"Aku memang cuma anak bontot. Tapi aku juga pengin kayak kakak-kakak aku tuh, bisa bangga sama dirinya sendiri. Aku juga pengin kayak gitu ayah," kata Awan. Â Lalu jawaban Ayahnya adalah, "saya mengorbankan profesionalitas saya dalam bekerja demi kamu bisa meraih mimpi-mimpi kamu."
Ya. Adegan ini sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari, apalagi jika orangtua kita terutama Ayah mempunyai 'power'. Â Adegan ini menunjukkan betapa seorang Ayah tidak ingin anaknya gagal.
Seorang Ayah hanya ingin anaknya sukses dan bisa dibanggakan. Hanya saja cara pandang Sang Ayah dan Anak yang berbeda seringkali menimbulkan konflik bahkan tak jarang pula menimbulkan jarak. Padahal semua itu Ayah lakukan semata-mata agar anaknya menemukan kebahagiaan.
Tapi apakah anaknya sudah pasti bahagia? Memang belum tentu, tapi paling tidak, tidak ada seorang Ayah pun di dunia ini yang menginginkan anaknya gagal. Duh sedih deh..... :(
Saya sempat menangis menyaksikan adegan ini. Secara tidak langsung terkenang sosok Ayah yang tidak pernah saya indahkan kata-katanya. Padahal Beliau adalah sosok selalu mengupayakan kebahagiaan anak-anaknya.
Cara pandang kita dengan Ayah bisa jadi berbeda. Â Saat kita rasa itu adalah cara terbenar, belum tentu Ayah kita salah. Dunia luar memang kejam. Yang bisa menolong kita ya kita sendiri, bukan orang lain.
Kehadiran orang sosok Kale dan Lika yang menjadi orang terdekat tokoh dalam cerita mampu memberikan tambahan emosi yang dibutuhkan. Sangat dekat dan nyata dengan kehidupan kita sehari-hari.
Apabila kita berkonflik dengan keluarga, terkadang sosok di luarlah yang membuat kita merasa nyaman dan bahagia. Seolah-olah mereka lebih mengerti kita dibandingkan dengan Ayah, Ibu, Kakak dan Adik kita, padahal belum tentu juga, karena bahagia itu tanggungjawab diri masing-masing.
"Kalau Kamu butuh orang yang bisa bikin Kamu bahagia, bukan aku orangnya. Bahagia itu tanggungjawab masing-masing, dan aku nggak mau bertanggungjawab buat kebahagiaan orang lain."
Pertemuan Awan dengan Kale mampu membuat dunia Awan menjadi berwarna. Karena Kale, Awan berani untuk melawan ketakutannya dan mengenal hal-hal baru yang belum pernah ia tahu sebelumnya. Merasakan senang, hangat dan nyaman.
Ia pun mulai merasakan kehidupan orang normal, makan di gang sempit, naik motor, pulang malam dan lain sebagainya. Kale menjadikan dirinya mampu mengatasi ketakutan akan kegagalan. Menurutnya, sedih, gagal, jatuh itu kadang-kadang bisa membawa kita ke tempat yang lebih tinggi.Â