Mohon tunggu...
Muzamil Misbah
Muzamil Misbah Mohon Tunggu... Freelancer - Orang biasa yang gemar baca buku, makan dan jalan-jalan

Sarjana Ekonomi Universitas Negeri Malang, suka menulis tentang ekonomi dan puisi, pegiat literasi keuangan

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Antara Harapan dan Kenyataan: Menggali Akar Masalah Pengangguran Perguruan Tinggi

20 Agustus 2023   12:00 Diperbarui: 21 Agustus 2023   02:00 611
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernahkah Anda memiliki teman yang telah lulus kuliah empat tahun lalu namun masih kesulitan mencari pekerjaan? 

Fenomena ini tidaklah asing dan ternyata tidak hanya dialami oleh beberapa individu, melainkan juga menjadi permasalahan yang diperbincangkan secara luas. 

Terkait dengan kesulitan mencari pekerjaan bagi lulusan perguruan tinggi, Menaker Ida Fauziyah telah menyoroti isu ini. 

Pada Februari 2023, beliau menyampaikan bahwa pada tahun 2022, angka pengangguran di kalangan lulusan sarjana dan diploma masih mencapai 12 persen. 

Salah satu permasalahan utamanya adalah kurangnya keterkaitan antara lulusan dengan kebutuhan industri, yang dikenal dengan istilah link-and-match.

Tingkat Pengangguran dan Ketidakcocokan Skill

Data dari Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada Agustus 2022 menunjukkan bahwa jumlah pengangguran terbuka mencapai 8,4 juta orang. 

Dalam angka tersebut, hampir satu juta di antaranya merupakan lulusan perguruan tinggi. 

Dalam kategori ini, 673,49 ribu adalah lulusan universitas dan 159,49 ribu adalah lulusan akademi atau diploma. 

Namun, perlu diingat bahwa angka ini hanya mewakili puncak masalah, karena terdapat permasalahan fundamental yaitu ketidakseimbangan antara jumlah lulusan dengan jumlah lowongan pekerjaan yang tersedia.

Pada tahun 2022, data dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) mengungkapkan bahwa terdapat 1,85 juta mahasiswa yang lulus, sementara jumlah lowongan pekerjaan hanya 59.276. 

Angka tersebut menurun tajam dibandingkan tahun sebelumnya yang memiliki 507.799 lowongan. 

Ketidakseimbangan ini berarti bahwa 1,3 juta mahasiswa menghadapi risiko menganggur, harus bersaing dengan lulusan tahun sebelumnya, dan bersaing dengan mereka yang memiliki pengalaman kerja.

Kendala dalam Penerapan Konsep Link-and-Match

Tidak diragukan lagi, konsep link-and-match memiliki potensi untuk mengatasi masalah pengangguran lulusan perguruan tinggi. Namun, mengapa masalah ini belum terselesaikan? 

Alasan utamanya mungkin terletak pada kesulitan dalam membangun kolaborasi antara institusi pendidikan dan industri.

Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh David Casado Lopez dan Johannes Fussenegger tentang "Challenges in University-Industry Collaborations," tiga alasan mendasar mengapa kolaborasi antara perguruan tinggi dan industri sulit terjadi telah diidentifikasi:

1. Perbedaan Tujuan

Industri berfokus pada mencari keuntungan finansial, sementara perguruan tinggi berorientasi pada pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan. Kedua pihak memiliki pandangan yang berbeda mengenai pentingnya teori dan penerapannya.

2. Tujuan Penelitian:

Penelitian yang dilakukan oleh industri biasanya ditujukan untuk kepentingan komersial dan dijaga kerahasiaannya, sementara perguruan tinggi ingin penelitiannya tersebar luas. Perguruan tinggi juga lebih cenderung menolak tujuan komersial.

3. Orientasi Waktu:

Industri cenderung menginginkan penelitian yang cepat dan berkaitan dengan profit jangka pendek, sementara perguruan tinggi berfokus pada penelitian yang mendalam dan analisis yang akurat.

Perbedaan pandangan ini menghasilkan pola pikir yang berbeda, yang pada akhirnya memicu sikap eksklusif dan tidak bersinergi antara kedua belah pihak. 

