Mohon tunggu...
Dian Minnie
Dian Minnie Mohon Tunggu... Administrasi - Dosen - Pengacara - Conten Creator - Coppy Writing - Bisnis Owner

Suka bepergian dan menikmati hidup

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

"NKCTHI", Tak Ada Keluarga yang Sempurna, Semua Memiliki Luka dan Bahagianya Masing-masing

19 Januari 2020   00:20 Diperbarui: 24 Januari 2020   23:40 2248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Bagaimana caranya bahagia? Kalau sedih aja enggak tahu rasanya kayak apa,"

Bahagia. Ya. Itulah yang terlintas dipikiran kebanyakan orang yang melihat betapa harmonisnya sebuah keluarga, ditambah lagi apabila dikaruniai cukup materi. Siapa sih yang nggak bahagia bila memiliki keluarga yang berkecukupan, ayah dan ibu yang punya karir bagus serta kakak dan adik kompak. Bahagia pastinya.

Tapi bagaimana bisa tahu bahagia kalau sedih aja kita nggak tahu rasanya kayak apa. Padahal bahagia dan sedih itu datangnya satu paket lho, "Tenang...., semua nggak harus ada jawabannya sekarang. Sabar..., satu per satu"  :)

Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini (NKCTHI) adalah sebuah film drama keluarga yang menceritakan tentang keinginan orang tua yang tak sejalan dengan pilihan anak. Seringkali orang tua hanya memberikan apa yang dianggapnya benar untuk membahagiakan anaknya. Padahal belum tentu itu yang diharapkan oleh sang anak. 

Secara umum, NKCTHI mampu mengaduk-aduk emosi penontonnya dengan alur maju mundurnya. Pesan-pesan yang ingin disampaikan pun tersampaikan lewat ekspresi para pemain.

Salah satu yang paling berhasil menurut saya adalah yang disampaikan oleh Aurora. Mungkin karena hampir sama dengan apa yang saya rasakan kali ya..... (lha... malah curcol :) )

Menurut saya film ini rekomended banget untuk Kalian yang mungkin bermasalah dengan komunikasi antara orang tua dan anak atau sebaliknya, buruan deh ajak keluarga kalian untuk menontonnya. Jangan nonton sama pacar, nggak ngefek!

Atau barangkali ngefek juga ding untuk kalian yang mempunyai pasangan yang memiliki keluarga seperti Angkasa, Aurora dan Awan. Bisa Kalian jadikan referensi untuk terus support. Jangan malah ditinggalin! Ups.... curcol lagi ni :) 

Dalam tulisan ini saya mungkin akan lebih sering membahas dari sudut pandang seorang Anak dan bagaimana cara Anak memandang berbagai hal yang dilakukan orangtuanya yang terkadang bikin Saya ikut kesal, marah, ataupun gemas atas setiap tindakan dan keputusan yang terjadi pada Angkasa, Aurora dan Awan.

Meskipun sedikit, saya pun akan memberikan sudut pandang dari orangtua agar seimbang dalam memberikan pesannya tentang cinta dalam keluarga. Karena ya itu tadi, setiap orang tua pasti menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Hanya cara penyampaiannya saja yang mungkin kurang dipahami oleh Sang Anak. (cie... dewasa dikit ni saya hahahaha )

"Kalau Kamu terus memikirkan kebahagiaan mereka, lalu Kamu sendiri bahagianya kapan?,"

Angkasa (Rio Dewanto),  Ia adalah anak sulung yang diberi tanggungjawab oleh ayahnya untuk menjaga adik-adiknya. Buat Kamu yang anak sulung, yang tabah ya.... bahumu harus kuat untuk mengambil alih beban keluarga.

"Kalau nanti Ayah dan Ibu sudah nggak ada, yang jaga adik-adik siapa?, yang meluk adik-adik ketika sedih siapa?" "Angkasa", begitulah jawaban Angkasa kecil yang dalam film tersebut dikisahkan berusia 6 tahun. Tanggung jawab itu berlangsung hingga Angkasa dan adik-adiknya dewasa. Setiap kali terjadi sesuatu dengan adik-adiknya, Angkasa langsung disalahkan oleh Ayahnya.

Begitu juga ketika Awan bergaul dengan Kale (Ardhito Pramono) teman Angkasa yang menurut Ayahnya menyebabkan Awan (Rachel Amanda) berubah. Tuntutan Ayah kepada Angkasa untuk selalu menjaga adik-adiknya berdampak pada hubungannya dengan Lika (Agla Artalidia).

