering kali tidak mendapatkan manfaat dari pertumbuhan industri fashion.
Dampak Setelah Penggunaan
Tidak hanya pada tahap produksi dan konsumsi, fast fashion juga memiliki dampak ketika masa pakai pakaian habis.Â
Setelah tidak digunakan, banyak pakaian berakhir di tempat pembuangan akhir, di mana mereka akan mengendap selama bertahun-tahun.Â
Alasan utamanya adalah bahwa 90% kain yang digunakan dalam fast fashion adalah kain yang sulit terurai.Â