Masih butuh waktu setahun untuk saya menulis kembali di Kompasiana, dalam arti membuat akun baru dengan tujuan menuangkan ide dan menjaga kewarasan. Karena menurut saya, dan ini sudah mulai saya rasakan sekarang, saat menulis sudah menjadi profesi utama, kebebasan menulis pun menjadi terbatas. Apalagi saya yang menjadi perpanjangan produk, di mana menulis sekadar untuk memasarkannya dan keperluan campaign perusahaan.Â
Statement ini bukan berarti saya harus meninggalkan profesi menulis dan mencari hal baru (lagi!). Tidak, tidak, bukan itu. Mana mungkin saya melepaskan impian saya begitu saja, mustahil. Akan tetapi lebih kepada, adanya kebutuhan mendesak untuk menulis di luar pekerjaan. Menulis bebas tanpa ada instruksi dan batas-batas dari pemesan (baca: klien).Â
Dalam permenungan itulah saya terpikirkan Kompasiana. Di sinilah saya pikir saya bisa menuangkan ide-ide secara lebih bebas. Di sinilah tempat yang tepat untuk mengasah kemampuan saya menulis. Ruang diskusi untuk memperkaya perspektif dari para penulis berbakat seantero negeri. Akhirnya, saya putuskan membuat aku baru -- waktu itu nama saya Iqbal Awal -- pada tanggal 04 Januari 2016. Tulisan pertama saya adalah Urgensi Religiositas Kehidupan (Sastra) di Balik Cerpen Kuntowijoyo. Tulisan yang telah terpendam selama lebih dari dua tahun di dalam laptop. Lega, laksana mencapai klimaks setelah sekian lama memendam rasa.
Hingga kini, meski tidak seaktif nama-nama beken seperti  Tjiptadinata Effendi, Ronald Wan, Ahmad Suwefi, S Aji, Yon Bayu, Zulfikar Akbar, Yayat, dan Kompasianers beken lain yang mohon maaf tidak bisa saya sebutkan namanya satu persatu, saya tetap menulis di Kompasiana. Ya itu tadi, saya ingin tetap waras dan suka dengan sudut pandang yang beda dan baru, daripada hanya membaca berita dari media-media mainstream yang saya kira -- mayoritas beritanya sama semua. Dalam konteks ini, saya merasa bahwa Kompasiana menjadi salah satu oase pelepas dahaga terkait  pertukaran ide dan kisah-kisah menarik yang tak memiliki banyak ruang di media-media mainstream. Lebih dari itu, dari sisi subyektif pribadi, Kompasiana adalah salah satu tempat yang paling tepat untuk  belajar agar saya bisa menulis lebih baik, dan terus lebih baik lagi.Â
****
Kompasiana, terima kasih telah sabar menunggu saya sejak tahun 2011, saat sudah membuat akun dengan hanya satu posting dan baru menulis aktif lagi pada tahun 2016 kemarin. Mudah-mudahan di umur yang mendekati satu dekade ini, Kompasiana tetap jaya dan bisa terus berinovasi menjadi forum terdepan yang memberikan kebebasan bagi tumbuhnya ide-ide dan gagasan baru dari para penulis berbakat di seluruh penjuru Indonesia. Â Amien. Sekali lagi, selamat ulang tahun yang ke-9 Kompasiana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H