Lika menganggap Angkasa tidak bisa jauh dari bayang-bayang Ayahnya, lalu bahaimana mereka bisa menempuh jenjang yang lebih serius jika tidak ada perubahan pada diri Angkasa untuk menentukan pilihannya sendiri?

Kalau Saya jadi Lika nih, sudah pasti Saya akan mendekati keluarganya, terutama Ayahnya. Karena dalam cerita itu Ayahnya yang dominan. Kalau Ibu nya yang dominan ya dekati ibunyalah. Kalau mau sama anaknya ya harus mau sama keluarganya juga. 

Menikahkan nggak cuma menyatukan dua hati tapi juga menyatukan dua keluarga. Ups... Kok malah bahas menikah. Kita kembali ke cerita ya..

"Kalian itu udah lama kehilangan aku",

Seringkali kita berpikir kehilangan adalah ketika seseorang sudah tidak ada lagi di hidup kita, ketika seseorang itu pergi jauh, nggak bisa disentuh, dan nggak bisa dilihat lagi. Perlu kita ubah mindset, kehilangan itu bukan cuma soal fisik dan jarak saja.

Bisa jadi, tanpa disadari kita sudah kehilangan meskipun orangnya ada di dekat kita yang bahkan masih baik-baik saja. (Apalagi sekarang ada gadget, mendekatkan yang jauh, menjauhkan yang dekat.) 

Pernah nggak kalian satu rumah tapi tidak pernah berkomunikasi, atau berkomunikasi tetapi lewat medsos karena sibuk dengan urusan masing-masing? Nah, itu namanya kita sudah hampir kehilangan.

Jika dibiarkan, maka bisa jadi kita bisa kehilangan mereka, orang-orang yang ada di sekitar kita dalam lingkup kecil, Keluarga. Apalagi kalau rumah kalian terlalu besar sedangkan Kalian adalah keluarga kecil dan masing-masing anak diberi fasilitas masing-masing.

Hati-hati. Secara tidak langsung para orang tua yang seperti ini sebenarnya telah kehilangan anak-anak mereka. Kehilangan rasa kebersamaan, kedekatan, canda tawa, empati, dll.  Masih untung kalau lingkungan pertemanan atau pelarian putra-putrinya baik. Kalau nggak? 

Tak jarang kita dengar berita-berita ditelevisi, seorang anak SMP melakukan pembegalan, terjerumus narkoba dan lain sebagainya, dan ketika orang tuanya ditanya mesti mengatakan dia kalau di rumah terkenal anak yang alim, nggak pernah membantah sama orang tua dan sebagainya.  

Aurora (Sheila Dara Annisa), sebagai anak tengah ia merasa tidak pernah dianggap. Secara pribadi ia cenderung mandiri dan tertutup. Ia merasa Ayahnya lebih sering memberikan perhatian kepada Awan.

Ia merasa selama ini Ayahnya tidak memberi dukungan kepadanya, sehingga ketika acara pameran pertamanya ia mengatakan "terimakasih Ayah sudah menyempatkan untuk datang." Tapi sayangnya di acara pameran itu Ayahnya malah berkonflik dengan Awan yang berhasil menarik pengunjung pamerannya.

Merasa telah merusak acara pemerannya Aurora menyuruh keluarganya untuk pulang. Aurora merasa muak dengan kondisi keluarganya dan mencoba untuk mendapatkan beasiswa di London untuk dijadikan alasan keluar dari rumah. Namun beasiswanya ternyata gagal. 

Apa yang dirasakan Aurora pastilah pernah dirasakan oleh sebagian dari kalian yang merasa muak atau lelah dengan kondisi di dalam rumah dengan alasan masing-masing pastinya. Bahkan bisa juga dialami oleh anak tunggal sekalipun.

Ada yang dengan sengaja mencari beasiswa, pekerjaan bahkan menikah dengan seseorang yang beda domisili dengan alasan supaya bisa keluar dari rumah. (ups... curcol lagi deh!)

"Yang bisa nolong aku adalah diriku sendiri."

Seperti yang dikisahkan, Awan adalah anak bungsu dari keluarga Narendra yang ingin mandiri seperti kakak-kakaknya. Ia ingin bisa bangga dengan dirinya sendiri. Ia tidak suka dengan Ayahnya yang terlalu khawatir terhadap dirinya sehingga sering menyalahkan Angkasa jika terjadi sesuatu terhadap dirinya.

