Negara Indonesia memiliki beragam suku, bahasa, adat istiadat, dan agama. Mereka hidup saling berdampingan, hidup rukun dan damai, tanpa menjatuhkan satu sama lain. Kondisi ini tercipta berkat adanya nilai-nilai toleransi yang dipegang teguh oleh masyarakat Indonesia sejak dahulu. Prinsip Bhinneka Tunggal Ika yang berarti “berbeda-beda tetapi tetap satu jua” telah menjadi landasan kuat dalam menjaga persatuan dan kesatuan di tengah keragaman. Nilai ini tidak hanya menjadi semboyan, tetapi juga tercermin dalam kehidupan sosial masyarakat yang mengutamakan sikap saling menghormati dan menghargai perbedaan.
Namun, mempertahankan kedamaian dan kerukunan dalam keberagaman bukanlah hal yang mudah. Tantangan globalisasi, perkembangan teknologi, dan masuknya ideologi-ideologi asing bisa mengancam harmoni ini. Oleh karena itu, penting untuk memperkuat kembali kesadaran akan moderasi beragama yang mendorong sikap saling memahami dan menolak ekstremisme. Dengan demikian, masyarakat Indonesia dapat terus hidup berdampingan dalam damai dan tetap menjaga identitas kebangsaan yang inklusif dan harmonis di tengah perbedaan.
Moderasi Beragama saat ini menjadi isu yang sangat seksi untuk dibahas, sebab dalam keragaman tersebut terdapat potensi terjadinya perbedaan pandangan dan praktik keagamaan yang bisa memicu konflik jika tidak dikelola dengan baik. Moderasi beragama menawarkan pendekatan untuk menjaga harmoni dalam kehidupan beragama dengan cara mendorong sikap saling menghargai dan toleransi antarumat beragama. Pendekatan ini sangat penting bagi negara seperti Indonesia yang multikultural, di mana keberagaman agama dan keyakinan menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari.
Moderasi beragama mengajarkan masyarakat untuk tidak memaksakan keyakinan mereka kepada orang lain dan menghormati hak individu untuk memeluk agama sesuai kepercayaannya. Melalui moderasi beragama, diharapkan masyarakat dapat menjauhi sikap ekstremisme yang cenderung merugikan dan malah merusak persatuan bangsa. Dengan menerapkan prinsip-prinsip moderasi beragama, masyarakat Indonesia diharapkan mampu menjaga kerukunan dan kedamaian serta membangun kohesi sosial yang kuat di tengah perbedaan.
Pengguna media online di Negara Indonesia saat ini yaitu mencapai 202 juta. Seperti yang diungkapkan oleh menurut We Are Social Indonesia diperkirakan memiliki lebih dari 202 juta pengguna internet pada tahun 2022, l. Hal ini menunjukkan bahwa dibandingkan tahun sebelumnya, Indonesia mengalami peningkatan pengguna internet sekitar 10 juta atau 5%. Berdasarkan statistik yang sama, pada Januari 2023, jumlah penduduk Indonesia secara keseluruhan diperkirakan mencapai 276,4 juta jiwa, naik 1,8 juta jiwa dibandingkan jumlah penduduk pada tahun 2022.[1] Dengan kata lain, 77 persen penduduk Indonesia (212,9 juta jiwa) memiliki akses terhadap internet. Sementara itu, 63,51 juta orang atau sekitar 23% populasi saat ini belum memiliki akses internet. Hingga 98,3% pengguna internet Indonesia menggunakan perangkat selulernya untuk mengakses internet. Pengguna internet di Indonesia rata-rata login selama tujuh jam empat puluh dua menit dalam sehari.
Data yang diperoleh di “KompasTekno” bahwa masyarakat Indonesia rata-rata menggunakan platform media sosial dan media online sekitar tiga jam delapan belas menit per hari.[2] Hal ini menunjukkan bahwa penduduk di Indonesia ini rata-rata menghabiskan waktunya dalam menggunakan media sosial maupun media online. Dengan demikian hal ini menunjukkan bahwa media online telah menjadi kebutuhan sehari-hari bagi masyarakat Indonesia. Media online sering digunakan sebagai sarana untuk mendapatkan atau mencari informasi secara mudah dan terjangkau dalam mengakasesnya.
Hadirnya media online saat ini memang memudahkan manusia karena mereka bisa menjadi media online (seperti youtube, instgram, facebook, twitter) sebagai sumber informasi. Selain sumber informasi, manusia juga bisa mendapatkan hiburan dan pengetahuan. Tetapi dalam hal ini, manusia harus lebih berhati-hati dalam menggunakan media online. artinya, pengguna media online harus melakukan pengecekan sebelum meng-share kepada orang lain (search to share) sehingga hal ini bertujuan agar terhindar pemberitaan hoax.
Media online memiliki berbagai karakteristik yang dapat mempengaruhi cara pesan agama disampaikan dan diterima oleh khalayak atau masyarakat. Kecepatan penyebaran informasi di media online dapat memperkuat dan memperluas jangkauan informasi keagamaan. Akan tetapi, karakteristik pada media online juga dapat menjadi sumber potensi permasalahan, seperti munculnya informasi yang salah atau bias, berita bohong (hoax) yang dapat memengaruhi persepsi dan sikap beragama seseorang.
Moderasi beragama memiliki arti pengurangan kekerasan dan menghindari ekstremisme.[1] Moderasi beragama juga dapat diartikan sebagai pandangan yang moderat terhadap adanya keberagaman. Hal tersebut sebagai upaya untuk mengakomodasi keberagaman agama yang ada di Indonesia.[3]
Dasar dari moderasi beragama yaitu memberikan ruang kepada agama yang telah diyakini oleh orang lain dan percaya terhadap doktrin agama yang absolut.[4] Dalam arti lain moderasi beragama yaitu sikap ataupun pandangan untuk berusaha mengambil posisi netral atau ditengah antara dua pandangan.[5] Serta sikap untuk selalu berupaya saling mendengarkan dan melatih kemampuan untuk mengatasi perbedaan.[6]
Moderasi beragama menghasilkan keseimbangan dalam praktik beragama dan dapat menjauhkan diri dari sikap berlebihan, revolusioner, dan fanatik dalam beragama.[7] Keberagaman di negeri ini juga dapat berkembang dengan adanya moderasi beragama. Hal tersebut dikarenakan faktor kultur masyarakat yang majemuk sehingga cocok untuk digunakan di Indonesia. Moderasi beragama sudah lama diterapkan di Indonesia.[8]
Pandangan di atas terbukti bahwa kepercayaan yang ada dan diakui di Indonesia semuanya mengenal apa itu moderasi beragama. Seperti pada ajaran agama Islam terdapat penjelasan konsep mengenai washatiyah yang bermakna sepadan atau sama dengan tawasuth yang memiliki arti tengah tengah, i’tidal yang memiliki arti adil, dan tawazun yang memiliki arti berimbang.[9] Sedangkan dalam umat Kristen, arti dari moderasi beragama yaitu cara pandang untuk dapat mengetahui ekstrimisme terkait dengan tafsir terhadap ajaran agama Kristen dimana ajaran tersebut dipahami oleh sebagian umat Kristen.[10]
Moderasi beragam dalam persepektif Gereja Katolik moderasi beragama yang memiliki istilah “moderat” yang biasa yakni “terbuka” kepada “fundamentalis” serta “tradisional” atau membantah terhadap modernisasi menurut Gereja Katolik. Pada ajaran agama Hindu yang terpenting dalam moderasi beragama yaitu susila atau bagaimana upaya dalam menjalin hubungan harmonis antar manusia yang termasuk di dalam tiga penyebab kesejahteraan.[11]
Selanjutnya moderasi beragama dalam agama Buddha ada yang dinamakan Sidharta Gautama yang menerangkan tentang moderasi beragama dan Sidharta Gautama menetapkan empat prasetya. Empat prasetya itu adalah pertama berusaha untuk menolong sesama makhluk; Kedua menolak semua nafsu duniawi; ketiga mengamati, mempelajari, dan mengamalkan Dharma; kelima berusaha untuk mencapai pencerahan yang sempurna.[12]
