BABI DALAM POLITIK
Wabe adalah diambil dari bambu dan digunakan dengan berbagai fungsi dalam kebutuhan manusia. Bambu digunakan untuk air minum, pus dibuat untuk memana babi dan wabe juga sebagai pisau untuk memotong daging babi.
Bambu Wabe dimasukan dalam daging babi dan diberikan kepada orang lain yang berhubungan keluarga. Hubungan emosional yang sama dengan kematian anggota keluarga saat dimedan peperangan. Dengan memasukan bambu Wabe dalam daging babi dimaksudkan untuk menimbulkan atau memancing emosi. Sebagai pihak penerima dagingnya mereka berkumpul dengan maksud menyantap bersama. Ternyata daging tadi terdapat runjingan bambu yang sengaja dimasukan dengan menimbulkan emosi.
Orang yalimeck memiliki dasar moral unik dalam pandangan ini, bahwa akibat dari konflik perang itu diantara para pihak memang mengalami kematian itu dan atas jasa baik perang orang telah menerima daging babi yang disebut paham kamna (Utang Babi).
BABI SEBAGAI PANDANGAN HIDUP
Babi memiliki aspek mitologis sebagai pandangan hidup orang yalimeck. Babi dalam kehidupan orang yalimeck tidak terbatas pada aspek kebutuhan manusia semata-mata, melainkan memelihara ternak babi mengandung kedalaman pemahaman nilai sakralismenya. Sehingga kewajiban manusia dalam memelihara ternak babi adalah perekat hubungan hidup dan matinya manusia. Pandangan hidup demikian digeneralisasikan kedalam kehidupan marga-marga yang memahami kepercayaan yang hampir terpusatkan pada pemeliharaan ternak babi.
Apabila tindakan manusia dalam melakukan segala sesuatu yang berhubungan dengan tugas tanggung jawab dan kewajiban pemeliharaan ternak babi dengan kehendak baik maka akan mendatangkan berkat berlimpah ganda memenuhi kebutuhan individu dan kelompok masyarakat. Apabila tindakan itu dilakukan dengan kehendak tidak sesuai akan membawa masalah.
Ungkapan-ungkapan ritual tergantung dari objek ritualnya. Apakah pemulihan, pemeliharaan perlindungan, keselamatan, perdamaian dan seterusnya manusia memusatkan perhatian pada ternak babi.
Pandangan hidup yang abstrak tadi diproyeksikan kedalam kehidupan sehari-hari. Dari keyakinan mereka, kesadaran pemeliharaan ternak babi, berkebun, mendirikan rumah laki-laki dan perempuan, memungut hasil hasil hutan, berburu, upacara-upacara sambil diwajibkan doa restu melalui ritual khusus yang sesuai cara yang di atur. Pemberian-pemberian korban persembahan korban persembahan kepada pencipta. Dan leluhur, dan alam semesta. Korban bersembahan selalu menyebut pencipta, sesuai siapa moyang masyarakat zaman mereka. Korban persembahan ritual-ritual itu tidak ada gemuk-gemuk babi yang disimpannya.
Mereka percaya bahwa tugas masyarakat dengan kesadaran berkebun demikian hasil-hasilnya dinikmatinya. Setiap orang laki-laki penuh kesadaran berkebun, agar mampu menghidupi dirinya, keluarga, memiliki dan memelihara ternak babi secara sehat.
Orang laki-laki atau perempuan yang tidak bekerja dihinakan, diejek dari orang-orang dalam kampung. Siapa yang terhina dalam masyarakat akibat pemalasan pasti tidak menginginkan, tetapi karena sering tidak menuruti nasehat-nasehat atau anjuran-anjuran, peringatan-peringatan orang besar.
Saudaramu berkebun, juga engkau berkebun.Saudaramu memelihara ternak babi, engkau juga memelihara ternak babi. Jikka engkau tidak menuruti dan engkau pergi kepada saudaramu, engkau akan malu dan terhina sendiri.
Pesan orang tua diikuti orang muda dan ditaatinya. Orang tua menjadi teladan dalam memelihara ternak babi, berkebun dan melakukan aktivitas lainnya. Karakter identitas wujudnya ditonjolkan pula dalam pandangan formalisme. Upacara khusus menyangkut kegiatan-kegiatan resmi seperti pembukaan kebun/ lahan baru, pembukaan hasil kebun baru, mendirikan rumah laki-laki yawi mengumpulkan hasil hutan.