Ia pun marah ketika mengetahui bahwa Ayahnya meminta bantuan koneksinya agar mempekerjakan Awan di perusahaan yang telah memecat dirinya.

"Aku memang cuma anak bontot. Tapi aku juga pengin kayak kakak-kakak aku tuh, bisa bangga sama dirinya sendiri. Aku juga pengin kayak gitu ayah," kata Awan.  Lalu jawaban Ayahnya adalah, "saya mengorbankan profesionalitas saya dalam bekerja demi kamu bisa meraih mimpi-mimpi kamu."

Ya. Adegan ini sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari, apalagi jika orangtua kita terutama Ayah mempunyai 'power'.  Adegan ini menunjukkan betapa seorang Ayah tidak ingin anaknya gagal.

Seorang Ayah hanya ingin anaknya sukses dan bisa dibanggakan. Hanya saja cara pandang Sang Ayah dan Anak yang berbeda seringkali menimbulkan konflik bahkan tak jarang pula menimbulkan jarak. Padahal semua itu Ayah lakukan semata-mata agar anaknya menemukan kebahagiaan.

Tapi apakah anaknya sudah pasti bahagia? Memang belum tentu, tapi paling tidak, tidak ada seorang Ayah pun di dunia ini yang menginginkan anaknya gagal. Duh sedih deh..... :(

Saya sempat menangis menyaksikan adegan ini. Secara tidak langsung terkenang sosok Ayah yang tidak pernah saya indahkan kata-katanya. Padahal Beliau adalah sosok selalu mengupayakan kebahagiaan anak-anaknya.

Cara pandang kita dengan Ayah bisa jadi berbeda.  Saat kita rasa itu adalah cara terbenar, belum tentu Ayah kita salah. Dunia luar memang kejam. Yang bisa menolong kita ya kita sendiri, bukan orang lain.

Kehadiran orang sosok Kale dan Lika yang menjadi orang terdekat tokoh dalam cerita mampu memberikan tambahan emosi yang dibutuhkan. Sangat dekat dan nyata dengan kehidupan kita sehari-hari.

Apabila kita berkonflik dengan keluarga, terkadang sosok di luarlah yang membuat kita merasa nyaman dan bahagia. Seolah-olah mereka lebih mengerti kita dibandingkan dengan Ayah, Ibu, Kakak dan Adik kita, padahal belum tentu juga, karena bahagia itu tanggungjawab diri masing-masing.

"Kalau Kamu butuh orang yang bisa bikin Kamu bahagia, bukan aku orangnya. Bahagia itu tanggungjawab masing-masing, dan aku nggak mau bertanggungjawab buat kebahagiaan orang lain."

Pertemuan Awan dengan Kale mampu membuat dunia Awan menjadi berwarna. Karena Kale, Awan berani untuk melawan ketakutannya dan mengenal hal-hal baru yang belum pernah ia tahu sebelumnya. Merasakan senang, hangat dan nyaman.

Ia pun mulai merasakan kehidupan orang normal, makan di gang sempit, naik motor, pulang malam dan lain sebagainya. Kale menjadikan dirinya mampu mengatasi ketakutan akan kegagalan. Menurutnya, sedih, gagal, jatuh itu kadang-kadang bisa membawa kita ke tempat yang lebih tinggi. 

Kale memang bikin Awan Nyaman. Tapi, Kale juga yang bilang kalau nyaman itu kadang jadi jebakan, bikin takut kemana-mana. Bikin nggak siap untuk gagal. Di sini saya menyimpulkan bahwa Kale belum siap untuk terikat. Trauma masa lalu menjadikan dia tidak mau mengikatkan diri dan menanggung kebahagiaan orang lain.

Agak kurang ajar juga si menurut saya. Tapi itu mungkin mewakili lifestyle cowok-cowok metropolitan jaman sekarang. Terpikat tapi tidak mau terikat. Hmmm.... Kalau saya maunya diikat dulu baru bisa terpikat hahahaha......

"Aku menunggumu sampai kita berada ditempat yang sama. Kamu dengan ambisi-ambisimu dan aku dengan mimpi-mimpiku, sampai pada akhirnya kita sampai pada tempat dimana saatnya kita mewujudkan mimpi-mimpi kita."

Lain Kale, lain Lika. Lika (Agla Artalidia), adalah sosok kekasih yang super sabar dan dan kuat. Selalu ada disisi Angkasa dan menerima apapun situasinya. Bahkan ketika harapan tak sesuai kenyataan, Lika hanya menghela nafas.

Ketika Angkasa dan Lika dinner di hari jadinya yang ke empat tahun, Angkasa memberikan kotak seperti kotak cincin. Lika terpaku, wajahnya berubah antara tegang tapi bahagia. Dan ketika membuka kotak itu, sepasang anting-anting. Ia berubah kecewa, tapi wajahnya berusaha ia kontrol untuk tidak menampakkan kekecewaannya. (Hmmm... gue banget ni hahahaha....)

Ok. Setelah membahas dari sudut pandang Anak, saya akan mencoba melihat dari sudut pandang dari orangtua. Apa sih sebenarnya yang dirasakan oleh seorang Ayah atau Ibu? Takut kehilangan anak-anaknyakah sampai-sampai mereka berusaha semaksimal mungkin memberikan apa yang dibutuhkan dan diinginkan Sang Anak?

Bahkan terkadang tanpa bertanya kepada anaknya terlebih dahulu dan semua dilakukan dengan dalih agar semata-mata anaknya menemukan kebahagiaan? Apakah benar si Anak sudah pasti bahagia?

"Cara pandang kita bisa jadi berbeda. Saat kamu rasa itu cara terbenar, belum tentu mereka salah. Tak perlu paksakan mereka ikuti maumu."

Di sini saya belum bisa menjawab secara pasti karena saya belum pernah jadi orang tua. Namun sepemahaman saya, seorang Ayah selalu jadi tembok pertahanan terbesar walau kadang Kita tidak dapat melihat sudut pandang yang sama dengan Beliau.

Tapi percayalah apa yang beliau lakukan adalah yang terbaik untuk keluarga kecilnya. Dan seorang Ibu adalah sosok yang selalu ada untuk kita apapun dan bagaimanapun keadaan kita. 

Tidak ada yang 100% benar pun tidak ada yang 100% salah. Baik orangtua maupun anak memang memiliki sisi negatif dan positifnya masing-masing yang memberikan keseimbangan yang dibutuhkan bagi sebuah kapal besar bernama keluarga.

Sejauh apapun kita pergi, setinggi apapun kita terbang, keluarga diharapkan menjadi tempat yang nyaman dan ruang aman untuk bisa meletakan sejenak beban kehidupan. Meskipun tidak dipungkuri akar masalah pun biasanya bermula dari keluarga.

"Arah mata angin tuh nggak bisa diatur, tapi arah layar bisa."

Setiap keluarga pasti memiliki cara masing-masing untuk saling menyampaikan rasa kasih sayangnya. Namun setiap keluarga juga memiliki rahasia, persis seperti apa yang menjadi tagline pada poster film ini.

Film NKCTHI ini memang memberikan pesan bahwa kebahagiaan memang pantas dicari dan dipertahankan, namun bukan berarti mengharuskan kesedihan itu pergi dengan menutup rapat rahasia besar. Kebahagiaan dan kesedihan itu satu paket. 

Dari film NKCTHI ini saya belajar bahwa tidak ada keluarga yang sempurna, tidak ada luka yang tertutup dengan sempurna. Sejauh apapun saya pergi, lari, tidak mengakui, menutupi dan ingin melupakan, pada akhirnya akan terbuka juga.

Kini tinggal bagaimana saya mencoba berdamai dengan kenangan masa lalu, kemudian menjadikannya batu pijakan untuk hidup baru yang lebih baik sembari menemukan seseorang yang dapat melengkapi dan menerima saya dalam kondisi dan situasi apapun untuk bersama-sama membangun hidup yang lebih baik tanpa rahasia. :)

Hidup itu lucu ya. Yang dicari, hilang. Yang dikejar, lari. Yang tunggu, pergi. Sampai Kita lelah dan berserah, saat itulah semesta bekerja. Beberapa hadir dalam rupa sama, beberapa hadir lebih baik dari rencana. Sang Pencipta baik sekali ya....

Anyway, nikmati hari ini bagaimanapun keadaannya, karena suatu saat nanti kita dapat menceritakan tentang keseruan hari ini tanpa beban. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun