Indonesia memang dikenal dengan keberagaman suku, agama, budaya, dan ras yang sangat multikultural. Keberagaman ini, meskipun merupakan kekayaan bangsa, juga dapat memicu konflik dan kontra akibat perbedaan yang ada. Salah satu bentuk konflik yang sering muncul adalah intoleransi, yang bisa terjadi dalam berbagai bentuk, seperti diskriminasi, perundungan, mengabaikan orang serta ujaran kebencian atau bahkan kekerasan yang berdasarkan perbedaan agama, suku, atau budaya. Sikap intoleransi ini menimbulkan dampak buruk bagi keharmonisan masyarakat dan mengancam persatuan bangsa. Oleh karena itu, penting untuk terus mengedukasi masyarakat tentang pentingnya saling menghormati, toleransi, dan menjaga keberagaman sebagai kekuatan yang mempererat kesatuan Indonesia.
Pengertian Intoleransi
Intoleransi adalah sikap atau perilaku yang tidak menghormati perbedaan pandangan, kepercayaan, atau nilai-nilai orang lain. Abdul Mu’ti (2020) menyatakan bahwa intoleransi adalah ketidaksediaan menerima perbedaan, yang dapat memicu diskriminasi dan konflik. Sementara itu, John Rawls mendefinisikan intoleransi sebagai ketidakmauan memberikan kebebasan kepada individu atau kelompok lain.
Intoleransi sering menjadi akar permasalahan sosial, seperti konflik, diskriminasi, dan pelanggaran hak asasi manusia. Oleh karena itu, diperlukan langkah-langkah strategis untuk membangun budaya saling menghormati demi terciptanya masyarakat yang harmonis.
Intoleransi di Lingkungan Sekolah
Menurut saya, lingkungan sekolah sering menjadi tempat munculnya intoleransi, terutama dalam bentuk ujaran kebenciaan.Saya setuju dengan laporan Komnas HAM yang menyatakan bahwa ujaran kebencian berbasis agama dan etnis merupakan salah satu penyebab utama pelanggaran hak asasi manusia di Indonesia, termasuk di dunia pendidikan. Selain itu, saya juga sependapat dengan temuan UNESCO yang menunjukkan bahwa intoleransi di sekolah, seperti perundungan berbasis agama dan etnis, masih menjadi masalah yang umum terjadi di Asia Tenggara.
Dampak Intoleransi di Sekolah
 Menurut saya, intoleransi di sekolah memiliki dampak yang sangat merugikan,berikut adalah dampak dari intoleransi di sekolah :
- Psikologis: Trauma, rendahnya kepercayaan diri, dan kecemasan sosial.
- Proses Pembelajaran: Menurunnya prestasi akademik, absensi tinggi, hingga putus sekolah.
- Hubungan Sosial: Polarisasi antar siswa, konflik, dan ketegangan sosial.
- Budaya Sekolah: Normalisasi diskriminasi dan menurunnya nilai kebersamaan.
- Citra Sekolah: Kerusakan reputasi sekolah dan menurunnya kepercayaan orang tua.
- Dampak Jangka Panjang: Trauma yang berkepanjangan dan kesulitan adaptasi di masa depan.
Hal tersebut harus menjadi perhatian serius bagi semua pihak yang terlibat dalam dunia pendidikan.
Peran Mahasiswa dalam Mengatasi Intoleransi
Sebagai agen perubahan, mahasiswa memiliki peran penting dalam mempromosikan toleransi. Beberapa langkah yang dapat dilakukan mahasiswa meliputi:
- Menyebarkan nilai toleransi melalui pendidikan, diskusi, dan kampanye.
- Memfasilitasi dialog antar kelompok untuk mencegah kesalahpahaman.
- Memberi contoh nyata dalam menghargai perbedaan dan menyikapi ujaran kebencian secara bijak.
- Mengembangkan pemikiran kritis terhadap isu-isu sosial.
Solusi Mengatasi Intoleransi di Sekolah
Menciptakan lingkungan sekolaah yang inklusif dan harmonis memerlukan langkah-langkah yang strategis dan komprehensif. Salah satunya adalah dengan menerapkan kebijakan tegas yang melarang ujaran kebencian, disertai sanksi yang bersifat mendidik. Selain itu, penting juga untuk menyediakan ruang peloporan yang aman dan mudah diakses oleh siswa, sehingga mereka merasa nyaman untuk melaporkan kejadian intoleransi.
Saya juga percaya bahwa penyuluhan tentang penggunaan media sosial secara positif dapat membantu mencegah penyebaran intoleransi di dunia maya. Dukungan psikologis melalui layanan konseling bagi korban intoleransi juga tidak kalah penting untuk membantu mereka pulih. Di sisi lain, kolaborasi antara orang tua dan guru sangan diperlukan untuk mendukung pembentukan sikap toleran pada siswa. Terakhir, tindak lanjut yang cepat terhadap laporan intoleransi, melalui investigasi dan mediasi yang adil, sangat penting untuk memastikan keadilan dan mencegah masalah yang lebih besar.
Hasil Angket
Berdasarkan hasil angket yang kami bagikan, kami dapat menyimpulkan beberapa hal terkait pengalaman, sikap, dan persepsi responden terhadap isu intoleransi, perlakuan tidak adil, dan dinamika sosial di lingkungan kampus:
1. Kesadaran terhadap Intoleransi
Sebanyak 50% responden mengakui pernah menyaksikan tindakan intoleransi di lingkungan kampus. Hal ini menunjukkan bahwa intoleransi masih menjadi fenomena yang cukup sering terjadi di lingkungan kampus kami.
2. Respon terhadap Intoleransi
Sebagian besar responden (63,3%) menyatakan bahwa mereka berusaha memberikan dukungan kepada teman yang dijauhi karena intoleransi. Ini menunjukkan adanya empati dan keinginan untuk mendukung korban intoleransi di antara mahasiswa.
3. Pengalaman Tekanan Sosial
Sebanyak 50% responden merasa pernah ditekan untuk mengikuti pandangan atau opini tertentu agar diterima dalam kelompok. Ini mengindikasikan adanya tekanan sosial yang cukup kuat di kalangan mahasiswa kampus kami.
4. Respon terhadap Ujaran Kebencian
Sebagian besar responden (46,7%) merasa sangat terganggu saat melihat ujaran kebencian di lingkungan kampus. Namun, hanya 46,7% yang menyatakan tidak pernah menjadi korban ujaran kebencian, yang menunjukkan bahwa pengalaman pribadi dengan ujaran kebencian cukup beragam di kalangan mahasiswa.
5. Penyebab Ketakutan dalam Menyuarakan Pendapat
Sebanyak 36,7% responden mengungkapkan rasa takut untuk mengungkapkan pendapat karena khawatir mendapat ujaran kebencian. Hal ini mengindikasikan bahwa lingkungan kampus kami mungkin belum sepenuhnya aman bagi kebebasan berekspresi.
6. Persepsi terhadap Perlakuan Tidak Adil dan Kepekaan Sosial
Sebagian besar responden (36,7%) tidak setuju pernah mengalami perlakuan tidak adil karena latar belakang mereka, dan 56,7% menyatakan bahwa mereka sering tidak memperdulikan perasaan teman yang kecewa. Ini menunjukkan bahwa tingkat kepekaan sosial di kalangan mahasiswa di kampus kami perlu ditingkatkan.
Secara keseluruhan, hasil angket kami menunjukkan bahwa isu intoleransi dan ujaran kebencian masih menjadi perhatian yang signifikan di lingkungan kampus. Namun, kami juga melihat bahwa banyak responden memiliki empati dan kesadaran terhadap pentingnya mendukung korban intoleransi dan menjaga kepekaan sosial dalam komunitas kampus.
Kesimpulan
Menurut saya, intoleransi merupakan tantangan serius yang dapat merusak harmoni dalam masyarakat. Namun, saya yakin bahwa melalui pendidikan yang inklusif, penegakan aturan yang tegas, dan kolaborasi antar berbagai pihak, intoleransi dapat diminimalkan. Membangun lingkungan yang toleran, menurut saya, bukan hanya soal melindungi hak individu, tetapi juga langkah penting untuk menciptakaan mayarakat yang lebih adil dan damai. Berdasarkan hasil angket di kampus, intoleransi dan tekanan sosial masih menjadi isu signifikan, namun banyak mahasiswa yang menunjukkan empati dan kesadaran pentingnya menciptakan lingkungan yang toleran.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H