Kesulitan dalam menciptakan "match" antara perguruan tinggi dan industri mirip dengan tantangan dalam mencari pasangan di aplikasi kencan. Keduanya harus memiliki kesamaan tujuan dan pandangan agar kolaborasi bisa berjalan lancar.

Solusi dan Implikasi Kebijakan

Apakah ada solusi untuk mengatasi kendala dalam penerapan konsep link-and-match? 

Salah satu cara yang dapat diambil adalah melalui upaya kebijakan yang lebih tegas dan berorientasi pada hukum. 

Presiden Joko Widodo (Jokowi) memiliki kekuasaan untuk mengatasi masalah ini dengan memaksakan kolaborasi antara perguruan tinggi dan industri melalui peraturan yang mengikat.

Dalam konteks ini, penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) dapat menjadi langkah yang efektif. 

Melalui Perppu, pemerintah dapat memaksa perguruan tinggi dan industri untuk bekerja sama dalam mengatasi masalah link-and-match. 

Aturan dapat ditetapkan, seperti kewajiban industri untuk membuka program magang dan perguruan tinggi untuk mengirim mahasiswa magang.

Sebagai langkah lebih lanjut, pemerintah perlu memonitor implementasi perjanjian ini dan menerapkan sanksi bagi pihak-pihak yang melanggar. 

Jika dijalankan dengan baik, pendekatan ini dapat lebih efektif daripada program Prakerja yang saat ini belum memberikan hasil yang jelas.

Implikasi Sosial dan Ekonomi

Tantangan dalam menciptakan link-and-match yang efektif tidak hanya berdampak pada individu lulusan perguruan tinggi, tetapi juga memiliki implikasi yang lebih luas terhadap sosial dan ekonomi suatu negara. 

Pengangguran lulusan perguruan tinggi dapat menghambat pertumbuhan ekonomi, merugikan produktivitas masyarakat, dan bahkan berpotensi menciptakan ketidakstabilan sosial. 

Dengan memaksimalkan potensi dan pengetahuan lulusan, negara dapat mengembangkan industri yang lebih maju dan inovatif.

Selain itu, ketidakcocokan antara skill yang dimiliki oleh lulusan dengan kebutuhan industri juga dapat mengakibatkan pemborosan sumber daya manusia dan peluang.

Jika lulusan memiliki pengetahuan yang relevan dengan industri, mereka akan lebih mudah beradaptasi dan memberikan kontribusi positif. 

Namun, jika mereka harus menjalani pelatihan tambahan yang memakan waktu dan biaya, hal ini akan menghambat pertumbuhan ekonomi dan pengembangan sosial.

Jalan Menuju Solusi yang Lebih Baik

Dalam menghadapi tantangan link-and-match, penting bagi semua pihak untuk memahami urgensi dan konsekuensi dari masalah ini. 

Industri perlu membuka diri terhadap kolaborasi dengan perguruan tinggi untuk memastikan bahwa pengetahuan yang diajarkan sesuai dengan kebutuhan praktis di lapangan. 

Di sisi lain, perguruan tinggi perlu lebih responsif terhadap kebutuhan industri dan mengajarkan keterampilan yang relevan untuk dunia kerja.

Pemerintah juga memiliki peran sentral dalam memfasilitasi kolaborasi ini. 

Selain mendorong implementasi Perppu, pemerintah dapat membantu memfasilitasi dialog antara perguruan tinggi dan industri, menciptakan insentif untuk kolaborasi, dan mendorong pengembangan program magang yang lebih luas.

Masalah pengangguran di kalangan lulusan perguruan tinggi adalah persoalan yang kompleks dan mendesak. 

Meskipun terdapat perhatian dari pemerintah dan upaya untuk mengatasi masalah link-and-match, tantangan dalam membangun kolaborasi antara perguruan tinggi dan industri masih ada.

Pemecahan masalah ini memerlukan pendekatan yang lebih tegas dan berorientasi pada hukum, serta kerjasama yang erat antara berbagai pihak terkait. 

Dengan langkah-langkah yang tepat, diharapkan bahwa kesenjangan antara lulusan perguruan tinggi dan kebutuhan industri dapat diperkecil, menciptakan peluang kerja yang lebih baik bagi generasi muda dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun