Kembali ke novel "Saga no Gabai Bachan", walaupun sebetulnya cara si nenek dalam novel ini tak perlu dituruti, tapi setidaknya kita disadarkan bahwa kita ahrus mampu mencari alternatif saat menghadapi kesulitan daripada berkutat dalam kesulitan tanpa adanya solusi. Salah dalam proses belajar bukan suatu aib.Â
Hal terakhir mengingatkan saya pada kejadian yang dialami oleh teman saya yang kerja sebagai honorer.Â
Ia "diteror" orangtua/wali karena nilai anak-anaknya jelek, dan mungkin juga memarahi si anak karena ini. Padahal soal-soal ujian itu sudah diberi banyak keringanan dan teman saya ini baru mengajar satu semester.Â
Mungkin memang harus ada evaluasi tentang caranya bagaimana ia harus mengajar ke depan, tetapi tetap tak bisa membenarkan bagaimana orangtua melihat nilai dan prestasi ini. Apalagi di masa ini, kegiatan belajar mengajar luring (offline) ini sedang tidak kondusif dilakukan.
Sekali lagi, nilai jelek bukanlah akhir dari segalanya. Lagi pula, dibanding menyalahkan guru, orangtua/wali pun memiliki tugas yang tak kalah penting dalam mengajar anak.Â
Dan yang terpenting, jangan sampai potensi anak yang lain mati karena hanya dibebani untuk mahir di bukan bidangnya. Mungkin itu pula alasan mengapa penulis, Yoshichi Shimada menulis cerita yang didasarkan atas pengalaman bersama neneknya di Saga ini. Ia membuktikan bahwa ia bisa menjadi sukses walaupun neneknya tak pernah menuntutnya hanya untuk mengejar sebuah angka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H