Agama Khonghucu umatnya yang memiliki junzi (budi luhur) memandang hidup dalam kacamata yin yang, dikarenakan filosofi yin merupakan ideologi dan spiritual dari penganut kepercayaan Khonghucu yang hendak tinggal di dalam dao. Sementara yin dan yang bukanlah sesuatu yang eksesif melainkan suatu bentuk penyelesaian.[13]
Masyarakat Islam dimana pun berada, tentu menginginkan terwujudnya pribadi muslim yang baik dalam rangka membangun tatanan masyarakat muslim yang cerdas dan paham terhadap berbagai aspek kehidupan beragama dan sikap moral. Masyarakat tentunya harus mempelajari moralitas untuk mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk.[14] Masyarakat Islam sekarang ini menjalani hidup dengan berpedoman pada al-Qur’an dan Hadis, dengan demikian masyarakat harus bisa membedakan antara yang baik dan buruk dan memerangi sikap-sikap eksterimitas dalam segala dimensi kehidupan, terutama dalam kehidupan beragama.
Permasalahan mengenai moderasi beragama selalu menarik untuk dibicarakan. Permasalahan mengenai penerimaan atas segala macam bentuk harus mereka ketahui dan pahami bahwa perbedaan adalah hal yang indah dalam kehidupan sehari-hari untuk menanamkan moderasi beragama pada generasi berikutnya. Pemahaman menegenai moderasi beragama perlu dihadirkan dalam berbagai sudut pandang.
Berbagai tantangan terhadap sikap moderat saat ini muncul, baik dari dalam komunitas Islam maupun dari berbagai sumber di luar. Fakta-fakta tertentu dicari oleh organisasi-organisasi tertentu yang berusaha untuk menggambarkan Islam dengan cara yang jauh dari moderat, untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya menggunakan semua potensi dan kekuatan seseorang untuk menjaga identitas Muslimnya. Hanya saja berbagai tantangan yang mendera sikap moderasi ini muncul baik dari dalam masyarakat Islam itu sendiri atau berbagai faktor eksternal lainnya. Ada fakta yang diinginkan kelompok tertentu yang berusaha mempersepsikan Islam jauh dari sikap moderasi sehingga melahirkan kesadaran menggunakan segala potensi dan kekuatan guna menjaga jati diri umat Islam.
Islam di Indonesia adalah agama yang toleran dan kontemporer, dengan demikian masyarakat harus mampu menjaga dan menumbuhkan mentalitas tersebut agar tidak mendarah daging dalam diri manusia. Oleh karena itu, perlu kita ketahui bahwa mentalitas ini akan mengantarkan atau menghasilkan bangsa dan masyarakat yang damai, menghargai segala perbedaan dan menumbuhkan rasa peduli satu sama lain dalam hal bersedia membela dan mendukung sesama tanpa perpecahan. Dengan sikap moderasi beragama, kita dapat melatih diri kita untuk tidak mudah terpengaruh oleh individu yang hanya akan berdampak buruk bagi kita; sulit untuk dibujuk oleh setiap kata yang diucapkan seseorang dengan berbagai variasi moderasi agama. Kita tertipu untuk percaya bahwa kita akan bertindak secara fanatik. Memahami dan menyelidiki berita atau pidato seseorang sangat penting untuk menghindari kesalahan saat mengambil keputusan.[15]
Kesimpulan
Indonesia merupakan negara dengan keberagaman suku, bahasa, adat istiadat, dan agama, yang mampu hidup rukun berkat nilai-nilai toleransi dan prinsip Bhinneka Tunggal Ika. Nilai-nilai moderasi, seperti menghargai perbedaan dan menolak ekstremisme, penting untuk menjaga keharmonisan sosial. Namun, tantangan dalam mempertahankan kedamaian tersebut meningkat akibat globalisasi, kemajuan teknologi, serta pengaruh ideologi asing. Oleh sebab itu, moderasi beragama di Indonesia menjadi kunci untuk membina kohesi sosial, mengurangi ekstremisme, dan menciptakan masyarakat yang inklusif serta harmonis.
Di era digital ini, media online memiliki peran besar dalam membentuk persepsi masyarakat terkait isu-isu agama dan sosial. Mengingat banyaknya pengguna internet di Indonesia yang menghabiskan waktu berjam-jam di media online, penting untuk menyebarkan nilai-nilai moderasi di platform ini agar pengguna tidak mudah terpengaruh oleh informasi yang bersifat ekstrem atau hoax. Dengan menumbuhkan sikap moderasi beragama di media online, masyarakat dapat diajak untuk bijak dalam menyikapi isu agama, menghindari konflik, dan memperkuat toleransi. Hal ini penting untuk mencegah polarisasi, serta menjaga perdamaian dan persatuan dalam keberagaman yang menjadi ciri khas Indonesia.
Referensi
Jumlah.Pengguna.media.online//https://tekno.kompas.com/read//2023/02/13/19300087/pengguna.internet./diindonesia/tembus-212-9-juta-diawal//2023. Diakses pada Tanggal 05 Januari Tahun 2024, Jam 06.37 Menit.
https://tekno.kompas.com/read/2023/02/13/19300087/pengguna.internet./diindonesia.tembus-212-9-juta-di-awal-2023. Diakses pada Tanggal 05 Januari Tahun 2024, Jam 06.37 Menit.
Ulfatul Husna and Muhammad Thohir, “Religious Moderation as a New Ahroach to Learning Islamic Religious Education in Schools,” Nadwa 14, no. 1 (2020): h. 19-99.
Busyro, Aditiya Hari Ananda, & Adlan Sanur Tarihoran, “Moderasi Islam (Wasathiyyah) di Tengah Pluralisme Agama Indonesia,” Fuaduna: Jurnal Kajian Kagamaan dan Kemasyarakatan 03, no. 01 (2019): h. 43– 54.
Fadhliah Mubakkirah, “Moderasi Islam: Dari Konsep Menuju Identitas,” Bilancia: Jurnal Studi Ilmu Syariah dan Hukum (2018).
Zuhairi Misrawi, “Kesadaran Multikultural Dan Deradikalisasi Pendidikan Islam: Pengalaman Bhinneka Tunggal Ika Dan Qabul Al-Akhar,” Jurnal Pendidikan Islam, Vol 2, No 1 (2013): h. 197.
Lukman Hakim Saifuddin and Mentri Agama Republik Indonesia, “Moderasi Untuk Kebersamaan Umat: Memaknai Rapat Kerja Nasional Kemenag 2019” (n.d.), https://jateng.kemenag.go.id/warta/download/1548283699.pdf
Putri Septi Pertiwi, et., al, “Moderasi Beragama dan Media Sosial (Studi Analisis Konten Instagram & Tik-Tok)” Jurnal Dakwah dan Komunikasi , Vol 6, No 1, (2021).
Edy Sutrisno, “Aktualisasi Moderasi Beragama di Lembaga Pendidikan,” Jurnal Bimas Islam, Vol 1, No. 3 (2019): h. 45.
Tim Penyusun Kementrian Agama RI, Moderasi Beragama (Jakarta: Kementerian Agama, 2019), h. 19.
Putri Septi Pertiwi, et., al, “Moderasi Beragama dan Media Sosial (Studi Analisis Konten Instagram & Tik-Tok)” Jurnal, Vol 5, No. 3, (2019): h. 23.
A. Jauhar Fuad, Gerakan Kultural dan Pemberdayaan: Sebuah Imun terhadap Radikalisasi di Sanggar Sekar Jagad Sukoharjo, (IAI-Tribakti Kediri), h. 5.
Khabib Lutfi, Masyarakat Indonesia dan tanggung jawab Moralitas (Jakarta: Guepedia Publisher, 2018), h. 6.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H