Mohon tunggu...
Misbah Fahrudin
Misbah Fahrudin Mohon Tunggu... Administrasi - Misbah

Perikanan dan Kelautan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Kawan Main

15 April 2020   00:29 Diperbarui: 15 April 2020   00:34 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Tolong! Donclo berulah lagi. Ia mendekati desa." Teriak salah satu warga.

"Berubah." Aku bukan power ranger. Bukan juga superman, apalagi Batman. Tapi aku berjubah.

"Kau, bocah ingusan. Kau tidak akan bisa melawanku. Hahaha."

Kami bertarung dan bertukar jurus. Kali ini sangat sulit sebenarnya. Mobil-mobil hancur, juga bangunan, dan beberapa rakyat semut dan lalat pasir gonjang-ganjing, juga rakyat ayam, kocar-kacir. Desa Pasir porak poranda. Ia seperti minum jamu kuda terbang semalam. Tenaganya sangat kuat, aku terkapar. Untunglah adzan maghrib, Ibu menyuruhku pulang. Donclo pun dijewernya, lalu dimasukkan dalam kardus. Ibu menyelamatkanku.

Esoknya, pasir sudah dikeruk tukang untuk menambal tembok bangunan desa. Sejak saat itu, Donclo tak pernah berulah. Ia tetap di dalam kardus. Sampai suatu hari, Ia hilang entah kemana. Mungkin Ibu sudah menukarnya dengan 1 ons minyak curah.

***

Hari ini kelas bak hutan rimba. Ada tumbuhan beracun yang samar dengan tumbuhan lain. Mereka semua hijau. Seperti aku harus meneliti satu per satunya, agar aku tak perlu sampai bermalam di sana. Siang pun gelap, apalagi malamnya.

Sekelebat putih tiba-tiba mengagetkanku. Itu samar tapi jelas aku tak bisa menyangkalnya.

"Donclo?" Ah, sial. Fikiranku sendiri tak bisa aku rem.

Praangg... Angin menerjang kaca kelas dengan kencang. Seisi kelas menjerit kacau. Semuanya berebut keluar.

"Donclo!"

"Lama tak berjumpa." Katanya sambil menyeringai. Aku terkejut dan panik.

"Untuk apa kau kesini? Tidakkah dulu kau hancur?"

"Aku memang dilempar ke tumpukan rongsokan. Tumpang tindih dengan sampah-sampah busuk. Tapi aku merangsek keluar sampai sekarang kita bertemu lagi. Aku tak ingat makan, tak ingat tidur, kecuali untuk mencarimu waktu demi waktu, bocah!"

"Nampaknya kau lebih tinggi sekarang, bocah. Aku takkan lagi segan-segan!"

"Hey...hey... tunggu!" Ia tak menghiraukanku. Ia langsung menyerang dengan jurus pamanah angin.

Aku terus melompati kursi-kursi. Ia menyerang membabi buta.

"Hey... Tunggu dulu! Itu masa lalu, kau sangat pendendam!"

Seisi kelas tertawa ke arahku. Ada juga yang panik.

"Rasakan ini, bocah!" Jurusnya melukai pelipisku. Aku mulai terpancing. Kulempar cercahan kursi. Gantian menyerang.

"Ayolah, sampai kapan mau menghindar? Ayolah aku tak selambat itu!" Ia ganti kesulitan menangkisku.

Kepalku menghantam mukanya. Ia terlempar menabrak whiteboard. "Aduh." "Hahaha."

Adu tinju tak terelakkan. Gulat makin melantai. Kami saling kunci.

"Hiyyaaattttt..." Kami siap adu pukulan terakhir. Kami melompat dan semakin mendekat.

"Aaahhhh..." Donclo berteriak kencang. Tiba-tiba ada topan entah dari mana.

"Nampaknya seru yah. Sampai-sampai kemejamu basah semua?" Setengah sadar, aku melihat dosenku menodongkan kipas angin portable yang selalu ia bawa. Temanku terbahak-bahak sambil menggebrak-gebrak meja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun