Menyikapi hal ini, Maria Montessori berpendapat bahwa pada masa itu setiap anak mengalami apa yang disebutnya sebagai penyerapan pikiran atau absorbent mindÂ
(pikiran yang menyerap) dimana kekuatan otak anak dalam menyerap segala sesuatu bagaikan Spon yang siap menyerap apapun yang disentuhnya. Pada masa ini, pikiran yang meyerap dalam bahasa Montessori, hanya berlangsung sekali seumur hidup manusia. Masa yang satu kali ini sekaligus menjadi kunci perkembangan potensi dan kecerdasan anak di masa-masa selanjutnya. Tahapan tumbuh kembang otak pada periode emas tersebut, menurut Mustamir Pedak dan Maslichan, terdapat lima tahapan tumbuh kembang otak anak yakni Proliferasi, Migrasi, Diferensiasi, Mielinisasi, dan Snaps.Â
Berdasarkan tahapan dan pencapaian tumbuh kembang otak anak pada periode emas tersebut hendaknya para guru terutama orang tua, mampu memanfaatkan periode ini sebaik mungkin sehingga anak bisa tumbuh dan berkembang menjadi anak cerdas.Â
Mengenal kepribadian anak usia dini dalam dunia psikologi dikenal emapat tipe kepribadian yaitu korelis, sanguine, phegmatis, melankolis. Mungkin empat tipe kepribadin ini terlalu sederhana untuk melukiskan kepribadian anak secara keseluruhan, mengingat semua anak pasti mempunyai ciri khas yang pasti berbeda dengan anak yang lainnya.Walaupun demikian untuk mempermudah pemahaman, tidak ada salahnya teori yang sudah lama teruji kebenarannya ini digunakan untuk mengenali tipe-tipe kepribadian anak.Â
    Pada dasarnya semua tipe kepribadian adalah baik dan mempunyai kekuatan besar dibidangnya masing-masing, sebab semua itu adalah karunia Tuhan, dan Tuhan adalah zat yang Maha baik lagi Maha kuat, tetapi sifat baik yang melekat pad kepribadian seseorang tidaklah sempurna karena hanya Tuhan sendirilah yang sempurna. Dalam kehidupan sehari-hari jarang sekali ditemukan orang yang mempunyai tipe kepribadian tertentu secara murni, biasanya yang terjadi dalam setiap orang adalah kombinasi alamiah antara dua atau lebih tipe kepribadian, sebab pada masing-masing tipe kepribadian terdapat kelemahan.Oleh sebab itu sudah menjadi naluri semua orang untuk meminimalisasi kelemahan dan mengoptimalkan kekuatannya.Â
Setiap anak dengan segala sifat uniknya mempunyai gaya belajar tersendiri, perbedaan ini sekaligus menjadi ciri khas kepribadiannya. Bahkan beberapa studi kepribadian menunjukkan bahwa pembentukan kecerdasan ditentukan oleh kesesuaian antara gaya belajar atau bermain anak dengan gaya mengajar guru. Dengan demikan dapat dipahami bahwa antara anak yang satu dengan anak yang lain mempunyai gaya belajar yang berbeda-beda.Â
Hubungan perkembangan dalam belajar anak yang terlihat bukan hanya kegiatan fisik tetapi diikuti oleh proses mental, kegiatan fisik mempunyai arti penting dalam kegiatan belajar, sisi ini tidak hanya sebagai penopang kegitan belajar tetapi juga berperan untuk mendapatkan keterampilan-keterampilan tertentu. Keberhasilan anak melewati fase pertumbuhan fisik membuat anak menjadi orang yang siap secara fisik.Â
Perkembangandalam psikologi belajar anak merupakan sebuah konsep yang cukup rumit dan kompleks, di dalamnya terkandung banyak dimensi oleh sebab itu untuk memahami konsep perkembangan psikologi belajar anak perlu terlebih dahulu memahami konsep lain yang terkandung di dalamnya, di antaranya pertumbuhan, kematangan, dan perubahan.Â
Selama masa pendidikan prasekolah, anak akan terus melakukan integrasi terhadap pembentukan pola kehidupannya sampai kepada batasan yang kompleks. Proses integrasi pola-pola yang semakin kompleks tersebut Laura E. Berk menyebutnya sebagai dynamic system, kemudian anakanak akan mulai mengembangkan keterampilan baru lagi seiring dengan pertumbuhan badan dan kekuatan fisik. Oleh karena itu sistem syaraf sentralnya mulai berkembang dalam lingkungan barunya dengan memulai tantangan baru. Proses berpikir pada tahapan belajar anak adalah sebagai aktivitas gradual dari fungsi intelektual kepada hal yang konkrit menuju abstrak, proses belajar yang demikian sebenarnya terdiri atas tiga tahapan yakni asimilasi, akomodasi, equilibrasi.Â
Guru yang menaruh perhatian lebih banyak pada aspek kesesuaian antara rancangan dalam programnya dengan level kemampuan performa yang dicapai anak didik mampu menciptakan situasi belajar dari diri sendiri melalui pengalaman dan eksperimen untuk menemukan pengetahuan dan kemampuan baru yang khas bagi peserta didik.Â
Â