Aku menatap ke arah awan
“Ke mana kau, awan? Mengapa kau pergi begitu saja?” Aku terkaget karena tak lagi melihat awan.
“Mengapa tadi kau berbicara dan sekarang kau malah pergi?” Aku sangat marah.
Kulihat lagi bidadari itu dan langsung memalingkan muka karena tak kuat melihatnya menangis. Lututku menjadi lemas, aku terjatuh, tersimpuh. “Awan, ke mana engkau?”
Aku mencoba menahan tangisku, mencoba lebih tegar. Aku lalu berdiri dan menenangkan diri, sambil memejamkan mata. Aku mencoba lagi berbicara pada awan.
“Awan, ke mana engkau? Mengapa engkau pergi?”
“Aku tidak pernah pergi, karena aku adalah awan?” ia seolah menjawab.
“Apa yang harus aku lakukan?” ia lalu diam lagi. Aku mencoba bertanya lagi.
“Mengapa kau diam, awan? Mengapa kau tak menjawab? Mengapa kau tadi berbicara dan sekarang kau diam?”
“Karena aku adalah hatimu.”
Kampus Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan